Latar Belakang: Nyeri pasca bedah adalah nyeri akut yang diawali oleh kerusakan jaringan akibat tindakan pembedahan. Dalam keadaan nyeri, kadar β endorfin meningkat dan mensupresi makrofag sehingga aktifitas makrofag yang dipengaruhi oleh IFN γ menurun sehingga mengganggu penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada umumnya dibagi atas beberapa fase yang masing-masing saling berkaitan yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Kolagen adalah komponen kunci pada fase dari penyembuhan luka. Infiltrasi anestetik lokal seperti ropivakain mengurangi intensitas nyeri dengan menghambat jalur transmisi impuls nyeri, sehingga menurunkan sekresi hormon glukokortikoid dan menghilangkan salah satu faktor penghambat penyembuhan luka. Tujuan : Membuktikan pengaruh pemberian infiltrasi anestetik lokal Ropivakain terhadap tampilan kolagen pada luka operasi tikus Wistar. Metode: Dilakukan penelitian eksperimental dengan desain Randomized Post Test Only Control Group. Sebanyak 15 ekor tikus wistar dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok K sebagai kontrol, Kelompok P1 diberi luka insisi dan infiltrasi Nacl 0,9% disekitar luka, Kelompok P2 diberi luka insisi dan infiltrasi Ropivakain disekitar luka. Ketiga kelompok diambil sampel dari jaringan luka pada hari ke 5 kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk menilai kepadatan kolagen. Distribusi data diuji dengan Shapiro Wilk. Dilanjutkan dengan Uji beda Kruskal Wallis dan Mann Whitney. Hasil: Hasil uji Kruskal Walis kepadatan kolagen pada ketiga kelompok didapatkan nilai P = 0,07. Hasil Uji Mann Whitney P1 terhadap P2 nilai p= 0,011, P1 terhadap kontrol nilai p= 0,008, P2 terhadap kontrol nilai p = 0,242. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna kepadatan kolagen jaringan luka yang diberi infiltrasi Ropivakain dibandingkan yang tidak diberi infiltrasi Ropivakain.
Rasa nyeri (nosisepsi) merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindungi badan kita dan dilain pihak merupakan suatu siksaan. Nyeri juga mempunyai makna praktis yang jelas. Nyeri memperingatkan kita akan bahaya; nyeri dapat membantu diagnosis; kadang-kadang dapat menunjang penyembuhan dengan pembatasan gerakan dan menunjang imobilisasi bagian yang cedera. Terdapat sejumlah substansi yang secara farmakologis dapat digunakan sebagai “analgesik” untuk meredakan nyeri pada penderita yang sadar tanpa menimbulkan penurunan daya ingat total seperti pada anestesi umum. Substansi yang secara farmakologis dapat digunakan sebagai analgesik tersebut tetap merujuk pada konsep analgesia multi modal. Konsep analgesia multi modal ini merujuk pada perjalanan nyeri nosisepsi dimana digunakan NSAID pada proses transduksi, anestetik lokal pada proses transmisi dan opioid pada proses modulasi dan persepsi. Dimana keuntungan dari pada analgesia multimodal ini adalah didapatkan efek analgesi yang lebih tinggi tanpa meningkatkan efek samping dibandingkan peningkatan dosis pada pemberian analgesia tunggal.
Latar belakang: Bedah jantung terbuka merupakan salah satu jenis operasi dengan trauma yang cukup besar, dalam pelaksanaannya menggunakan mesin jantung paru. Penggunaan mesin jantung paru menyebabkan respon inflamasi yang besar dan ditandai dengan leukositosis (neutrophil). Salah satu cara untuk mengurangi produksi neutrophil ini dengan menggunakan dexamethason, ada beberapa teknik pemberian deksametason diantaranya cara premedikasi dan priming.Tujuan: Membandingkan dexamethason 1 mg/kgBB sebagai premedikasi dan dexamethason 1 mg/kgBB saat priming terhadap jumlah neutrofil post CPB pada operasi jantung.Metode: Penelitian ini merupakan percobaan klinik secara acak yang mengikut sertakan 18 pasien bedah jantung ganti katup dengan general anestesi dan menggunakan mesin jantung paru. Sampel dibagi 2, antara pemberian deksametason teknik premedikasi dan teknik priming. Kelompok premedikasi mendapatkan deksametason 1 mg/kgbb setelah induksi, kelompok priming mendapatkan deksametason 1 mg/kgbb pada mesin jantung paru. Dengan membandingkan jumlah neutrophil pada masing-masing teknik antara preoperasi dan postoperasi.Hasil: pada penelitian ini didapatkan penurunan produksi neutrophil batang untuk teknik premedikasi dengan (p = 0,048) dan terjadi peningkatan neutrophil batang pada teknik priming (p = 0,012). Namun pada pemeriksaan neutrophil segmen terjadi peningkatan yang tidak bermakna untuk teknik premedikasi (p = 0,086) dan peningkatan yang bermakna untuk neutrophil segmen untung teknik priming (p = 0,012).Simpulan: Pemberian dexamethasone 1 mg/kgbb dengan teknik premedikasi terbukti menurunkan jumlah neutrophil batang pada pemeriksaan paska operasi bila dibandingkan pemberian dengan teknik priming. Namun tidak terbukti pada jumlah neutrophil segmen.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.