Abstrak Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau yang disebut dengan AMDAL merupakan langkah preventif untuk mencegah kerusakan lingkungan sekaligus prasyarat untuk mendapatkan izin lingkungan. AMDAL dalam penyusunannya harus melibatkan masyarakat, tetapi masih banyak masyarakat yang belum dilibatkan sepenuhnya oleh investor/pelaku usaha dan pemerintah. Padahal masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga lingkungan. Belum optimalnya pelibatan masyarakat mengakibatkan perlu adanya pengkajian lebih lanjut terkait peran serta masyarakat dalam proses penyusunan AMDAL.Tulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dalam menyikapi permasalahan yang berkaitan dengan jaminan perlindungan tentang keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan AMDAL serta akibat hukum dari tidak dilibatkannya masyarakat. Hasil diskusi menunjukan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan AMDAL telah dilindungi dan dijamin hak-haknya oleh regulasi tapi implikasi dari regulasi masih minim. Tidak dilibatkannya masyarakat berimplikasi terhadap dokumen AMDAL dapat diajukan ke PTUN. Selain itu, investor/pelaku usaha wajib memperbaiki mulai tahap dari tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses penyusunan AMDAL sesuai dengan putusan pengadilan. Abstract Environmental Impact Analysis or called EIA is a preventive measure to prevent environmental damage as well as a prerequisite for getting an environmental license. The EIA in its preparation should involve the society, but there are still many societies that have not been fully involved by investors/business actors and the government. Whereas the society has the right and obligation to keep environment. The lack of social involvement to result in further about an assessment of social participation in the process of preparing EIA. The written uses normative juridical methods in addressing issues related to guarantees of protection concerning society involvement in the process of preparing to EIA and the legal consequences of non-involvement of the society. Discussion results show that society involvement in the EIA compilation process has been protected and guaranteed its rights by regulation but the implications of the regulation are still minimal. Consequently, the involvement of the public with the implications of EIA documents may be submitted to the Administrative Court and investors/business actors shall be required to improve the phase of the non-involvement of the society in the process of preparing the EIA in accordance with the court's verdict.
Migrasi internasional terjadi karena pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Bagi perempuan desa yang tidak memiliki banyak keterampilan, migrasi internasional adalah kesempatan emas untuk meningkatkan ekonomi keluarga mereka. Masalah ini sangat kompleks tapi menarik untuk dikaji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perempuan di desa pergi ke luar negeri untuk bekerja dan pemanfaatan remitansi dalam rumah tangga migran. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang merupakan penjelasan dan penelitian deskriptif. Penelitian daerah adalah Pusakajaya Desa, Subang, Jawa Barat, Indonesia. Berdasarkan temuan penelitian, ketersediaan lapangan kerja di daerah tujuan dan lahan pertanian terbatas di daerah asal menjadi faktor utama bagi perempuan di desa untuk bekerja di luar negeri. Pemanfaatan remitan di Desa Pusakajaya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, produksi, investasi di bidang pendidikan dan ekonomi, sedangkan alokasi investasi sosial tidak ditemukan. Pemanfaatan pengiriman uang oleh keluarga migran di Desa Pusakajaya membentuk pola umum dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan investasi pendidikan. Kata kunci: migrasi internasional, para pekerja migran perempuan, pengiriman uang.
<p>ABSTRACT<br />To overcome some economic difficulties, especially poverty, most poor people in the rural area decide to adopt a migration strategy (especially going to foreign countries). The decision to become international migrants contributes to the national economy (foreign exchange) at the macro level and their nuclear family (remittance) at the micro level. The remittance or cash money, in turn, enables them to meet their needs and even accumulate some assets (e.g. land and house) to be used as capital, resulting in a transformation of local agrarian structure. Some studies showed that the welfare of migrants’ families has increased significantly. Such an improved welfare of poor rural families has made rural community more dynamic in the vertical social mobility, including the efforts to extend their contract and motivate family members and the community to become international migrants (theory of cumulative causes, poverty-agrarian proposition, and poverty-migration proposition). This study has four initial hypotheses, namely: (1) change in agrarian structure affects poverty condition, (2) poverty (agrarian) affects population mobility, (3) population mobility (resulted remittance) affects agrarian structure, and (4) structural change in agraria causes new poverty. The diverse management and utilization of agrarian resources (poverty condition and the choice of population mobility —international migration) imply changes in the local agrarian structure which in turn produces new poverty and new agrarian classes.<br />Keywords: agrarian structure, poverty, population mobility, persistence</p><p>ABSTRAK<br />Masyarakat miskin pedesaan pada akhirnya memilih menjadi pelaku migran dalam upaya mengatasi sejumlah kesulitan ekonomi (mengatasi masalah kemiskinan) yang dihadapinya. Pelaku migrasi mengambil keputusan dan berangkat menjadi migran pada akhirnya berkontribusi secara nasional (devisa negara) di aras makro dan terlebih di aras mikro (keluarga inti) pelaku migran-berupa remiten. Hasil remiten (khususnya ekonomi-uang) pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan mampu mengakumulasi asset (misal lahan dan rumah) untuk dijadikan modal bahkan ke arah perubahan struktur agraria lokal. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kesejahteraan keluarga pelaku migrasi. Perubahan kesejahteraan masyarakat miskin ini menjadi makin baik pada akhirnya mendinamisasi masyarakat pedesaan misalnya mobilitas sosial vertikal naik, termasuk upaya-upaya untuk melanjutkan kontrak menjadi pelaku migran, mendorong anggota keluarga dan komunitas menjadi pelaku migran (teori penyebab kumulatif, proposisi kemiskinan-agraria, proposisi kemiskinan-migrasi).Tiga hipotesis pengarah sebagai gagasan awal adalah (1) perubahan struktur agraria mempengaruhi kondisi kemiskinan; (2) kemiskinan (agraria) mempengaruhi laju gerak penduduk; (3) gerak penduduk (menghasilkan remiten) mempengaruhi perubahan struktur agraria, dan (3) perubahan struktur agraria menghasilkan kemiskinan baru. Ragam implikasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria (kondisi kemiskinan dan pilihan gerak penduduk-migrasi internasional) berimplikasi pada perubahan struktur agraria dan selanjutnya menghasilkan kemiskinan baru dan golongan kelas baru.<br />Kata Kunci: stuktur agraria, kemiskinan, gerak penduduk, persisten</p>
Kependudukan merupakan variabel penting dalam proses pembangunan suatu negara, namun kependudukan akan menimbulkan permasalahan apabila pertumbuhannya tidak dikendalikan. Salah satu permasalahan kependudukan di Indonesia adalah tingginya tingkat pengangguran akibat pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak didukung oleh pertambahan lapangan pekerjaan. Hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran dalam pasar tenaga kerja, di mana penawaran tenaga kerja jauh lebih tinggi daripada permintaan yang ada. Mobilitas penduduk diyakini sebagai alternatif masyarakat untuk menunjang kehidupan mereka. Tujuan utama dari mobilitas ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga menuntut mereka untuk mencari penghidupan yang lebih baik di lokasi yang juga lebih baik dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan (Safrida, 2008). Oleh sebab itu, mobilitas penduduk yang umum terjadi terkait keterbatasan lapangan pekerjaan adalah migrasi dari desa ke kota karena pekerjaan di desa lebih terbatas dibandingkan kota, baik dari segi jenis maupun jumlah pekerjaan.Di Indonesia, migrasi ketenagakerjaan memiliki pola yang umumnya berupa siklus di mana migran yang telah lama bermigrasi dan merasa kondisi sosial ekonominya sudah cukup stabil akan membawa migran baru yang akan mengikuti jejaknya untuk bermigrasi. Umumnya migran baru adalah tetangga, teman atau keluarga migran terdahulu. Keywords: adaptation, population mobility/migration, social networking ABSTRAKTingkat pertumbuhan penduduk meningkat secara cepat pada beberapa tahun terakhir menimbulkan permasalahan pada ketenagakerjaan. Pertumbuhan penduduk yang tidak didukung dengan peningkatan sumberdaya dan lapangan pekerjaan menambah jumlah pengangguran. Kondisi tersebut memacu penduduk untuk melakukan migrasi. Perpindahan penduduk dipengaruhi oleh faktor pendorong dari daerah asal, diantaranya yakni terbatasnya pekerjaan dan juga faktor penarik dari daerah tujuan, salah satunya lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Fenomena perpindahan penduduk di Indonesia umumnya membentuk siklus dimana migran yang kaya secara ekonomi dan sosial akan memengaruhi keluarga mereka, saudara atau teman untuk ikut bermigrasi. Situasi yang berbeda dan kondisi pada daerah tujuan mendorong mereka untuk beradaptasi sebagai strategi bertahan hidup. Jaringan sosial sangat penting bagi para migran di daerah tujuan.Kata kunci : adaptasi, jaringan sosial, perpindahan penduduk/migrasi
The Village Law has stipulated thirteen principles. One of the principles is recognition. The principle of recognition is a turning point in the reformation of the customary law of in Indonesia. The previous studies have founded recognition of the management and use of communal forest. This research focuses on the paradox of recognition of the administration of indigenous government. The implementation of Village Law has replaced the regional autonomy law: from decentralization – residual to recognition – subsidiarity. The inclusion of the principle of recognition – subsidiarity in the village law was implications for changes in the regulation of social order and governance. This research based on constructivism paradigm and qualitative method, with in depth interviews, purposive sampling, observations, and historical archivings. We had analyzed social construction of recognition to indigenous communities in ruling their government. The results indicate that the social construction of recognition in the political aspects of laws and regulations has not been able to meet the needs of indigenous peoples to arrange their government. This study questions regional approach to support the frameworks of desa adat.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.