Latar belakang. Pola defekasi bayi khas dan pada umur 6–12 bulan terjadi peralihan pola defekasi.Gangguan pola defekasi pada rentang umur ini dapat menyebabkan konstipasi fungsional dan diare kronikdi kemudian hari. Gangguan pola defekasi dapat berhubungan dengan gizi buruk dan penurunan beratbadan (BB) serta persepsi ibu.Tujuan. Mengetahui pola defekasi bayi umur 7–12 bulan dan hubungannya dengan gizi buruk dan penurunanBB, serta persepsi ibu.Metode. Penelitian potong lintang terhadap bayi umur 7-12 bulan yang datang ke Puskesmas dan Posyandudi kota Palembang pada bulan April sampai September 2009. Pola defekasi meliputi frekuensi defekasi,konsistensi feses (berdasarkan Bristol Stool Scale), dan warna feses. Gangguan pola defekasi meliputi kriteriadifinisi diare dan batasan konstipasi.Hasil. Subjek penelitian 303 bayi. Rerata frekuensi defeksi 1,63 kali perhari (95%KI=1,56-1,70). Konsistensilunak (tipe 3-5) 177 subjek (54,4%), keras (tipe 1,2) 70 subjek (23,1%), dan seperti bubur (tipe 6) 56 subjek(18,5%). Sesuai batasan diare, 11 subjek (3,6%), dan konstipasi 7 subjek (2,3%). Gangguan pola defekasiberhubungan dengan persepsi ibu (p=0,00, OR:95%KI: 6,55:2,41-17,85), tetapi tidak dengan gizi burukdan penurunan BB (p=0,72, OR:95%KI 1,26:0,35-4,56).Kesimpulan. Gangguan pola defekasi bayi umur 7-12 bulan terjadi pada 5,9%, 3,6% sesuai dengan diaremenurut WHO, dan 2,3% sesuai batasan konstipasi. Gangguan pola defekasi tidak berhubungan dengangizi buruk atau penurunan berat badan, namun berhubungan dengan persepsi ibu.
Background. The drugs that are often given to children with GERD are stomach acidsuppressants, namely the H2 receptor antagonist and proton pump inhibitor (PPI) classof drugs, but the effectiveness of the two drugs is still controversial. Objective. Toevaluate the use of PPIs and H2 RA in children with GERD through evidence-basedcase studies. Methods. Systematic search for literature using the search instrumentPUBMED, Cochrane, Google Scholar, Pediatrica Indonesiana, and Sari Pediatri.Searches included systematic review articles, randomized controlled clinical trials andcohort studies. Abstract only studies, non-clinical evaluation results, and case reportswere excluded. Results. The study was obtained from three RCT studies comparingthe effectiveness of omeprazole and ranitidine in the treatment of GERD, all of whichhave differences. Azizollahi et al demonstrated that after 2 weeks of standard doses ofomeprazole or ranitidine there was a comparable significant improvement. Ummarinoet al demonstrated that omeprazole was significantly better than high-dose ranitidine.Cucchiara et al (1993) showed that high doses of ranitidine were as good as omeprazole.Another study by Pfefferkorn et al showed no significant effect on the addition ofomeprazole therapy combined with ranitidine in preventing the incidence of NAB. Astudy by Boccia et al comparing omeprazole, ranitidine, and non-therapy, found verylow relapse rates. Conclusion. Evidence regarding the use of ranitidine versusomeprazole in infants and children is lacking. Based on one study specifically in theinfant age group, omeprazole and ranitidine were of comparable effectiveness. A higherdose of ranitidine may have a better effect. In terms of complete symptom relief,omeprazole is likely to be superior to ranitidine.
Background Distinguishing rotavirus from non-rotavirus diarrhea
Latar belakang. Pemberian cairan rehidrasi parenteral dapat mengatasi gangguan natrium (Na) dan kalium(K) plasma pada anak dengan diare. Status nutrisi dapat mempengaruhi perbaikan gangguan Na dan Kplasma saat rehidrasi. Respon perbaikan kadar Na dan K plasma pada anak diare dengan status nutrisikurang dan buruk (NKB) berbeda dengan anak status nutrisi baik (NB)Tujuan Menilai pengaruh status nutrisi terhadap kadar Na, K plasma, dan perubahannya pada saat dehidrasidan rehidrasi.Metode. Penelitian potong lintang retrospektif terhadap data sekunder pasien diare yang dirawat diDepartemen IKA RSCM dengan rehidrasi mengunakan cairan KAEN 3B. Kelompok penelitian dibagi menjadikelompok nutrisi baik (NB) dan kelompok nutrisi kurang dan buruk (NKB). Jumlah subjek penelitian 32pada setiap kelompok. Faktor perancu yaitu muntah, demam, terapi oralit, dan gambaran klinis diare.Hasil. Status nutrisi BB/TB kelompok NB 105,1±10,7 dan kelompok NKB 78,2±12,0, dengan nutrisi buruknya28,1%. Pada kelompok NB, kadar Na dehidrasi 135,4±8,17 meq/l, rehidrasi 138,6±6,73 meq/l, meningkat3,2±8,70 meq/l. Pada kelompok NKB, kadar Na dehidrasi 134,3±7,12 meq/l, rehidrasi 132,2±5,23 meq/l,menurun 1,8±6,14 meq/l. Pada kelompok NB, kadar K dehidrasi 3,6±0,86 meq/l, rehidrasi 3,9±0,81 meq/l,meningkat 0,36±0,90 meq/l. Pada kelompok NKB, kadar K dehidrasi 3,7± 0,82 meq/l, rehidrasi 3,9±0,70meq/l, meningkat 0,26±0,70 meq/l. Kesemuanya tidak berbeda bermakna (p>0,05) antara gizi baik atau kurang/buruk. Dari semua variabel perancu muntah (p=0,009) dan komplikasi (p=0,026) yang tersebar tidak merata.Kesimpulan. Tidak didapatkan perbedaan kadar Na dan K saat dehidrasi, rehidrasi, dan perubahannyapada kelompok NB dan NKB
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.