Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang ke lateral yang melebihi 10 derajat. Tinjauan lapangan pada klinik dan rumah sakit di Indonesia menunjukan banyaknya kasus pasien Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) yang telah ditangani dengan penggunaan skoliosis brace. In-brace correction (IBR) merupakan cara menilai kualitas skoliosis brace secara cepat setelah brace dipasangkan kepada pasien dengan metode X-Ray dengan menggunakan brace. Akan tetapi, hasil IBR tersebut sering ditemukan berbeda dari satu pasien dengan yang lainnya sehingga dibutuhkan untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut. Oleh karena itu, tujuan pada penelitian ini adalah untuk menilai apakah terdapat hubungan antara tipe kurva dan besaran kurva terhadap IBR pada pasien AIS. Analisis retrospective sebanyak 120 data sekunder telah digunakan dalam penelitian ini melalui rekam medis pasien yang menggunakan scoliosis brace dari tahun 2016 - 2018. Data yang diambil berupa Cobb angle tanpa menggunakan brace, In-Brace Cobb angle, dan tipe kurva skoliosis. Rata-rata IBR adalah 56,0% pada besaran kurva ringan (20°-29°), 37,2% pada besaran kurva sedang (30° - 40°), 36,7% pada besaran kurva parah (>40°). Sedangkan, rata-rata IBR tertinggi adalah pada tipe kurva ganda dimana lumbar > thoraks yaitu sebesar 50,3%, lalu disusul dengan kurva tunggal thoraks dan kurva ganda thoraks > lumbar sebesar 40,3% dan 39,1% secara berurutan. terdapat perbedaan yang signifikan IBR bedasarkan Besaran Kurva dan Tipe Kurva pada pasien adolescent idiopatik skoliosis dengan p value 0,000 dan 0,029 secara berurutan. Dapat disimpulkan bahwa tipe dan besaran kurva scoliosis merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil IBR secara signifikan
Latar Belakang: Kondisi flatfoot pada anak dapat menyebabkan penurunan kemampuan mobilitas seperti keseimbangan sehingga risiko jatuh akan meningkat. Bahan Ethylene-Vinyl Acetate (EVA) sering digunakan dalam pembuatan custom-made insole (CMI) untuk pasien dengan fleksibel flatfoot. Namun, EVA di Indonesia sering dikeluhkan elastisitas dan durabilitasnya dalam meredam tekanan.Tujuan: Membandingkan CMI bahan neoprene dan EVA terhadap kenyamanan dan keseimbangan pada anak dengan fleksibel flatfoot.Metode: Desain studi cross over randomized. Sejumlah 15 partisipan (9 laki-laki dan 6 perempuan) dengan kondisi bilateral dennis grade 2–3 mendapatkan CMI dengan bahan EVA dan neoprene secara acak. Kenyamanan dengan Visual Analog Score (VAS) dan keseimbangan statis dengan one leg standing yang diukur sebelum dan sesudah partisipan tanpa dan dengan menggunakan CMI dengan bahan neoprene dan EVA selama 2 minggu. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan tanpa dan dengan menggunakan CMI dengan bahan neoprene maupun EVA (p<0,01). Berdasarkan analisis, terdapat perbedaan tingkat kenyamanan yang signifikan antara insole berbahan neoprene dan EVA (p=0,022). Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara CMI neoprene dan EVA dalam meningkatkan keseimbangan statis (p=0,195).Kesimpulan: CMI secara signifikan meningkatkan kenyamanan dan keseimbangan pada anak dengan fleksibel flatfoot. CMI neoprene secara signifikan meningkatkan kenyamanan dibandingkan EVA.
The knee-ankle-foot orthosis (KAFO) tool is commonly described for patients with a history of poliomyelitis and serves to improve gait and prevent degeneration of the knee joint. However, at present the effect of using knee ankle foot orthosis in monoplegia polio patients when walking has never been evaluated. The purpose of this study was to analyze biomechanical adaptation especially in spatiotemporal parameters and stability when the subjects walked with and without KAFO aids. Methods: Fifteen monoplegia subjects with poliomyelitis were tested with two gait analyzes (i.e. with and without KAFO aids). Spatiotemporal parameters were tested using the 10 Meter Walk Test (10MWT) instrument, while stability when running was tested with the Timed up and Go (TUG) test instrument. Data from the spatiotemporal parameters obtained were analyzed using paired T tests, and the McNemar test was used to analyze the stability variables while walking. Both analyzes will analyze differences in parameters tested when subjects are in line with and without KAFO tools. Significant level used is p <0.05. Results: The results showed that there were significant differences in spatiotemporal parameters and stability when subjects walked with and without KAFO aids. This tool increases spatiotemporal parameters and stability when the subject runs using KAFO compared to when they did not use orthosis at all. When the stance phase in the leg is paralysis, hyperextension in the knee and excessive flexion of the knee is reduced, while flexion in the hip joint increases. Walking stability increased in 60% of subjects when they used KAFO when walking. This study found that gait compensation was also reduced when subjects walked using KAFO, and through direct feedback the subject stated that walking using KAFO made them not easily tired and could go further.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.