Mual, dan muntah adalah termasuk diantara keluhan-keluhan paling sering terjadi, dan dapat timbul pada kasus anestesia umum, regional, atau lokal. Insiden muntah sekitar 30%, kejadian mual adalah sekitar 50%, dan sebagian dari pasien berisiko tinggi, angka postoperative nausea and vomitting (PONV) bisa mencapai 80%. Faktor risiko PONV paling besar adalah jenis kelamin wanita, diikuti oleh riwayat motion sickness dan usia, lalu penggunaan anestesia inhalasi, durasi anestesia, penggunaan opioid pasca operasi dan terakhir penggunaan N 2 O. Pada kasus operasi bedah saraf, khusunya pada pengangkatan tumor, terdapat beberapa bahaya yang dapat terjadi bila PONV ini tidak ditangani dengan baik. Pada pasien bedah saraf, secara umum, kita harus menjaga agar tekanan intra kranial tetap dalam batas normal, sehingga aliran darah otak, dan tekanan perfusi otak dapat terjaga dengan baik. Jika terjadi PONV, maka tekanan intraabdomen akan meningkat, dan tentunya akan juga berpengaruh kepada kenaikan tekanan intrakranial. Disamping itu, pasien pasca pengangkatan tumor, akan rentan terhadap terjadinya perdarahan ulang yang tadinya sudah berhenti saat selesai operasi. Perdarahan dapat terjadi pada tumor bed dan dapat menyebabkan komplikasi yang fatal. Dari berbagai penelitian mengenai PONV pada operasi bedah saraf, faktor lokasi operasi tidak terlalu banyak berpengaruh. Operasi infratentorial memiliki angka PONV yang lebih tinggi, dihubungkan dengan lebih lamanya durasi operasi.
Cedera medula spinalis merupakan kejadian yang sering dijumpai di Amerika Serikat, dengan biaya perawatan kesehatan seumur hidup yang tinggi berdasarkan tingkat kecacatan fungsional. Permasalahan yang timbul dapat berupa masalah psikologis, fisik, dan sosial, yang dapat menghabiskan biaya yang sangat besar. Tatalaksana kasus cedera medula spinalis terus menjadi tantangan pada tiap fase perawatan, mulai dari awal terjadinya cedera, hingga perawatan dan pemulihan pasca tindakan operasi, karena angka masuk ulang ke rumah sakit pasca perawatan tetap tinggi. Salah satu komplikasi cedera medula spinalis adalah adanya perubahan sistem saraf autonom dapat terjadi akibat kerusakan pada kontrol simpatis sehingga menyebabkan komplikasi yang dikenal sebagai autonomic dysreflexia (AD), yang muncul selama fase pemulihan. Manifestasinya dapat berupa hipertensi berat dengan bradikardia paradoks, kemerahan kulit, dan sakit kepala, penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang dan gangguan kardiovaskular. Terapi untuk pasien dengan AD umumnya bertujuan untuk pemulihan gejala dengan cepat hal ini sangat penting karena karena dapat terjadi komplikasi parah yang mengancam jiwa bila gejala yang ada tidak ditangani dengan segera. Pencegahan yang tepat, pengenalan dini, dan manajemen akut adalah faktor penting dalam tatalaksana AD. Autonomic Dyreflexia Complication after Spinal Cord InjuryAbstractSpinal cord injury is a common occurrence in the United States, with high lifetime health care costs based on the level of functional disability. Problems that arise can be psychological, physical, and social problems, which can cost a lot of money. Management of spinal cord injuries continues to be a challenge in each phase of treatment, from the beginning of the injury, to treatment and recovery after surgery, because the rate of re-entry to the post-treatment hospital remains high. One complication of spinal cord injury is the presence of autonomic nervous system changes that can occur due to damage to sympathetic control resulting in complications known as autonomic dysreflexia (AD), which appears during the recovery phase. The manifestation can be life-threatening hypertension with paradoxical bradycardia, flushing, and headache, this disease can cause further long-term disability and cardiovascular disorders. Therapy for patients with AD generally aims to recover symptoms quickly this is very important because because there can be severe life-threatening complications if the symptoms are not treated immediately. Proper prevention, early recognition, and acute management are important factors in the maangement of AD.
Stroke dapat terjadi akibat terhentinya aliran darah ke otak, yang terjadi secara mendadak. Penyebab terbanyak stroke adalah berkurangnya pasokan darah ke otak (stroke iskemik). Penyebab stroke lainnya adalah perdarahan (stroke hemoragik). Perdarahan subaraknoid (SAH) biasanya dapat terjadi baik karena ruptur aneurisma, atau karena trauma. Perempuan, 46 tahun dengan GCS 14 (E4M6V4) dengan hipertensi tidak terkontrol mengalami nyeri kepala hebat. Dari pemeriksaan CT scan memperlihatkan adanya perdarahan subaraknoid dan edema sereberi. Pasien ini dilakukan tindakan coiling aneurisma cito dengan anestesia umum. Pasca coiling pasien dirawat di ruang intensive care unit (ICU). Pasca perawatan 1 hari di ICU, pasien dipindahkan ke ruang high care unit (HCU), dengan kondisi stabil. Penurunan kesadaran mulai terjadi saat perawatan hari kedua, sempat dilakukan pemasangan lumbar drain pada hari ketiga, untuk membantu mengurangi hidrosefalus dan juga menurunkan tekanan intra kranial. Pada perawatan hari ketigabelas kesadaran menurun drastis menjadi E1M1V1, pasien dipindahkan ke ruang ICU, dan meninggal esok harinya. Penurunan kesadaran pasca coiling diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra kranial, yang pada kasus ini disebabkan oleh edema sereberi luas. Early Brain Injury ¬ditambah dengan adanya vasopasme menyebabkan terjadinya delayed ischemic neurological deficit. Terapi yang sudah dikerjakan baik farmakologis maupun non farmakologis, tetap tidak bisa memperbaiki keadaan pasien. Delayed Ischemic Neurological Defisit (DIND) Pasca Coiling Subarachnoid Hemorrhage (SAH) e.c Ruptur AneurismaAbstractStroke can occur due to the cessation of blood flow to the brain, which occurs suddenly. The most common cause of stroke is reduced blood supply to the brain (ischemic stroke). Another cause of stroke is bleeding in the brain (hemorrhagic stroke). Subarachnoid hemorrhage (SAH) usually results from ruptured aneurysms or because of trauma. Women, 46 years old with GCS 14 (E4M6V4) with uncontrolled hypertension experienced severe headache since 2 days before admitted to the hospital. The CT scan examination showed subarachnoid hemorrhage and edema of the brain. This patient then performed emergency coiling of aneurysm with general anesthesia. During the procedure the patient is in stable condition. Post coiling the patient was sent to the ICU room. After 1 day in ICU, the patient was transferred to high care unit (HCU) room, with stable condition. Decreased of consciousness began to occur during the second day of treatment, had done lumbar drain installation on the third day, to help reduce the hydrocephalus and also improve intra-cranial pressure. On the thirteenth day care GCS was decrease suddenly to E1M1V1, the patient was transferred to the ICU room, the next day the patient was declared dead. The decrease of consciousness post coiling results from an increase in intra-cranial pressure, which in this case is due to severe brain edema. Earlu brain injury along with the occurence of vasospasm lead to delayed ischemic neurological deficit. Pharmacological and non-pharmacological therapy had been given to the patient still couldn’t improve the patient condition
Cedera tulang belakang leher/cervical spine injury (CSI) tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara maju. Sekitar 12.000 kasus baru cedera tulang belakang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Kebanyakan dari cedera tersebut (55%) merupakan cedera servikal, sedangkan 15% merupakan cedera yang berhubungan dengan torakolumbal. Studi epidemiologis baru, menunjukkan bahwa cedera tulang belakang leher terjadi sekitar 1,8% hingga 4% pada kasus cedera trauma tumpul dan menyebabkan sekitar 6.000 kematian dan 5.000 kasus baru quadriplegia per tahun. Kasus laki-laki usia 55 tahun dengan riwayat trauma leher 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya tetraparese dan nyeri hebat pada daerah leher, terutama saat ekstensi kepala. Dari pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan, dari pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) leher didapatkan spondilolisthesis C6-7 berat sehingga korpus C6 di anterior C7. Dilakukan anestesia umum, dengan manajemen jalan napas intubasi manual in-line, serta menggunakan video laringoskop. Intubasi dilakukan 2 kali percobaan karena kesulitan visualisasi pita suara. Operasi berlangsung 10 jam, pasien kemudian dirawat di ICU selama 1 hari sebelum pindah ruang rawat biasa.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.