This article aims to analyze the inequality of geostationary orbits (GSO) utilization in world-system environment using World-systems Theory through qualitative-descriptive analysis. The high level of difficulty in mastering GSO technologies makes countries that do not have financial capacities and space capabilities inevitably use developed countries' GSO satellite products. Based on historical and conceptual approach of the World-systems Theory, the results of the analysis show that inequality of the utilization of GSO is caused by and impacts on the persistence as well as revision of relations among countries in a world-system environment. Class struggle is an action taken naturally by semi-peripheral and periphery countries, including Indonesia, to revise the world-system environment through enhancing autonomy and promote more equitable regulations in GSO utilization.
AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis ketimpangan pemanfaatan orbit geostasioner (GSO) dalam lingkungan sistem dunia dengan menggunakan Teori Sistem Dunia secara kualitatif-deskriptif. Tingginya tingkat kesulitan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan GSO membuat negara-negara yang tidak memiliki kemampuan finansial dan kapabilitas keantariksaan suka tak suka menggunakan produk-produk satelit GSO dari negara-negara maju. Berdasarkan pendekatan historis dan konseptual dari Teori Sistem Dunia, hasil analisis menunjukkan bahwa ketimpangan pemanfaatan GSO diakibatkan oleh dan berdampak pada persistensi maupun revisi hubungan antarnegara dalam lingkungan sistem dunia. Perjuangan kelas merupakan tindakan yang dilakukan secara alami oleh negara-negara semi-pinggiran dan pinggiran, termasuk Indonesia, untuk merevisi lingkungan sistem dunia dengan cara meningkatkan kemandirian dan mempromosikan pengaturan yang lebih adil dalam pemanfaatan GSO.
Perkembangan terkini pelaku dan kegiatan keantariksaan menimbulkan potensi ancaman terhadap kepentingan-kepentingan keamanan antariksa nasional hampir semua negara. Kehadiran Rekomendasi Group of Governmental Experts on Transparency and Confidence-Building Measures in Outer Space Activities (Rekomendasi GGE) di dalam sistem Persatuan Bangsa-Bangsa sebagai salah satu perangkat regulasi diharapkan dapat meningkatkan penjaminan keamanan antariksa. Makalah ini membahas perkembangan dan tanggapan negara-negara terhadap Rekomendasi GGE untuk menentukan posisi Indonesia terhadapnya. Makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian kajian kepustakaan (library research). Secara teoretis, makalah ini menggunakan perspektif neorealisme yang ada di dalam Studi Hubungan Internasional. Simpulan makalah ini merekomendasi Pemerintah Indonesia untuk mengumpulkan seluruh stakeholder kegiatan keantariksaan di Indonesia dalam rangka merumuskan tanggapan Indonesia terhadap Rekomendasi GGE.
Dinamika geopolitik kawasan Indo-Pasifik dipengaruhi juga oleh kerja sama dan persaingan antara Cina, Jepang, dan India di ranah antariksa. Indonesia yang berada di tengah kawasan geopolitik ini serta memiliki kepentingan nasional keantariksaan berada dalam situasi yang menguntungkan sekaligus menantang. Dengan menggunakan konsep pragmatic equidistance dan diplomasi antariksa, makalah ini membahas situasi diplomatik keantariksaan Indonesia dihadapkan pada tiga spacefaring nations kawasan. Makalah ini menyimpulkan bahwa Indonesia secara alamiah menjaga jarak dan mencoba mengambil manfaat dari kondisi ini, namun belum secara sistematis dan aktif menggunakan strategi yang komprehensif dalam menghadapi ketiganya demi kepentingan dan agenda keantariksaan nasionalnya sendiri.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.