Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang. Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi secara umum diindonesia sebesar 26,5% dengan proporsi serbesar berada di Jawa Tengah yaitu 57,89%. Polifarmasi secara signifikan bisa meningkatkan resiko interaksi obat dimana interaksi obat merupakan salah satu faktor penting dalam drug related problem yang dapat mempengaruhi outcome terapi pasien. Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien, dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini dan kecenderungan terjadinya praktik polifarmasi, maka kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan interaksi obat dalam resep polifarmasi pada pasien yang mendapat terapi obat antihipertensi di instalasi farmasi RSP dr. Ario Wirawan Salatiga. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan resep pasien hipertensi rawat jalan di Rumah Sakit Paru Ario Wirawan Salatiga periode Januari-Maret 2019 sebanyak 72 sampel yang termasuk ke dalam kriteria inklusi. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan Drug Interaction Facts dan di analisis dengan Spearman test. Diperoleh data bahwa jumlah interaksi obat-obat yang terjadi (51,39%). Pola mekanisme yang terbanyak adalah farmakokinetik (53,97%) dengan tingkat keparahan yang terbanyak adalah minor (42,86%). Hasil menunjukkan adanya korelasi antara jumlah obat dengan kejadian interaksi (r=0,986, p=000) adanya hubungan yang sangat signifikan.Kata kunci : Interaksi Obat, polifarmasi, terapi obat hipertensi.Hypertension is a common problem in developing countries. Based on the basic health research in 2013, the prevalence of hypertension in Indonesia was 26.5% with a large proportion in Central Java at 57.89%. Polypharmacy can significantly increase the risk of drug interactions where drug interactions are an important factor in drug related problems that can affect the outcome of patient therapy. Drug interaction is one of eight categories of drug-related problems that can affect a patient's clinical outcome. Increasing complexity of the drugs used in current treatment will raise the tendency for polypharmacy to occur, resulting higher chance for the drug interaction possibility.This study is aimed to find relationship of drug interactions with polypharmacy prescriptions by patients receiving antihypertensive drug therapy in Dr. Ario Wirawan Hospital. This study was conducted retrospectively using the outpatient prescription that entered the inclusion criteria at Dr. Ario Wirawan Hospital Salatiga. A total of 72 samples that included in the inclusion criteria. Data were analyzed descriptively using Drug Interaction Facts and analyzed by Spearman test. Result showed that the number of drug interactions that occurred (51,39%). The most mechanism pattern of the drug interaction was pharmacokinetics (53,97%) with the highest severity level being minor (42,86%). This study showed that there is a a very significant correlation between the number of drugs and interactions (r = 0.986, p = 000).Keywords : Drug interactions, polypharmacy, hypertension drug therapy
Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pengobatan pneumonia yang diterapi dengan antibiotik secara efektif dapat meningkatkan efek terapeutik klinis, meminimalkan toksisitas obat mengurangi angka kejadian resistensi dan lebih ekonomis. CEA merupakan suatu metode evaluasi ekonomi yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan pemilihan alternatif terbaik pada pemilihan biaya pengobatan pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keefektifan biaya pengobatan pada pasien pneumonia balita di rawat inap Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga tahun 2018. Penelitian ini menggunakan merupakan penelitian non eksperimental (observasional) menggunakan pendekatan retrospektif dan dianalisis secara deskriptif. Sampel yang digunakan sebanyak 30 pasien. Sampel dianalisis sesuai dengan metode ACER dan ICER. Efektivitas terapi dilihat dari LOS. Nilai ACER: kelas VIP: Ceftriaxon + Cefixime Rp. 615.177, Cefotaxime + Gentamisin Rp.810.773. Kelas I: Cefotaxime + Gentamisin Rp. 536.880. Kelas II: Cefotaxime Rp. 408.493, Cefotaxime + Cefixime Rp. 357.397, Cefotaxime + Gentamisin Rp. 385.488 dan Ceftriaxon + Cefixime Rp. 325.355. Kelas III: Cefotaxime Rp. 278.740, Ceftriaxon Rp. 186.250, Cefotaxime + Gentamisin Rp. 312.734, Cefotaxime + Cefixime Rp.286.128 dan Ceftriaxon + Cefixime Rp.295.100. Nilai ICER pada kelas VIP : Ceftriaxon + Cefixime dan Cefotaxime + Gentamisin Rp. -356.967 dan pada kelas III adalah Ceftriaxon dan Cefotaxime Rp.-91.219. Pada pengobatan bronkopneumonia balita terapi antibiotik yang paling cost-effective di ruang kelas VIP adalah penggunaan antibiotik kombinasi Ceftriaxon + Cefixime, ruang kelas I adalah Cefotaxime + Gentamisin, ruang kelas II adalah Cefotaxime, dan ruang kelas III adalah Cefotaxime.Kata Kunci : Analisis Keefektifan Biaya, Terapi Antibiotik, PneumoniaPneumonia is an acute infection that attacks lung tissue caused by bacteria, viruses and fungi. Treatment of pneumonia is effectively treated with antibiotics because it can increase clinical therapeutic effects, minimizing drug toxicity reduces the incidence of resistance and more economical. CEA is an economic evaluation method that can be used in making the best decision on the selection of alternatives in the selection of pneumonia treatment costs. To analyze the effectiveness of medical expenses in pneumonia patients under five inpatient hospitalized Dr. Ario Wirawan Salatiga in 2018. This study used a non-experimental (observational) method using a retrospective approach and analyzed descriptively. The sample used was 30 patients. The samples were analyzed according to the ACER and ICER methods. The effectiveness of therapy was seen from LOS. ACER Value: VIP class: Ceftriaxon + Cefixime Rp. 615,177, Cefotaxime + Gentamisin Rp.810,773. Class I: Cefotaxime + Gentamisin Rp. 536,880. Class II: Cefotaxime Rp. 408,493, Cefotaxime + Cefixime Rp. 357,397, Cefotaxime + Gentamisin Rp. 385,488 and Ceftriaxon + Cefixime Rp. 325,355. Class III: Cefotaxime Rp.278,740, Ceftriaxon Rp.186,250, Cefotaxime + Gentamisin Rp. 312,734, Cefotaxime + Cefixime Rp.286,128 and Ceftriaxon + Cefixime Rp.295.100. ICER scores at VIP class: Ceftriaxon + Cefixime and Cefotaxime + Gentamisin Rp. -356,967 and in class III Ceftriaxon and Cefotaxime Rp.-91,219. In bronchopneumonia treatment toddlers the most cost-effective antibiotic therapy in VIP classrooms is the use of a combination antibiotic Ceftriaxon + Cefixime, class I is Cefotaxime + Gentamisin, Class II is Cefotaxime, and Class III is Cefotaxime.Keywords : Cost Effectiveness Analysis, Antibiotic Therapy, Pneumonia
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah keadaan dimana kuman bertumbuh dan berkembangbiak di dalam traktus urinarius dengan jumlah yang bermakna. ISK diobati dengan antibiotik yang menjadi salah satu kategori biaya yang signifikan dalam anggaran farmasi di rumah sakit. Antibiotik golongan Sefalosporin digunakan sebagai drug of choise dan dicari lebih cost-effective. Untuk menentukan terapi yang lebih cost-effective antara penggunaan Setriakson dan Sefotaksim pada pasien ISK di rawat inap di RS Paru Ario Wirawan Salatiga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif.Dianalisis dengan metode CEA dengan parameter Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) dan Incremental Cost Effectiviness Ratio (ICER) dilihat dari outcome lama rawat inap. Sampel pada penelitian ini sebanyak 39 pasien diantaranya 22 pasien menggunakan Seftriakson dan 17 pasien menggunakan Sefotaksim. Hasil penelitian menunjukkan, nilai ACER kelas I Sefotaksim sebesar Rp. 454.353. Nilai ACER kelas II Sefotaksim sebesar Rp. 212.283 dan nilai ICER sebesar -Rp. 134.987/hari. Nilai ACER kelas III Seftriakson sebesar Rp. 268.366. Biaya antibiotik yang paling cost-effective pada kelas I adalah Sefotaksim, paling cost-effective pada kelas II adalah Sefotaksim, paling cost-effective pada kelas III adalah Seftriakson.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.