<div><p>ABSTRAK</p><p>Keterbatasan lahan pertanian mendorong masyarakat/ petani membuka lahan baru di kawasan hutan, dengan cara menebang dan membongkar tanaman hutan serta membakar sisa-sisa tanaman dan semak belukar, akibatnya lahan menjadi kritis. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penerapan sistem agroforestri berbasis kopi. Agroforestri berbasis kopi yang sudah dikembangkan petani berperan dalam : (1) Konservasi lahan, air dan keanekaragaman hayati, (2) Penambahan unsur hara lahan, (3) Pengendalian iklim mikro, (4) Penambahan cadangan karbon (5) Menekan serangan hama dan penyakit dan (6) Peningkatan pendapatan petani. Agroforestri berbasis kopi telah dipraktekkan oleh petani pada berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya di Lampung Barat (pola hutan kemasyarakatan dan hutan desa), Jawa Barat dan Jawa Tengah (pola pengelolaan hutan bersama masyarakat). Tantangan/masalah yang dijumpai pada agroforestri berbasis kopi diantaranya (1) Tingkat pengetahun petani tentang budidaya agroforestri berbasis kopi yang masih rendah, (2) Terbatasnya modal usaha dan (3) Ketidakpastian status lahan usaha. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilalukan melalui pelatihan dan pendampingan teknologi budidaya, bantuan modal usaha dan kepastian hukum status lahan. Pengembangan agroforesti berbasis kopi diarahkan pada dikawasan hutan milik Perum Perhutani, hutan kemasyarakan (HKm) dan hutan desa (HD) yang luasnya masing-masing 2.250.172; 2.500.000 dan 500.000 ha. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran agroforestri berbasis kopi terhadap lingkungan, dan ekonomi petani serta prospek pengembangannya di Indonesia.<br />Kata kunci: Tanaman kopi, agroforestri, tanaman penaung, lingkungan, pendapatan, pengembangan<br /><br />ABSTRACT<br />Prospects of Agroforestry Development Based on Coffee in Indonesia</p><p>Limitations of agricultural land to encourage people/ farmers open up new land in forest areas, by felling tree forests and forcing open plants and burning the remains of plants and shrubs as a result of land being serious critical. One effort to over come the problem is through the implementation of a coffee-based agroforestry systems. Role-based on agroforestry coffee farmers that have been developed, by farmers involve on (1) Conserve land, water and biodiversity, (2) Add of nutrients lands, (3) Control of microclimate, (4) Add of carbon stocks (5) Suppress pests and diseases, and (6) Enhancement to the income of farmers. Coffee-based agroforestry has been practiced by farmers in various regions in Indonesia, including in West Lampung (patterns of community forestry and forest villages), West Java and Central Java (forest management with communities). Challenge/problems encountered in the coffee-based agroforestry include (1) The level of knowledge of farmers on the cultivation of coffee-based agroforestry still low, (2) Lack of venture capital and (3) The uncertainty of the status of business land. Efforts to overcome these problems can through training and mentoring cultivation technology, venture capital assistance and legal certainty of land status. Development direction of coffee-based agroforestry can be done conduct of region-owned Perum Perhutani, community forestry (CF) and village forest (VF) which covers each 2.250.172; 2.500.000 and 500.000 ha. This paper aims to identify the role of coffee-based agroforestry on the environment, and the economy of farmers and development prospect in Indonesia.<br />Keywords: Coffee sp., agroforestry, shade plants, environment, income, development</p></div>
ABSTRAKKopi Robusta Indonesia memiliki agroklimat dan elevasi tempat yang variatif serta lebih luas sehingga berpotensi sebagai penghasil kopi Robusta yang bermutu tinggi dengan citarasa dan aroma khas. Penelitian telah dilaksanakan di perkebunan rakyat Provinsi Lampung dari bulan Januari hingga Desember 2013. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh elevasi dan pengolahan terhadap kandungan kimia serta citarasa kopi Robusta di perkebunan kopi Robusta milik rakyat di Provinsi Lampung. Penelitian menggunakan metode survey dan analisis datanya mengikuti Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah empat ketinggian tempat, yaitu (1) 200; (2) 400; (3) 600 dan (4) 800 m dpl, sedangkan faktor kedua pengolahan buah kopi, yaitu (1) basah dan (2) kering. Parameter yang diamati meliputi pengujian kadar kafein, protein, lemak, dan abu serta uji organoleptik (cupping test). Hasil penelitian mendapatkan bahwa makin tinggi elevasi tempat tumbuh kopi Robusta di daerah Lampung maka kadar kafein dan lemak cenderung semakin meningkat. Selanjutnya, proses pengolahan kopi secara basah menghasilkan mutu citarasa kopi Robusta Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan secara kering.
ABSTRAKKabupaten Garut merupakan salah satu daerah penghasil kopi Arabika yang mempunyai citarasa dan aroma khas dan berpotensi menjadi kopi spesialti. Penelitian bertujuan mengetahui atribut kualitas kopi Arabika Garut pada tiga ketinggian tempat yang berbeda. Percobaan dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di wilayah Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan April sampai Oktober 2014. Sampel buah kopi Arabika yang sudah matang fisiologis (berwarna merah) diambil dari tiga ketinggian tempat yang berbeda, yaitu A = 1.200 m di atas permukaan laut (dpl) (Desa Simpang, Kecamatan Taraju), B = 1.400 m dpl (Desa Margamulya, Kecamatan Cikandang), dan C = 1.600 m dpl (Desa Kramatwangi, Kecamatan Cisurupan). Buah kopi selanjutnya diproses menggunakan prosedur olah basah. Biji kopi beras hasil olah basah kemudian digunakan untuk analisis kandungan protein, kafein, lemak, dan abu (dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi) serta pengujian organoleptik (cupping test) (dilaksanakan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember). Atribut citarasa yang dinilai meliputi aroma (bau aroma saat diseduh), flavor (rasa di lidah), body (kekentalan), acidity (keasaman), aftertaste (rasa yang tertinggal dimulut), sweetness (rasa manis), balance (aspek keseimbangan rasa), clean cup (kesan rasa umum), uniformity (adanya keseragaman rasa dari tiap cangkir), dan overall (aspek rasa keseluruhan). Hasil analisis memperlihatkan bahwa total skor citarasa kopi Arabika, yang ditanam pada tiga ketinggian tempat berbeda di daerah Garut, adalah 81,25-83,00 (memenuhi kriteria sebagai kopi spesialti). Kopi Arabika yang ditanam pada ketinggian 1.600 m dpl mempunyai kandungan protein, kafein, lemak, dan abu serta total skor citarasa paling tinggi dengan karakter spicy, strong fragrance, dan chocolaty. Kata kunci: Kopi Arabika, ketinggian tempat, citarasa, spesialti ABSTRACT Garut is one of producing areas of Arabica coffee that has a distinctive flavor and aroma, which could potentially be a specialty coffee. The objective of this study was to determine the quality attributes of Arabica coffee grown at three different altitudes. The experiment was conducted at smallholder coffee plantations in Garut, West Java Province from April to October 2014. Arabica coffee that ripen physiologically (red color), which were used as sample in this study, were harvested from three different growing altitudes: A = 1,200 m above sea level (Simpang Village, Tarajuk Sub-District), B = 1,400 m above sea level (Margamulya Village, Cikandang Sub-District), and C = 1,600 m above sea level (Kramatwangi Village, Cisurupan Sub-District). Coffee berries were subsequently processed using wet processing procedure. Green beans resulted from those wet processing were then subjected to analysis of protein, caffeine, lipid, and ash content (conducted at Integrated Laboratory of Indonesian Industrial and Berverage Crops Research Institute)
ABSTRAKKetinggian tempat mempengaruhi unsur-unsur iklim yang akan berdampak terhadap sifat kimia tanah. Pertumbuhan, produktivitas, mutu, dan citarasa kopi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya sifat kimia tanah. Tujuan penelitian adalah menganalisis korelasi antara ketinggian tempat, sifat kimia tanah, dan mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan di dataran tinggi Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, mulai bulan April sampai Agustus 2014. Penelitian menggunakan metode survei dengan pemilihan lokasi dan ketinggian tempat secara purposive serta pengambilan sampel tanah dan biji kopi secara acak di masing-masing lokasi. Parameter yang diamati adalah sifat kimia tanah, persentase biji normal, dan berat biji kopi Arabika pada ketinggian tempat 1.000-1.600 m dpl. Data dianalisis menggunakan korelasi. Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang nyata antara ketinggian tempat dengan beberapa sifat kimia tanah dan mutu fisik biji kopi Arabika di dataran tinggi Garut. Semakin tinggi tempat maka semakin meningkat pula sifat kimia tanah seperti pH, C-organik, N-total, Na, dan KTK, tetapi sebaliknya untuk P 2 O 5 total. Meningkatnya tinggi tempat dan beberapa sifat kimia tanah tersebut seiring dengan meningkatnya pula persentase biji normal dan berat 100 biji kopi Arabika.
<em>Coffee "Sidodadi" is the Robusta coffee clone, selected by farmers, widely developed in the Bengkulu region. The clones are distributed at different altitudes, i.e. 600, 900, and 1,200 m asl and presumably have different phenotyphic expression due to different growth environment. This study aimed to determine the influence of altitudes on the phenotypic expression of coffee "Sidodadi". The study was conducted at (1) 600 m asl (Sukarami subdistrict, Bermani Ulu district, Curup Regency), (2) 900 m asl (Airsempiang subdistrict, Kabawetan district, Kapahiang Regency), and (3) 1,200 m asl (Airles subdistrict, Muara Kemumuh District, Kapahiang Regency), from January 2014 to October 2015 with a survey method. A total of 5 trees were randomly assigned to each experimental unit and each was repeated 5 times. Phenotypic characters observed including vegetative morphology and yield components (data obtained using the difference test of two average t-Students on the 5% level), caffeine content, and cupping-test score. The sample of coffee beans used was 500 g with a water content of 10%–10.9% taken at three different altitudes. The results showed a significant effect of altitude on vegetative growth and yield components of "Sidodadi" Robusta coffee. Altitude of 1.200 m asl produces vegetative, generative, and higher-yielding coffee yields, but with lower caffeine content than those grown at 600 and 900 m asl. Meanwhile, the best flavor quality with a score of 85.25 is indicated by "Sidodadi" Robusta coffee grown at an altitude of 900 m asl which delivered high body, long aftertaste, dark chocolate aroma, and caramelly flavor.</em>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.