Outbreaks and isolation due to at home due to COVID-19 outbreaks may have many psychological consequences on human life. Psychological consequences that are not detected early can cause problems in the future that can disrupt the lives of families and sufferers, therefore the need for screening tests that are accurate and reliable in detecting the appearance of psychiatric symptoms during isolation.The survey research was carried out virtually via Google Form This method was chosen because of the condition of Large Scale Social Restrictions due to the Covid-19 Pandemic, which made it impossible to conduct face-to-face interviews. The sample of this research is all of the productive age community with exclusion criteria in the form of incomplete data or unwilling to join the research. This research is a preliminary study of a series of validity and reliability test processes. Internal validity test analysis using the Pearson Product Moment method with the interpretation of the questions is said to be valid if the correlation rho (r) ≥ 0.3. Analysis of reliability testing using the Cronbach α test method with reliable interpretation if the minimum value of Cronbach α is 0.6. 281 respondents who met the inclusion criteria. The results of testing with Pearson Product Moment or Pearson Correlation obtained the value of rho (r) in all questions is above 0.3. The reliability test results using the Cronbach α test are 0.935 with the Cronbach's Alpha if Item Deleted value on each grain below the Cronbach α value. Cabin Fever Phenomenon (CFP) Indonesian Version is proven to have good validity and excellent reliability to detect the appearance of psychiatric symptoms during isolation. Further validity testing is needed such as an external validity test Keywords: Cabin Fever Phenomenon; COVID-19; psychiatry; validity and reliability ABSTRAKWabah dan isolasi akibat dirumah akibat dari wabah COVID-19 mungkin memiliki banyak konsekuensi pada kehidupan manusia dari segi psikologis. Konsekuensi psikologi yang tidak terdeteksi dini dapat menyebabkan permasalahan dikemudian hari yang dapat mengganggu kehidupan keluarga dan penderitanya, Oleh karena itu perlu adanya alat uji penapisan yang akurat serta handal dalam mendeteksi munculnya gejala psikiatri selama masa isolasi. Penelitian survei yang dilaksanakan di secara virtual melalui google form. Metode ini dipilih karena kondisi Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) akibat Pandemik Covid-19 yang tidak memungkinkan untuk melakukan wawancara secara tatap muka. Sampel penelitian ini adalah seluruh masyarakat usia produktif dengan kriteria eksklusi berupa data yang tidak lengkap atau tidak bersedia mengikuti penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dari serangkaian proses uji kesahihan dan kehandalan. Analisa uji kesahihan internal menggunakan metode Pearson Product Moment dengan interpretasi bulir pertanyaan dikatakan sahih jika korelasi rho (r) ≥ 0,3. Analisa uji kehandalan menggunakan metode pengujian Cronbach α dengan interpretasi handal bila nilai minimum Cronbach α sebesar 0,6. 281 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil pengujian dengan Pearson Product Moment atau Pearson Correlation didapatkan nilai rho (r) pada seluruh bulir pertanyaan adalah diatas 0,3 . Hasil uji kehandalan menggunakan uji Cronbach α adalah 0,935 dengan nilai Cronbach’s Alpha if Item Deleted pada masing-masing bulir dibawah nilai Cronbach α. Cabin Fever Phenomenon (CFP) Versi Indonesia terbukti memiliki kesahihan yang baik serta kehandalan yang sangat baik untuk mendeteksi munculnya gejala psikiatri selama masa isolasi. Perlu dilakukan uji kesahihan lanjutan seperti uji kesahihan eksternal.
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) is a form of gastrointestinal motility disorder, where stomach contents reenter the esophagus and oral cavity, causing symptoms and complications. GERD is a condition that is quite often experienced, where the prevalence estimated at 8 - 33% worldwide. One of the suspected cause of GERD is Ramadan fasting, which has been routinely carried out by Muslim groups. This study aims to prove whether Ramadan fasting triggers GERD. A cross-sectional study (survey) conducted online via Google form on the last three days of the fasting month (21 May 2020 - 23 May 2020). The variables in this study were respondents who fasted Ramadan and those who did not fast, also the total value of the GERD-Q questionnaire along with the final conclusions. Statistical analysis using Chi square with Yates Correction and Independent T-test with Mann Whitney Alternative Test. 311 respondents met the inclusion criteria. The results of Mann Whitney statistical test found that there was no difference in the mean value of the total GERD-Q questionnaire between the fasting and non-fasting groups (p-value: 0.313). Pearson Chi Square with Yates Correction results found no significant relationship between fasting and incidence of GERD (p-value: 0.552), although clinically there was a possibility of fasting had a risk of 1,228 (95% CI: 0.772 -2,088) times to trigger GERD incident.as Conclusion, Ramadan fasting has not been shown to improve GERD symptoms. Further research needs to be done through longitudinal studies. Keywords: GERD; digestion; Ramadan fastingABSTRAKGastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan suatu bentuk gangguan motilitas saluran cerna, dimana isi lambung masuk kembali ke dalam esofagus dan rongga mulut, sehingga menyebabkan gejala dan komplikasi. GERD merupakan kondisi yang cukup sering dialami, dimana prevalensinya diperkirakan mencapai 8 – 33% di seluruh dunia. Salah satu faktor yang diperkirakan sebagai penyebab GERD adalah puasa Ramadhan yang selama ini rutin dijalankan oleh kelompok Muslim. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah puasa Ramadhan mencetuskan kejadian GERD. Penelitian potong lintang (survei) yang dilaksanakan secara online melalui google form pada tiga hari terakhir bulan puasa Ramadhan 2020 (21 Mei 2020 – 23 Mei 2020). Variabel dalam penelitian ini adalah responden yang berpuasa Ramadhan maupun yang tidak berpuasa Ramadhan dan nilai total kuesioner GERD-Q beserta kesimpulan akhir dari kuesioner GERD-Q. Analisis statistik menggunakan uji statistik Chi square with Yates Correction dan Independent T-test dengan Uji Alternatif Mann Whitney. 311 responden memenuhi kriteria inklusi. Hasil uji statistik Mann Whitney tidak terdapat perbedaan rerata nilai total kuesioner GERD-Q antara kelompok yang berpuasa dan tidak berpuasa (p-value : 0,313). Hasil uji statistik Pearson Chi Square with Yates Correction didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara berpuasa dengan kejadian GERD (p-value : 0,552), walaupun secara klinis ditemukan adanya kemungkinan yang berpuasa lebih berisiko 1,228 (CI 95% : 0,772 -2,088) kali untuk mencetuskan kejadian GERD. Sebagai kesimpulan, Puasa Ramadhan tidak terbukti meningkatkan gejala-gejala GERD. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut melalui studi longitudinal untuk tindak lanjut hasil penelitian ini.
Non-communicable diseases (NCD) especially hypertension and cardiovascular diseases have become the highest cause of death in the world with a mortality rate of nine million deaths (44% of all non-communicable disease deaths and 31% of all global causes of death). The purpose of this study was to determine the effectiveness of the Mobilization in Utilization Of Community Participation (Mobilization POSBINDU) activities to detect risk factor and early diagnosis of non-communicable diseases (NCD) especially hypertension. Methods: Cross-sectional method was applied to the society in Sector 5th Kedaung Kaliangke District, the variables in this research were tested using the chi-square test, Independent T-test, and Mann Whitney test. Results: 40 respondents who met the study criteria. There were no differences in the incidence of hypertension (55% vs 60%; p-value: 1,000), average of SBP (138.25 (24.36) vs 144.45 (20.24); p-value: 0.394) and average of DBP (85 (68 -132) vs 83 (58 - 105) mmHg; p-value: 0.369) between 2 groups of people who have never been to Posbindu with those who are routinely to Posbindu. There are still many people who have not been screened from Posbindu activities and still urgently need to Mobilization in Utilization Of Community Participation Program (Posbindu Linpung) to get more people for early detection of NCD. Conclusion: Posbindu Linpung has proven effective in finding new cases of hypertension in the community. This is proven by the fact that there is no difference in the mean blood pressure of a population group that has never been screened with a group that routinely does a screening. Keywords: mobilization posbindu ; routinely ; hypertension AbstrakPenyakit tidak menular (PTM) khususnya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler telah menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia dengan angka mortalitas sembilan juta kematian (44% dari semua kematian penyakit tidak menular dan 31% dari semua penyebab kematian global). Tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas dari kegiatan Posbindu PTM Keliling Kampung dalam surveilans faktor risiko dan deteksi dini PTM. Metode: Potong lintang pada masyarakat RW 05 Kelurahan Kedaung Kaliangke, serta data penelitian di uji dengan uji Chi-square , Independent T-Test, dan Mann Whitney. Hasil Penelitian: 40 responden yang memenuhi kriteria penelitian. Tidak didapatkan perbedaan kejadian hipertensi (55% vs 60% ; p-value : 1,000), rata-rata TDS (138,25 (24,36) mmHg vs 144,45 (20,24) mmHg ; p-value : 0,394) dan rata-rata TDD (85 (68 - 132) mmHg vs 83 (58 - 105) mmHg ; p-value : 0,369) yang tidak bermakna antar 2 kelompok masyarakat yang tidak pernah ke posbindu dengan yang rutin ke posbindu. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum terskrining dari kegiatan Posbindu dan masih sangat memerlukan Posbindu Linpung untuk menjaring lebih banyak masyarakat untuk deteksi dini PTM. Kesimpulan: Posbindu Linpung terbukti efektif dalam menjaring kasus baru penyakit tidak menular (hipertensi dan obesitas) yang berada dalam masyarakat. Hal ini terbukti dari tidak terdapat perbedaan rerata tekanan darah dari kelompok populasi yang tidak pernah melakukan skrining dengan kelompok yang rutin melakukan skrining.
Hipertensi merupakan kondisi kronik dengan definisi peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan/atau diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan masalah global, di mana kurang lebih menyerang 1,13 miliar orang di dunia. Setiap peningkatan IMT akan meningkatkan risiko hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh IMT terhadap kejadian hipertensi dan klasifikasi tekanan darah pada penduduk usia produktif di Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan kuesioner, pengukuran tekanan darah, berat badan, dan tinggi badan. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian sebanyak 352 sampel, merupakan pekerja yang datang ke tempat pemeriksaan kesehatan di tempat kerjanya. Uji Anova yang dilanjutkan dengan Post Hoc Bonferroni dilakukan dalam studi tersebut. Hasilnya, terdapat pengaruh IMT terhadap kejadian hipertensi (p-value < 0,001), dan terdapat perbedaan IMT terutama pada kelompok tekanan darah optimal, dengan hipertensi derajat 1, dan derajat 2 (p-value< 0,001). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh IMT terhadap kejadian hipertensi dan terdapat perbedaan IMT yang signifikan antara kelompok dengan tekanan darah optimal, hipertensi derajat 1, dan derajat 2 (p-value< 0,001)
In 2006, the Indonesian Renal Registry (Pernefri) shows about 12,5% of people in Indonesia suffer from chronic kidney disease. The most common cause of chronic kidney disease in 2018 in Indonesia is 39% by renal hypertension and 22% by Diabetic Nephropathy. This cross-sectional study was conducted at "RT" Hospital in Jakarta from 2018 to 2019. The Independent variable in this research was comorbid hypertension and obedience treatment, whereas dependent variables were risk category for kidney deterioration progression and the causal relationship tested with Pearson Chi-Square and Fisher exact as an alternative test. The study included 26 respondents, with 17 (65.4%) patients having hypertension in diabetic nephropathy. Eighty percent of respondents who did not routinely seek treatment in the hypertension group had progression from kidney failure to the Deep Red (Highest Risk) category. Fisher Exact statistical test analysis in the group with a history of comorbidities in the form of hypertension found no significant relationship between non-routine treatment with the progression of chronic kidney failure in the Highest-Very Highest Risk category (p-value = 0.515). Still, a large risk was found in the non-group routine treatment with a chance of 1.33 (0.962 - 1.848) times to have the progression of chronic kidney failure in the category of Highest-Very Highest Risk. Can be concluded that controlling blood pressure and treatment proven to slow worsening kidney function in nephropathy diabetic, even though no significant relationship has been found due to lack of sample. Keywords: diabetic nephropathy; hypertension; prognosis AbstrakPerhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006 merilis data penderita gagal ginjal kronis di Indonesia sebesar 12,5%. Etiologi terbesar gagal ginjal kroniks menurut Indonesian Renal Registry tahun 2018 adalah penyakit ginjal hipertensi sebesar 39% dan nefropati diabetic sebesar 22%. Potong lintang pada pasien di RS”RT” Jakarta tahun 2018-2019. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komorbid hipertensi dan kepatuhan berobat, sedangkan variable tergantung dalam penelitian ini berupa kategori risiko progresifitas perburukan ginjal serta hubungan sebab akibat diuji dengan Peason Chi Square dan uji alternatif Fisher Exact Test. Penelitian berlangsung mengikutsertakan 26 responden, dengan prevalensi hipertensi pada pasien nefropati diabetik sebesar 17 (65,4%). Delapan puluh persen responden yang tidak rutin berobat pada kelompok hipertensi memiliki progresifitas penyakit gagal ginjal hingga kategori Deep Red (Highest Risk). Analisa uji statistik Fisher Exact pada kelompok dengan riwayat penyakit penyerta berupa hipertensi didapatkan tidak hubungan yang bermakna antara tidak rutin berobat dengan progresifitas penyakit gagal ginjal kronis kategori Highest-Very Highest Risk (p-value = 0,515) tetapi secara besar risiko didapatkan bahwa kelompok yang tidak rutin berobat memiliki risiko 1,33 (0,962 – 1,848) kali untuk memiliki progresifitas penyakit gagal ginjal kronis kategori Highest-Very Highest Risk. Dapat disimpulkan bahwa engontrol tekanan darah dan rutinitas berobat dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal akibat komplikasi lanjut dari nefropati diabetikum, walaupun belum didapatkan hubungan yang bermakan dikarenakan kurangnya besar sampel pada penelitian ini.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.