The coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic caused by the severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) is now a major health crisis. In July 2020, there were 14 million cases and more than 600.000 deaths worldwide, creating great economic and social disruptions. Even though the pandemic is currently the main focus, plenty of other infectious diseases keep increasing. The World Health Organization (WHO) has previously highlighted the importance of preventing, detecting, and treating malaria amidst the current pandemic. A similar approach should be adopted for management of other arboviral diseases such as dengue, Zika, chikungunya, and yellow fever as was published in the Pan-American Health Organization (PAHO)'s interim guideline regarding Aedes aegypti mosquito control during the COVID-19 pandemic. Public health interventions that were initiated to prevent COVID-19 spread immensely affect vector monitoring and control. A dengue or other vector borne disease (VBD) epidemic in addition to the current COVID-19 situation will have severe consequences for at risk populations. Cocirculation of dengue and COVID-19 may result in many unwanted outcomes such as co-infections; delayed diagnosis, management, and mitigation efforts; overwhelmed healthcare systems; less reported cases; less monitoring and control interventions; and exacerbation of social gaps. Clearly, the lockdown compromises vector control efforts, especially social mobilization campaigns and preventive insecticide spraying. Failure in implementing maximum vector control efforts may end up in reduced overall effectivity and increases risk of VBD circulation. The health community and policy makers should develop proactive efforts and allocate adequate resources in order to prevent and manage dengue and other VBDs in the current COVID-19 pandemic.
Aedes aegypti dan Aedes albopictus merupakan vektor utama penyakit demam dengue, chikungunya, filariasis, dan virus zika yang masih menjadi masalah di Indonesia. Pengendalian vektor yang mudah diaplikasikan adalah penggunaan larvasida. Biji pepaya (Carica papaya L) adalah salah satu tumbuhan yang memiliki potensi sebagai larvasida karena mengandung flavonoid, tanin, coumarin, saponin dan alkaloid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol biji pepaya sebagai larvasida terhadap nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus serta perbandingan efek ekstrak tersebut terhadap Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap. Kelompok uji yang digunakan, yaitu 1,5%, 1,8%, 2,1%, 2,4%, dan 2,7%. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis Test dan Mann Whitney Test dengan p<0,05 sehingga dapat disimpulkan setiap konsentrasi dapat memberikan efek sebagai larvasida secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol negatif. Selanjutnya, dilakukan analisis probit didapatkan nilai LC50 ekstrak etanol biji pepaya terhadap larva Aedes aegypti adalah 1,8% dan larva Aedes albopictus adalah 1,5%. Maka dapat disimpulkan ekstrak etanol biji pepaya berpotensi sebagai larvasida pada Aedes aegypti dan Aedes albopictus dengan efektivitas lebih besar pada Aedes albopictus dibandingkan Aedes aegypti. Hal tersebut terjadi karena Aedes aegypti lebih sering terpapar oleh temefos dibandingkan Aedes albopictus sehingga telah terjadi resistensi.
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit pneumonia baru disebabkanSevere Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) yang berasal dari China. Indonesia hingga saat ini masih mengalami peningkatan kasus yang signifikan. Virus SARS-CoV-2 menyebar melalui droplet orang yang terinfeksi, sehingga perilaku masyarakat mempengaruhi penyebarannya. Pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dapat memutus mata rantai penularan penyakit COVID-19 di masyarakat. Guru merupakan kelompok masyarakat yang memiliki peranan penting dan dapat menjadi teladan. Mensosialisasikan PHBS kepada guru dan siswanya akan berdampak positif bagi pribadinya sendiri juga lingkungan sekitarnya. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan edukasi pola hidup bersih dan sehat kepada guru dan siswa sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran COVID-19. Sosialisasi PHBS diikuti oleh guru dan siswa sebanyak 74 orang di SMAN 1 Cimahi, dan 39 orang di SMAN 3 Cimahi. Kegiatan berlangsung tanggal 19 dan 20 Februari 2021. Pendekatan edukasi berupa power point mengenai karakteristik penyakit COVID-19, virus penyebabnya, dan simulasi pencegahannya seperti melakukan cuci tangan 6 langkah, menggunakan etika batuk dan bersin, menghindari kerumunan, dan menggunakan masker. Selama kegiatan para peserta sangat antusias mendengarkan paparan narasumber dan menyampaikan pertanyaan pada sesi diskusi. Sosialisasi ini memberikan manfaat, salah satu indikatornya para peserta dapat memperagakan etika batuk dan bersin dan cuci tangan 6 langkah dengan baik dan benar.
Bawang hitam merupakan hasil proses fermentasi bawang putih yang memiliki aktivitas antibakteri. Penurunan kualitas suatu produk pangan dapat dipengaruhi diantaranya oleh suhu dan waktu penyimpanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji stabilitas bawang hitam tunggal pada berbagai suhu penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri. Bawang hitam disimpan di suhu ruangan (27-28oC) selama 90 hari, pada suhu panas (37oC) selama 17 hari, suhu kulkas (50C) dan suhu freezer (-200C) selama 90 hari. Penelitian ini menggunakan bawang hitam tanpa perlakuan (kontrol 0 hari). Penelitian menggunakan metode difusi agar Kirby-Bauer dengan menanamkan ekstrak etanol bawang hitam 75% pada media Mueller Hinton Agar yang sudah diinokulasi Staphylococcus aureus dengan tiga kali pengulangan (triplo). Hasil penelitian menunjukan bawang hitam tunggal yang disimpan pada suhu ruangan (27-28oC),suhu kulkas (50C), suhu freezer (-20oC) tidak menunjukkan penurunan aktivitas antibakteri, sedangkan bawang hitam yang disimpan pada suhu panas (37oC) menunjukkan penurunan aktivitas antibakteri yang signifikan. Zona hambat yang terbentuk membuktikan bahwa ekstrak etanol bawang hitam mengandung senyawa aktif allicin yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Senyawa aktif allicin terbentuk ketika bawang putih segar mengalami destruksi disebabkan allin dan enzim allinase berada didalam kompartemen sel yang berbeda. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bawang hitam tunggal pada suhu ruangan, suhu kulkas), suhu freezer tidak mengalami penurunan aktivitas antibakteri, sedangkan pada penyimpanan suhu panas menunjukan penurunan aktivitas antibakteri.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.