Penelitian yang dilakukan adalah menjelaskan mengenai penggunaan quartz powder dalam reactive powder concrete (RPC) terutama pengaruhnya terhadap struktur mikro dan kuat tekan. Dalam desain campuran RPC, selain menentukan jumlah material yang digunakan, temperatur curingdivariasikan guna menjelaskan fungsi quartz powder. Perendaman, penguapan dan penguapan bertekanan tinggi merupakan teknik yang digunakan untuk melakukan variasi temperatur curing. Pengamatan struktur mikro dilakukan menggunakan difraksi sinar x (XRD) dan scaning electron microscopy (SEM). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa quartz powder dalam RPC memiliki peranan menurunkan tingkat workabilitas campuran, memicu terbentuknya C-S-H IV dan meningkatkan kuat tekan.
The columns of a building must be stronger than the beams. The aim of this study is to obtain the cause of the long-term deformation difference by shrinkage between the beams and columns of high performance concrete with compressive strength of 60 MPa. This research was done experimentally in Indonesia during 410 days. Specimens measuring 150 mm × 150 mm × 600 mm were used, 3 pieces for the beams and 2 pieces for the columns. Deformation was obtained by using an embedded vibrating wire strain gauge for each specimen. The difference of long-term deformation in columns and beams is in their autogenous deformation behavior. This is because during the autogenous phase, swelling abnormally occurs in the column before shrinkage occurs. The abnormal swelling is caused by the press of its own weight. This phenomenon does not occur in beams. In the age range of 1 to 200 days, the behavior of the beam deformation has a similar pattern to the deformation behavior of the column with a high deformation rate. After that, at 200-410 days, column deformation changes to a very slow deformation rate. Long-term deformation in columns is lower (64%) than in the beams at 410 days age.
ABSTRAKJembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api, ataupun jalan raya. Jembatan sering menjadi komponen kritis dari suatu ruas jalan,karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut. Jembatan memiliki banyak jenis berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi, dan tipe struktur. Salah satu jenis jembatan adalah suspension bridge, dimana gelagar jembatan digantung menggunakan hanger yang akan menyalurkan gaya melalui kabel utama yang kemudian disalurkan ke tanah lewat pondasi. Suspension bridge memiliki variasi dimana angkur jembatan tersebut diletakkan pada gelagar jembatan, jenis jembatan ini dinamakan self-anchored suspension bridge. Self-anchored suspension bridge adalah jembatan gantung yang pengangkurannya pada jembatannya sendiri. Tipe pengangkuran ini tidak bergantung pada kondisi tanah yang ada. Kabel utama akan diangkur di deck jembatan sehingga deck jembatan menerima gaya tekanan horizontal dari kabel utama. Gaya tekan horizontal ini menyebabkan resiko terjadinya tekuk global pada deck jembatan. Selain itu deck jembatan tetap harus menahan gaya vertikal dari kendaraan-kendaraan di atas. Program MIDAS CIVIL 2019 memiliki fitur untuk memodelkan serta menghitung gaya-gaya jembatan gantung secara detil. Maka dalam jurnal ini peneliti dengan program MIDAS CIVIL 2019 menganalisis gaya-gaya yang terjadi akibat kombinasi pembebanan ASD beban mati dan beban lalu lintas pada self-anchored suspension bridge dan membandingkan gaya-gaya tersebut pada suspension bridge dengan angkur luar.Kata kunci: jembatan gantung, self-anchored, kabel, hanger.
ABSTRAKTeknologi prategang sekarang ini sudah banyak diterapkan pada ruang lingkup teknik sipil seperti jembatan, struktur gedung, dan lain sebagainya. Faktor kunci utama dalam pembangunan struktur beton prategang terletak pada zona angkur nya. Zona angkur merupakan zona pada beton yang terjadi distribusi tegangan dari kabel prategang ke beton dimana pada zona ini gaya terpusat akibat prategang ditransfer melalui angkur ke beton lalu menyebar untuk mencapai lebih banyak distribusi tegangan linier diatas penampang dari balok pada suatu jarak dari angkur.Tegangan yang terjadi pada zona angkur dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga dimana bagian-bagian struktur zona angkur dibagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil, sehingga didapatkan analisis yang lebih akurat. Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa zona angkur pada daerah tekan menimbulkan tegangan tarik pada arah lateral sehingga tegangan tarik yang terjadi perlu diatasi dengan bursting steel. Bursting steel ini kemudian didesain dengan menggunakan pendekatan metode strut and tie. Strut and tie model adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mendesain discontinuity regions (D-regions) pada struktur beton bertulang atau prategang.Dengan metode ini aliran tegangan yang terjadi dapat digambarkan seperti rangka batang dengan mengansumsikan retakan sebagai tekan dan tulangan sebagai tarik. Pada daerah tepi balok juga terdapat tegangan tarik spalling yang perlu diatasi dengan tulangan spalling. Kata kunci: zona angkur, metode elemen hingga, bursting steel, strut and tie, spalling Pemodelan Zona Angkur Ganda dengan Metode Elemen Hingga dan Strut and Tie Model Silvia Stefany, et al. Gambar 3. Contoh pemodelan strut and tie Sumber: ACI 318, 2008:300
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.