Kajian Stabilitas Struktur Candi Mendut ini sangat penting guna mengevaluasi kondisi stabilitas struktur bangunan Candi Mendut sehingga kelestariannya akan terjaga. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kajian ini meliputi analisis data monitoring pengukuran kemiringan dinding candi dan kerenggangan nat batu candi, eksakavasi/penggalian arkeologi dalam rangka melihat struktur pondasi bangunan candi, melakukan pengukuran penggelembungan dinding candi, analisis daya dukung tanah halaman, dan penelusuran foto-foto lama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, focus group discussion dan analisis data. Hasil kajian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis data monitoring pengukuran kemiringan dinding didapatkan hasil bahwa terjadi pergerakan kemiringan pada titik-titik pengamatan paling besar 4 detik. Sedangkan selama periode dua tahun ini terjadi penambahan kerenggangan nat batu candi berdasarkan data crackmeter yang dipasang pada nat batu. Berdasarkan ekskavasi ternyata struktur pondasi candi hanya terdiri dari satu lapis batu dan terdapat lapisan mortar sebagai penguat tanah pondasi. Perhitungan daya dukung tanah di halaman candi menunjukkan bahwa tanah di sekitar Candi Mendut masih baik untuk mendukung bangunan candi di atasnya. Besarnya penggembungan dinding candi sisi tenggara adalah maksimal 4 mm berdasarkan hasil pengukuran menggunakan 3D Laser Scanner. Sampai dengan saat ini belum ada pedoman tentang kemiringan dinding pada bangunan candi, sehingga perlu dibuat pedoman sehingga dapat menjadi perbandingan untuk pengukuran selanjutnya. Hasil penelusuran foto-foto lama Candi Mendut menunjukkan bahwa pemugaran pertama terdiri dari beberapa tahap, tidak ditemukan adanya foto pembongkaran total candi, dan ternyata di dalam struktur kaki candi terdapat struktur bata yang belum diketahui selama ini. Untuk menganalisis kondisi stabilitas struktur khususnya Candi Mendut, tentu saja kurang valid apabila hanya dilakukan dengan data selama tahun berjalan 2018, apalagi dengan keterbatasan data-data referensi tentang pemugaran sebelumnya. Data tahun 2018 ini akan menjadi baseline atau data dasar untuk kegiatan monitoring/pemantauan ke depan sehingga bisa didapatkan data periodik dan diketahui arah perkembangan stabilitas strukturnya.
Situs Candi Surowono yang lokasinya berada di alam terbuka sangat rentan terhadap kerusakan dan pelapukan. Salah satu penyebab kerusakan dan pelapukan batu andesit penyusun Candi Surowono adalah adanya mikroorganisme berupa lumut (moss) dan lumut kerak (lichen), mikroorganisme ini apabila tidak dikendalikan maka lama kelamaan akan menyebabkan degradasi kekuatan batu Candi Surowono. Salah satu upaya untuk pengendalian mikroorganisme ini digunakan bahan alam yaitu minyak atsiri sebagai alternatif pengganti bahan kimia yang selama ini dipakai. Keunggulan penggunaan bahan alam ini adalah selain bahannya yang mudah didapat juga ramah lingkungan dan tidak beracun. Minyak atsiri yang dipakai adalah sereh wangi, pala dan cengkeh. Pemakaiannya dalam bentuk emulsi yaitu dicampurkan dengan surfaktan (tween 80) dan akuades. Konsentrasi masing-masing emulsi minyak atsiri adalah 10%. Pengaplikasian bahan emulsi minyak atsiri dengan cara semprot (spray) pada permukaan batu andesit yang ditumbuhi mikroorganisme. Hasil pengaplikasian menunjukkan bahwa emulsi minyak atsiri sereh wangi dan cengkeh efektif untuk membersihkan lumut (moss), sedangkan untuk membersihkan lumut kerak (lichen) paling efektif menggunakan emulsi minyak atsiri cengkeh.
Latar belakang kajian efektivitas minyak atsiri sereh wangi sebagai bahan insektisida pada cagar budaya berbahan kertas ini adalah banyaknya arsip dokumen terutama dari kertas yang seringkali rusak dimakan hewan perusak kertas di tempat penyimpanan arsip dokumen. Penelitian ini memakai bahan insektisida alami yaitu dari tanaman sereh wangi yang ramah terhadap manusia dan lingkungan. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui efektivitas minyak atsiri sereh wangi dalam mencegah dan mematikan serangan rayap kayu kering yang menyerang dokumen arsip kertas. Metode penelitian yang digunakan adalah pengujian skala laboratorium. Bahan yang digunakan adalah minyak atsiri sereh wangi dan hewan uji berupa rayap kayu kering. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian efektivitas minyak atsiri sereh wangi sebagai bahan repellent/pengusir rayap, pengujian sebagai bahan insektisida/pembunuh rayap dan pengujian dampak minyak atsiri sereh wangi terhadap arsip dokumen kertas. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak atsiri dapat berfungsi sebagai bahan repellent dan insektisida bagi rayap kayu kering. Minyak atsiri sereh wangi efektif sebagai repellent/pengusir rayap kayu kering pada konsentrasi 85,9 mg/l. Efektifitas minyak atsiri sereh wangi sebagai bahan insektisida/membunuh rayap kayu kering dinyatakan dengan LC 50 yaitu pada konsentrasi 101,7 mg/l. selain itu tidak terdapat perubahan warna secara visual pada kertas/dokumen akibat bau/aroma minyak atsiri sereh wangi
Large ruminants, consisting of cattle and buffalo, have played an important role in human life from the past to the present. Information about the utilization of large ruminants was often found in inscriptions in ancient Java. Unfortunately, the diversity of these large ruminants was not described in detail. The reliefs of the temples can be used as a consideration in understanding the diversity of large ruminants based on the morphological characteristics carved in the reliefs. Borobudur Temple, a historical building from the 8th century AD which was rich in reliefs, can be used as a data source to find information about the diversity of the large ruminants in Java. The aims of this study was to find the diversity of the large ruminants in Java in the 8th century based on the reliefs at Borobudur Temple. The research was conducted by observing various large ruminant images contained in the reliefs of Borobudur Temple. The results of the observations were interpreted and clustered based on their morphological characteristics. The results showed that there were ten relief panels containing images of cattle and nine relief panels containing images of buffalo. Based on the observed morphological characteristics, it could be concluded that there was only one breed of cattle and buffalo, respectively zebu (Bos indicus) and wild buffalo (Bubalus arnee).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.