Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas penurunan produksi komoditas perkebunan. Perubahan iklim akibat pemanasan global berperan dalam memicu eksistensi OPT di alam. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan OPT. Perubahan ini dapat memengaruhi status OPT di lapangan. Isu munculnya hama baru Spodoptera frugiperda, penyakit Pestalotiopsis sp. pada karet, dan hama Pseudotheraptus sp. pada kelapa menjadi contoh OPT yang berkembang akibat adanya peran perubahan iklim global. Dengan demikian diperlukan informasi dan langkah antisipasi terhadap perubahan iklim yang terjadi untuk meminimalisir kerugian akibat serangan OPT tersebut. Adapun beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain membangun sistem peringatan dini, adanya kelembagaan yang tepat dan akurat, mengembangkan model tentang prediksi iklim dan OPT, serta penerapan sistem budidaya tanaman yang sehat dan diintegrasikan dalam teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu
Kumbang Brontispa longissima merusak atau menyerang pucuk kelapa terutama tanaman kelapa yang masih muda, sehingga mengakibatkan pucuk tanaman tidak dapat berkembang sempurna, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Penggunaan berbagai variasi aplikasi cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliae terbukti cukup efektif menekan serangan B. longissima. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh cendawan ini mulai banyak dipopulerkan sebagai alternatif formulasi cara baru. Tulisan ini bertujuan menguji efektivitas metabolit sekunder dalam mengendalikan hama kumbang janur kelapa (B. longissima) dan membandingkannya dengan suspensi murni spora Metarhizium spp. Metabolit sekunder diproduksi dengan metode perbanyakan agens hayati secara cair menggunakan media perbanyakan air cucian beras ditambah air kelapa. Serangga uji B. longgissima diambil dari lapangan dan dipisahkan di laboratorium menurut tahap perkembangannya (telur, larva, pupa dan imago). Pengamatan dilakukan di Laboratorium Lapangan BPTP Pontianak dengan Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Hasil pengujian menunjukkan perlakuan suspensi spora Metarhizium spp. dan formulasi metabolit sekunder Metarhizium spp. tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan. Suspensi spora Metarhizium spp. menyebabkan mortalitas serangga uji sebesar 55 % pada hari ke-6 setelah aplikasi, sedangkan formulasi metabolit sekunder Metarhizium spp. menyebabkan mortalitas 50 % pada hari ke-7.
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada yang disebabkan cendawan Phytophthora capsici merupakan penyakit penting yang dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 15% per tahun. Pemanfaatan agens hayati merupakan alternatif pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan penghambatan Gliocladium sp. terhadap P. capsici secara in vitro serta mengetahui kemampuannya sebagai dekomposer. Metode penelitian menggunakan metode dual culture antara Gliocladium sp. dengan P. capsici. Sementara itu, biokompos dibuat dengan bahan dasar serbuk gergaji-dedak dengan perbandingan 3:2 untuk mengetahui kemampuan Gliocladium sp. sebagai dekomposer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gliocladium sp. mampu menghambat pertumbuhan P. capsici dengan persentase penghambatan tertinggi sebesar 54,89% setelah lima hari inokulasi. Di sisi lain, Gliocladium juga mampu mendekomposisi dan tumbuh baik pada bahan organik berupa campuran serbuk gergaji-dedak
Root rot disease caused by the fungus Phytophthora capsici can cause up to 60% yield loss of pepper in West Kalimantan, which is spread across Singkawang, Bengkayang, Pontianak, Sintang, and Sekadau Regencies. Control of BPB chemically with fungicide is considered to be effective enough to suppress BPB both in vitro and in the field. This study aims to examine the effectiveness of several fungicide active ingredients that are widely used in BPB control, namely Chlorotalonil, Azoxystrobin, Mankozeb, and Phosphoric Acid. Efficacy tests were carried out on sample plant plots consisting of 25 sample trees for each treatment of the active ingredient of the fungicide. Fungicide application was carried out 3 times (2-week intervals) within 3 months. BPB attack intensity was calculated to obtain the Efficacy Level (TE) category of the active ingredients used. The fungicide with the active ingredient phosphite acid showed the highest efficacy level of 30.06%, while the active ingredients Azoxystrobin and Mankozeb had TE values of 29.01% and 28.23%, respectively. The lowest result was the function with the active ingredient Chlorotalonil with a TE percentage of only 4.13%.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.