Hubungan budaya dan teologi dipahami secara beragam. Deskripsi budaya secara sempit telah membedakan dan memisahkannya dari teologi. Sebaliknya deskripsi teologi yang sempit juga mengesampingkan budaya. Tulisan ini bermaksud mendeskripsikan budaya dan teologi secara proporsional baik secara umum maupun alkitabiah. Kemudian mendeskripsikan korelasi antara budaya dan teologi serta menetapkan apa peran teologi terhadap budaya. Khususnya dalam konteks paradigma ’multikultur’ yang sarat dengan konflik antar etnis dan religi di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, bagaimana teologi berperan memberi alternatif solusi. Untuk itu diusulkan terbentuknya rancang bangun ’Teologi Multikultur’ yaitu suatu teologi yang didisain berbasis prinsipprinsip alkitab yang menjadi pedoman bagi orang kristen dalam membangun hubungan dengan orang lain yang berbeda etnis dan religi. Prinisp-prinsip tersebut bermaksud untukmempertemukan segala perbedaan dalam masyarakat pada tataran etis, yang didasarkan pada prinsip teologis.
Tema yang di bahas di sini adalah “Kristus Bagi Segala Bangsa” yang diangkat dari Injil Lukas 24:46-48. Tema ini sangat singkat. Namun empat kata dalam tema tersebut merupakan esensi dari sejarah dan masa depan kehidupan. Dunia sedang terus bergerak menuju titik akhirnya yang ditentukan oleh kebenaran tema ini. Secara esensial tema ini berbicara tentang kebenaran dasar dari hakikat Injil yaitu mengenai ‘teks’ dan ‘konteks’ Injil. Kristus adalah ‘teks’ yang tidak pernah berubah (unchangeable). Sedangkan ‘segala bangsa’ adalah ‘konteks’ yang sedang terus berubah (changeable). Mulanya tidak ada persoalan relasional antara teks dan konteks. Allah (baca: ‘teks’) menciptakan manusia (baca: ‘konteks) menurut gambar dan rupa-Nya (imago dei & similitudo dei) yang sungguh amat baik (Kej 1:26-27, 31). Keadaan asali manusia pertama yaitu Adam dan Hawa, sangatlah harmonis hubungannya dengan Allah, sesama, diri sendiri dan lingkungannya. Namun sayangnya manusia kemudian melanggar perintah Allah. Manusia tidak lagi mencapai sasaran yaitu tujuan Tuhan bagi diri mereka. Keadaan inilah yang disebut ‘Dosa’ yaitu keadaan terpisah dari Allah (Yes 59:1-2). Keterpisahan ini mengoyak keharmonisan relasi manusia dengan Allah, sesama, diri sendiri dan lingkungannya yang berujung maut (Rm 6:23). Melalui satu orang (Adam) dosa telah masuk ke dalam dunia yang membuat semua orang juga berdosa (Rm 5:15), tidak seorang pun yang benar (Rm 3:10) dan kehilangan kemuliaan Tuhan (Rm 3:23). Dosa pun makin beranak pinak membuat kecenderungan hati manusia hanya membuahkan kejahatan semata-mata (Kej 6:5). Terjadi permusuhan antara iblis dengan keturunan perempuan itu (Kej 3:15). Itulah tragedi tragis yang berkepanjangan di sepanjang kehidupan segala bangsa. ‘Keturunan’ (= tunggal) perempuan itu ialah ‘Kristus’ yang disebut sebagai ‘Adam yang akhir’ yang menghidupkan (I Kor. 15:22, 45). Melalui satu orang yaitu Adam, dosa telah masuk ke dalam dunia yang menjadikan semua orang berdosa. Melalui satu orang juga yaitu Yesus Kristus, semua orang berdosa beroleh jalan keselamatan.
Diversitas humanitas mesti dipandang sebagai kreatifitas Allah yang patut dihargai sebagaimana Allah menghargainya sebagai gambar dan rupa-Nya sendiri. Diskriminasi humanitas justru bukti sikap antagonis terhadap otoritas penciptanya. Radikalisme doktrin yang melulu berorientasi pada kebenaran vertikal harus dibarengi dengan pemahaman horisontalnya. Kebenaran sejati justru menjadi utuh ketika kedua aspek tersebut diposisikan secara proporsional. Perbedaan bukan alasan untuk saling melawan dan menghancurkan, karena kasih kepada Tuhan dan sesama bukanlah kebenaran yang dapat dipisahkan sama sekali. Allah sendiri telah berbuat baik kepada semua orang sesuai hakikat Diri-Nya sendiri sebagai Pencipta segalanya. Allah juga menghendaki agar manusia, yang telah diciptakan dalam gambar dan rupa-Nya, saling melakukan perbuatan baik. Semua manusia memiliki tanggung jawab bersama selama kehidupannya di dunia ini, sehingga dibutuhkan solidaritas dengan sesama. Melalui interaksi yang baik justru dimungkinkan adanya point of contact bagi Injil, sehingga dapat terjadi transformasi kesadaran terhadap hakikat kebenaran Injil yang meresap ke segala aspek hidup manusia seperti garam mengasinkan dunia yang tawar (Mat 5:13). Teologi Multikultural melandasi sikap Kristen untuk berelasi dengan semua orang dalam segala bentuk perbedaannya tanpa kehilangan jati diri (keunikan) kekristenannya.
This research aims to create a harmonious relationship among different religions in Indonesia. This aim is reached through reconstructing a multicultural theology based on biblical understanding. The multicultural theology is a biblical principle that be constructed in balancing between Old Testament and New Testament, between general revelation and special revelation. By exposing the general revelation based on theocentric dimension, we found general principles about how to make a good relationship among people in their differences, according to God’s perspective. At the same time, multicultural theology also exposes particular revelation principles centered upon the Christocentric dimension. This research is a qualitative study with a library approach. Data is analyzed by interpretation, critical thinking, and truth and healthy consideration based on the primary source. We found a Christian value to be a foundation to make the relationship in harmony with other people. For this purpose we are proposing a theological framework designed from Biblical principles, covering the following: (1) Cultural Mandate, (2) Human Nature, (3) Theological principles: God’s Sovereignty, God’s Providence and God’s Justice, (4) Incarnation, (5) Universal Soteriology (6) Present Theocracy, (7) Church Nature and (8) Eschatological Multiculture. Christian leaders are central people that must create a relationship with other people in harmony. Through this way, the Christian leaders can engage the religious radicalism by doing good things and togetherness in social work.
MISI TRANSFORMATIF di TENGAH TANTANGAN GEREJA
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.