This article aims to analyze the inequality of geostationary orbits (GSO) utilization in world-system environment using World-systems Theory through qualitative-descriptive analysis. The high level of difficulty in mastering GSO technologies makes countries that do not have financial capacities and space capabilities inevitably use developed countries' GSO satellite products. Based on historical and conceptual approach of the World-systems Theory, the results of the analysis show that inequality of the utilization of GSO is caused by and impacts on the persistence as well as revision of relations among countries in a world-system environment. Class struggle is an action taken naturally by semi-peripheral and periphery countries, including Indonesia, to revise the world-system environment through enhancing autonomy and promote more equitable regulations in GSO utilization. AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pemanfaatan orbit geostasioner (GSO) dalam lingkungan sistem dunia dengan menggunakan Teori Sistem Dunia secara kualitatif-deskriptif. Tingginya tingkat kesulitan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan GSO membuat negara-negara yang tidak memiliki kemampuan finansial dan kapabilitas keantariksaan suka tak suka menggunakan produk-produk satelit GSO dari negara-negara maju. Berdasarkan pendekatan historis dan konseptual dari Teori Sistem Dunia, hasil analisis menunjukkan bahwa ketimpangan pemanfaatan GSO diakibatkan oleh dan berdampak pada persistensi maupun revisi hubungan antarnegara dalam lingkungan sistem dunia. Perjuangan kelas merupakan tindakan yang dilakukan secara alami oleh negara-negara semi-pinggiran dan pinggiran, termasuk Indonesia, untuk merevisi lingkungan sistem dunia dengan cara meningkatkan kemandirian dan mempromosikan pengaturan yang lebih adil dalam pemanfaatan GSO.
APSCO merupakan organisasi kerja sama multilateral keantariksaan yang dibentuk oleh delapan negara di Asia Pasifik pada tahun 2005 di Beijing, Tiongkok. Indonesia merupakan salah satu negara penandatangan Konvensi APSCO, namun sampai sekarang belum menjadi anggota karena belum meratifikasi Konvensi tersebut. Apabila Indonesia menjadi anggota APSCO maka setiap tahunnya Indonesia harus membayar kontribusi pendanaan dan tentunya akan menambah beban anggaran pemerintah Indonesia. Untuk itu harus dibuktikan bahwa dengan kontribusi yang dibayarkan tersebut dapat memberikan manfaat bagi pembangunan keantariksaan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Kajian ini bertujuan menganalis pentingnya APSCO bagi pembangunan keantariksaan yang dilihat tidak hanya menilai manfaat yang diperoleh dari sisi kontribusi pendanaan yang diberikan. Metoda yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif, dan dengan menggunakan perspektif politik, analisis menghasilkan bahwa secara politik dalam APSCO sangat penting bagi Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai wahana untuk promosi kemampuan Indonesia dalam aplikasi keantariksan kepada negara-negara anggota APSCO, dan memperoleh alih teknologi antariksa (peroketan) dari Tiongkok atau Iran melalui kegiatan atau program pengembangan teknologi antariksa, atau kegiatan pilihan lainnya yang disepakati bersama yang tidak terdapat dalam organisasi multilateral lainnya sejenis seperti APRSAF dan UNCSSTEAP.
MTCR adalah sebuah asosiasi non-traktat informal yang ditetapkan negara G-7 tahun 1987. MTCR bertujuan membatasi dan mengawasi alih teknologi yang dapat berperan dalam teknologi misil, WMD, dan teknologi guna ganda. Saat ini beranggotakan 34 negara, dan India bukan anggota MTCR, bahkan pada awalnya India menentang MTCR. Walaupun bukan negara anggota, India berhasil mengatasi hambatan alih teknologi dari MTCR, dan saat ini telah mempunyai kemampuan dalam teknologi wahana peluncur dan misil. Pada Juni 2015 India secara resmi mengajukan menjadi anggota MTCR. Kajian ini bertujuan menganalisis mengapa India dalam posisinya sekarang mengajukan menjadi anggota MTCR. Metoda yang digunakan ialah deskriptif yang menggambarkan MTCR, dinamika India dalam mencapai kemampuan teknologi antariksa. Dengan menggunakan konsep kepentingan nasional untuk keamanan, analisis menghasilkan bahwa alasan India mengajukan menjadi anggota MTCR ialah (i) MTCR menjadi platform penting untuk akses ke teknologi wahana peluncur dan misil, sehingga dapat memperkuat kemampuannya untuk kepentingan keamanan, (ii) turut serta dalam pengawasan penyebaran teknologi guna ganda yang apabila jatuh ke negara nakal dapat berimplikasi terhadap keamanan India, (iii) akan memperoleh kepercayaan dalam kerja sama dengan negara anggota dan non anggota MTCR untuk kepentingan keamanan negaranya, (iv) faktor dukungan AS dengan tujuan akhirnya meningkatkan dan memperbesar kekuatan keamanan India, (v) Faktor Tiongkok yang apabila menjadi anggota MTCR akan memberikan akses lebih besar untuk berpartisipasi dalam teknologi tinggi, dan perdagangan teknologi sensitif ke negara sekutu Tiongkok sehingga dapat mengancam keamanan India.
Aneksasi Semenanjung Krimea oleh Rusia pada awal tahun 2014 telah menimbulkan konflik politik internasional dan menjalar kepada ranah kerja sama ISS, setelah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan berbagai sanksi kepada Rusia. Kajian ini ditujukan untuk menganalisis dinamika kerja sama AS dan Rusia dalam stasiun antariksa internasional (ISS) terkait peristiwa aneksasi Crimea tahun 2014. Metoda deskriptif digunakan untuk menggambarkan peristiwa aneksasi Krimea oleh Rusia, dan dinamika kerja sama AS dan Rusia dalam ISS. Sedangkan analisis disajikan dengan menginterpretasikan fakta kerja sama ISS pasca aneksasi Krimea yang ditinjau dari aspek politik internasional, konsep kerja sama internasional dan kepentingan nasional. Analisis menyimpulkan bahwa faktor masih berlangsungnya kerja sama AS dan Rusia ialah (i) Secara politik sejak Perang Dingin kedua negara tersebut masih tetap mengejar kekuatan untuk saling mendominasi Kajian Kebijakan dan Informasi Kedirgantaraan dan mengontrol satu sama lain sebagaimana dinyatakan dalam kepentingan nasionalnya,(ii) Kerja sama ISS merupakan alat bagi kedua negara untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya masing-masing, sekalipun terdapat konflik politik pada level pemerintah (aktor) akibat aneksasi Krimea, (iii) AS dan Rusia menyadari bahwa kemampuan baik teknis maupun sumber daya sangat diperlukan untuk tetap menjamin bahwa ISS akan terus beroperasi tidak hanya untuk kepentingan kedua negara tetapi negara lainnya yang terlibat dalam ISS, (iv) Apabila kerja sama ISS ini gagal, maka secara politik AS sebagai negara yang dominan dalam kerja sama ISS ini akan menurun kredibilitasnya dalam arena internasional.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.