Pasien yang mengalami nyeri akut, pengobatan untuk kecemasan sangat dibutuhkan, karena kecemasan sering meningkatkan persepsi rasa sakit, namun rasa sakit juga bisa menimbulkan rasa cemas. Kecemasan bisa menekan sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan gangguan penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas terapi murottal terhadap penurunan kecemasan post operasi open reduction and internal fixation (ORIF) pada pasien fraktur. Terapi yang digunakan untuk menurunkan kecemasan adalah memperdengarkan terapi murottal menggunakan Mp3 selama 15 menit tiap sesi, dan diberikan sebanyak 2 sesi dalam 2 hari. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental pre-post test. Pasien fraktur ekstremitas yang dijadwalkan dilakukan operasi ORIF, secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok dengan menggunakan bilangan acak yang dihasilkan komputer. Pengumpulan data menggunakan VASA (skala analog visual untuk kecemasan). Analisis data menggunakan uji mixed repeated ANOVA. Dari tabel uji multivariat didapatkan p-value = <0,001 (p <0,05), artinya ada perbedaan skor kecemasan antara kelompok murrotal dan kelompok kontrol. Berdasarkan uji dependent T- test, diketahui bahwa skor kecemasan pada pre-test dan post-test <0,001 (p <0,05), artinya setelah terapi murottal pada hari pertama dan kedua penelitian, skor kecemasan posttest menurun secara signifikan
Diabetes melitus is a metabolic disease characterized by high blood glucose levels in the body, caused by abnormalitized in insulin secretion. One of the non-pharmacological method to reduce blood sugar level is progressive muscle relaxation therapy. This study aims to identify the effect of progressive muscle relaxation techniques in lowering blood sugar. A literature review of studies of progressive muscle relaxation therapy in reducing blood sugar publishedin 2011-2020 was conducted. The average number of respondents was 26 male and female responden with and average age of 55-60. The results showed that progressive muscle relaxation therapy was able to control blood glucose among diabetic. This study concludes that progressive muscle relaxation therapy effectively reduce blood sugar levels in patients with diabetes melitus. The findings suggest that progressive muscle relaxation therapy can be used as non-pharmacological therapy to lower blood sugar levels.Keywords: Diabetes mellitus; Progressive muscle relaxation AbstrakDiabetes melitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang bermasalah pada sistem metabolik ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh dan disebabkan karena kelainan sekresi insulin. Pada pasien diabetes melitus akan mengalami peningkatan kadar gula darah dalam tubuh, salah satu cara non farmakologis yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus yaitu dengan terapi relaksasi otot progresif. Tujuan dari Karya Tulis Ilmiah ini yaitu untuk mengetahui gambaran dari pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus. Metode yang dilakukan dengan mencari tiga jurnal penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus terbit pada tahun 2011-2020. Hasil analisa karakteristik responden dari ketiga jurnal menunjukan jumlah responden rata-rata 26 responden laki-laki dan perempuan dengan usia rata-rata 55-60 tahun. Hasil yang didapatkan setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif kadar gula darah pasien menjadi terkontrol. Simpulan dari karya tulis ilmiah ini yaitu terapi relaksasi otot progresif efektif terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus. Saran bagi perawat atau penderita diabetes melitus terapi relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai terapi non farmakologis untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus. Kata kunci: Diabetes mellitus; Relaksasi Otot Progresif
Penyakit Diabetes Melitus merupakan 10 besar penyakit di Indonesia dimana penyakit ini kerap menyebabkan komplikasi berupan DNP dan ulkus kaki DM. Masalh lain yang muncul adalah beberapa penderita diabetes mellitus tidak paham bagaimana untuk deteksi dini gangguan DNP dan bagaimana tatalaksana mandiri yang dapat dilaksanakan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada kader agar dapat mengetahui dan mendemonstrasikan bagaiman cara melakukan deteksi dini terhadap DNP serta penatalaksanaan mandiri yang dapat dilakukan untuk menurunkan DNP. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai tindakan pencegahan ulkus kaki DM dengan deteksi dini DNP dan mengajarkan penatalaksanaan DNP secara mandiri. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, maka diperlukan pelatihan bagaimana melakukan deteksi dini, baik menggunakan monofilament test, DNS test dan lainnya, serta penatalaksanaan untuk mengurangi DNP menggunakan metode Buerger Allen Exercise. Pelaksanaan pendidikan dan pelatiahan diberikan kepada kader dan masyarakat aktif yang ada di wilayah Sapugarut. Pemberian materi dan pelatihan dengan metode ceramah diskusi disertai demontarasi dengan media power point dan alat monofilament, serta praktikum secara langsung dalam apliaksi deteksi dini dan pentalaksanaannya. Berdasarkan evaluasi akhir maka terdapat perbedaan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Sebelum pelatihan tingkat pengetahuan masyarakat rendah yaitu sebesar 76% dan sedang 24%. Kemudian setelah diberikan pendidikan dan pelatiahan pengkajian DNP dan intervensi BAE, tingkat pengetahuan peserta pelatihan sebesar 40% dan sedang 60%.
A stroke is an injury to the brain caused by a blockage obstruction of blood flow to the brain. Weakness in the limbs is often found in patients with strokes. Range Of Motion therapy may help to increase the muscle strength that is experencing weakness, avoiding complications from inactivity, such us contractions. This study aims to describe the effect of ROM Therapy in stroke patients with impaired physical mobility. The design of the scientific essay was a case study of two stroke clients who had msucle weakness. A research instrument is an obsevation sheet on the scale of the muscle strength. This case study was conducted for six days of ROM therapy with a frequency of twice a day.The case study result showed that two respondents experienced an increase in muscle strength after ROM therapy. This study concludes that ROM therapy may increase muscle strength among stroke patients. Stroke patient families are expected to assist and support the patient during Range Of Motion exercises.Keywords: Muscle weakness strength, Range Of Motion, Stroke. Abstrak Stroke merupakan keadaan cidera pada otak yang disebabkan sumbatan atau obstruksi aliran darah menuju otak. Kelemahan pada anggota gerak sering dijumpai pada pasien dengan stroke. Pemberian terapi Range Of Motionbermanfaat untuk meningkatkan kekuatan otot yang mengalami kelemahan, menghindari komplikasi akibat kurang gerak, seperti kontraktur. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penerapan terapi ROM pada pasien stroke dengan gangguan mobilitas fisik. Desain karya tulis ilmiah berupa studi kasus pada 2 klien stroke yang mengalami masalah kelemahan otot. Instrumen penelitian berupa lembar observasi mengenai skala kekuatan otot. Studi kasus ini dilakukan selama 6 hari dengan frekuensi 2 kali sehari dengan intervensi penerapan terapi Range Of Motion (ROM). Hasil studi kasus menunjukan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami kedua responden mengalami peningkatan kekuatan setelah dilakukan terapi ROM. Kesimpulan terapi Range Of Motion(ROM) dapat untuk mningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke. Saran bagi keluarga diharapkan keluarga untuk selalu melakukan pendampingan saat dilakukaSaran bagi keluarga diharapkan keluarga untuk selalu melakukan pendampingan saat dilakukan implementasi agar dapat menjadi supporting sistem bagi pasien dan dapat mengerti sehingga dapat membantu klien dalam melakukan latihan rentang gerak otot.Kata kunci: Kelemahan kekuatan otot, Range Of Motion, Stroke.
Pulmonary tuberculosis is a chronic bacterial infection by the bacillus Myobacterium tuberculosis. This disease causes the patient to cough with phlegm or coghing up blood, shortness of breath, chest pain, night sweats and decreased appetite. The purpose of this scientific paper is ti describe nursing care for pulmonary tuberculosis patients with ineffective airway clearance problems. This research uses a descriptive case study method with the subject of two pulmonary tuberculosis patients who experience ineffective airway clearance problems in Pelutan Pemalang Village. The chest physiotherapy and effetive coughing actions were carried out for three days, twice a day, morning and evening. The results showed that the effective chest physiotherapy and coughing were able to overcome the ineffectiveness of airway clearance. Therefore, it can be concluded that the effective chest and cough physiotherapy is considered effective against ineffective airway clearance in pulmonary tuberculosis patients. For this reason, nurses are expected to be able to provide effective chest and cough physiotherapy therapy to help overcome the ineffectiveness of airway clearance in pulmonary tuberculosis patients.Keywords: Effective Cough and Chest Physiotherapy, Ineffective Airway Clearing AbstrakTuberculosis paru merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh basil myobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebabkan pasien batuk disertai dahak atau batuk berdarah, sesak nafas, nyeri pada daerah dada, keringat pada malam hari dan penurunan nafsu makan. Tujuan dari Karya Tulis Ilmiah ini untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Rancangan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metode studi kasus deskriptif dengan subjek dua pasien tuberculosis paru yang mengalami masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Kelurahan Pelutan Pemalang, dilakukan tindakan fisioterapi dada dan batuk efektif dilakukan selama tiga hari dikerjakan dua kali sehari pagi dan sore. Hasil pemberian fisioterapi dada dan batuk efektif berhasil mampu mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Kesimpulan : fisioterapi dada dan batuk efektif dinilai efektif terhadap ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien tuberculosis paru. Untuk itu diharapkan perawat dapat memberikan terapi fisioterapi dada dan batuk efektif untuk membantu mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien tuberculosis paru.Kata kunci: Fisioterapi Dada dan Batuk Efektif, Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.