Toxicity of extracellular products (ECP) and intracellular components (ICC) of Edwardsiella tarda was tested in the Japanese eel Anguilla japonica and the Japanese (olive) flounder Paralichthys olivaceus. Virulent E . tarda strains belonging to serotype A produced a heat-labile substance which was lethal to these fishes . Toxicity to Japanese eels was detected in the ECP of a representative E. tarda strain (NUF251) at late growth stages (72-120 h postincubation) in a culture on cellophane-overlaid agar media. The optimum incubation temperature for the production of toxic ECP in the NUF251 strain was 25-30°C. The lethal toxin was also found in the ICC throughout the incubation period (24-120 h), suggesting that the substance is released after cell lysis. The susceptibility of Japanese flounder to the toxin was approximately 15 times higher than that of Japanese eel. The susceptibility to live E . tarda (NUF251) was much higher in the flounder than in the eel; the LD50 (dose lethal to 50% of the test fish) was 10 1.1 colony-forming units (CFU) and 10 6 .°C FU per 10 g of body weight, respectively . These results suggest that the toxin plays an important role in the virulence of E. tarda.
Ikan nila merupakan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Permintaan pasar akan ikan nila mengalami kenaikan setiap tahunnya, sehingga produksi ikan nila perlu ditingkatkan lagi, terutama pada proses pembesaran ikan nila. Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah mengetahui secara langsung tentang teknik pembesaran secara semi-intesif pada ikan nila (Oreochromis niloticus) di Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT) Pandaan, Jawa Timur dan mengetahui permasalahan yang terjadi dalam teknik pembesaran secara semi-intensif pada ikan nila (Oreochromis niloticus) di Instalasi Budidaya Air Tawar (IBAT) Pandaan, Jawa Timur. Kegiatan pembesaran ikan nila meliputi persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan. Persiapan kolam meliputi pengeringan tanah, pembalikan tanah, pengapuran, dan pengisian air. Pengeringan dilakukan selama 1-2 minggu atau tergantung cuaca hingga tanah tampak retak. Pembalikan tanah dilakukan setelah tanah kering dan dicangkul dengan kedalaman 5-10 cm. Pengapuran dilakukan dengan menggunakan kapur dolomit dengan dosis 70 gram per m2 dan dibiarkan hingga 2 hari. Kemudian kolam diisi dengan air hingga mencapai ketinggian 50- 60 cm.Benih yang ditebar di kolam pembesaran memiliki ukuran 3-5 cm dengan padat tebar 30-50 ekor per m2. Dosis pakan yang diberikan sebanyak 3% dari total berat ikan nila. Selama kegiatan Praktek Kerja Lapang tidak ditemukan ikan yang terkena penyakit, namun ditemukan beberapa hama di kolam yang berupa siput air. Kualitas air yang diukur terdiri dari dissolved oxygen atau oksigen terlarut, suhu, pH, dan kecerahan. Kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,00-6,50 mg/L, suhu antara 27-30oC, pH 6,0-6,5, dan kecerahan 31 cm. Untuk mengetahui pertumbuhan ikan nila, dilakukan sampling setiap minggunya dengan mengukur panjang dan berat ikan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.