This paper examines empirical facts of market failure and government failure toimprove people’s welfare; capitalism and neo-liberalism do not provide a spacefor states to implement policies for social justice. With regard to the failure of thewelfare state to bring the citizen to fair welfare, this paper offers the formulationof a welfare state based on Maqa>s}id Al-Shari>‘ah. This study employs Maqa>s}id Al-Shari>‘ah developed by Imam Al-Juwaini, Izzu al-Din bin ‘Abd al-Salam, AbuIshaq al-Shatibi and Al-Tahir Ibn ‘Ashur as the methodological framework.It formulates welfare state of maqa>s}id al-shari>‘ah, which is built through thefulfillment of the three levels of individual needs (citizens) (al-D}aru>ri>yah, alha>ji>yyah and al-tahsi>ni>yah; primary, secondary and suplementary rights), publicneeds (equal distribution; al-ha>jah al-‘ammah), protection or assurance (alismah),and law enforcement (al-fit}rah (order), equality (al-musa>wah), freedom(al-h}urri>yah), magnanimity (al-samh}ah)). The morality-spirituality-religiosity andtranscendence principles develop the formulation. The maqa>s}id al-shari>‘ahshould be the “soul” of every policies and rules or laws. The development ofthe formulation of welfare state based on Maqa>s}id al-Shari>‘ah will build Islamicman/religious man (citizen), who is prosperous spiritually and materially.Artikel ini mengkaji kenyataan empiris mengenai kegagalan pasar(market failure) dan kegagalan negara (government failure) dalam meningkatkankesejahteraan rakyat, kapitalisme dan neo-liberalisme tidak memberikantempat bagi negara untuk melakukan kebijakan demi keadilansosial. Berdasarkan kegagalan negara kesejahteraan menghantarkanwarga negara menuju kesejahteraan yang berkeadilan maka tulisan inimenawarkan formulasi negara kesejahteraaan berdasarkan Maqa>s}id al-Shari>‘ah. Kajian ini mempergunakan Maqa>s}id al-Shari>‘ah sebagai kerangkametodologis yang dikembang oleh Imam Al-Juwaini, Izzu al-Din bin‘Abd al-Salam, Abu Ishaq al-Shatibi dan Al-Tahir Ibn ‘Ashur. Kajian inimemformulasikan negara kesejahteraan berdasarkan maqa>s}id al-shari>‘ahyang dibangun melalui pemenuhan kebutuhan individu (warga negara)berdasarkan tingkatannya; al-D{aru>ri>yah, al-h}a>ji>yyah dan al-tah}si>ni>yah (hakprimer, sekunder dan suplementer), kebutuhan publik, (al-h}u>jah al-‘as}mmah) terealisasi pendistribusian yang merata, adanya proteksi atau jaminan(al-is}mah) dan tegaknya hukum melalui, al-fi>rah (ketertiban), equality(al-musa>wah) kesetaraan, freedom (al-h}uri>yah) kebebesan, magnanimity (alsamh}ah) toleransi. Formulasi tersebut dibangun dengan landasan moral-spritual - religius dan transendental. Menjadikannya “roh” pada setiapkebutuhan dalam membuat kebijakan, peraturan-peraturan atau perundang-undangan. Dengan terwujdnya formulasi negara kesejahteraaanberdasarkan Maqa>s}id al-Shari>‘ah akan melahirkan islamic man/manusiareligius/karakter (warga negara) yang beriman atau pribadi yang memilikikarakter, sejahtera secara batin (spritual) dan lahir (material).
Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana pembacaan kaum feminis terhadap hadis misoginis dalam sahih bukhari. Banyak Hadis yang dinilai misoginis oleh kalangan feminis terutama hadis yang berkaitan dengan kehidupan dan posisi perempuan yang terdapat dalam hadis sahih bukhari. Dalam kesempatan kali ini hadis yang diangkat adalah tentang mayoritas penghuni neraka adalah perempuan. Menurut kaum feminis, melihat lahirnya teks, hadis di atas berhasil memposisikan perempuan sebagai mayoritas penghuni neraka hanya karena melaknat dan mengingkari kebaikan laki-lakinya. Padahal fakta sekarang secara kuantitas penduduk bumi lebih didominasi oleh perempuan dari pada laki-laki. Dengan demikian, secara tidak langsung mengatakan bahwa mayoritas penduduk bumi adalah calon penghuni neraka. Mereka menambahkan, jika benar demikian, tentu perintah Allah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan tidak lagi berfungsi karena sudah dikecam sebagai ahli neraka. Faktanya, perempuan sekarang lebih banyak yang shalihah dari pada laki-laki. Apabila ada perempuan yang berlaku immoral tentu salah satu faktornya adalah laki-laki. Kasus PSK bisa diminimalisir bahkan dihilangkan apabila tidak ada laki-laki hidung belang. Kasus KDRT pun bisa dihindari apabila dari pihak laki-laki bisa menyadari peranannya. Dengan demikian, perempuan tidak bisa dipersalahkan sepihak, bahkan secara teologis diancam dengan neraka.
Indonesia is characterized by a plurality of values that inspire the formation of the state and its constitution. The democratization after the reformation made some religious communities desire to express their teachings openly. For instance, they desired to implement religious norms, resulting in laws and regional regulations with religious nuances. This study aimed to examine the convergence of Islamic norms and norms of other religions into positive law. It also intended to examine the prospects for converging these norms amid religious plurality. Using a historical and normative approach model, the practice of converging Islamic norms and norms of other religions was found from the formation to the promulgation of Law No. 1 of 1974 concerning Marriage. However, this law often receives judicial reviews, especially concerning interfaith marriages. The latest product of legislation relating to the application of religious norms into positive law is Aceh Qanun No. 6 of 2014 concerning Jinayat. The Qanun is interesting in the study of the convergence of norms of Islam and other religions in Indonesia. Although the formation and promulgation involved only followers of Islam, the Qanun accommodated the teachings of other religions. Therefore, non-Muslims prefer submitting to the Qanun rather than voting for the Criminal Code. These two examples show the prospect of converging open religious norms in various legislations.
Al-Ta‘āruḍ wa al-tarjīḥ is a methodology offered by al-Syāṭibī to overcome problems that often arise in fiqh issues faced by the people. This study is a descriptive literature study (library research) aims to determine how the concept of al-Ta‘āruḍ wa al-tarjīḥ offered, with fahm al-naṣṣ methods that exist in its al-Muwāfaqāt. To al-Syāṭibī, no at-ta‘āruḍ (contradiction) in texts but there is a contradiction among mujtahids (Muslim jurists) in understanding the texts. Then, the mujtahids (jurists) should not be in a hurry to do istinbāṭ al-ḥukm (taking out the law) which originated from the ẓāhir contradictory arguments. A depth and universal study toward contradictive postulates seems needed by mujtahid both using their precision and intelligence. Because of the precision and intelligence mujtahids are varying, it causes the appearance of a conflict between mujtahids in looking at the arguments. To find a solution to the problem, the offer is the use of tarjīḥ method, looking for the most powerful arguments, and then serving them as the basis to take a single istinbāṭ al-ḥukm.
Di berbagai negara, pajak menjadi salah satu unggulan bagi pemasukan keuangan negara. Negara-negara dengan pajak yang sangat tinggi menjadi negara yang sering kali muncul kasus-kasus penghindaran pajak, manipulasi dan upaya-upaya lain untuk mengurangi beban pajak. Dalam Islam disebut jarimah perpajakan. Dalam perspektif hukum Islam, jarimah perpajakan dapat diijtihadkan sanksi hukum yang tepat dengan melihat pada kasus yang telah terjadi dan kaidah-kaidah hukum yang dapat digunakan sebagai istinbat hukum. Secara garis besar, seluruh jarimah perpajakan dikategorikan sebagai jarimahta’zir, yakni kejahatan yang sanksi hukumnya diserahkan dan ditetapkan kepada pemerintah atau penyelenggara kekuaasaan negara di bidang legislatif dan yudikatif. Pengecualiannya dapat diterapkan pada kasus korupsi di sektor pajak. Jarimah ini dapat dimasukkan ke dalam jarimahsariqah yang had maksimalnya adalah potong tangan. Namun karena korupsi adalah kejahatan luar biasa dengan akibat buruk yang luar biasa pula, bisa jadi had(hudud) itu menjadi salah satu dari alternatif sanksi hukum, dan sanksi hukum maksimalnya bisa saja lebih besar dari itu, misalnya hukuman mati.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.