<p>Kondisi <em>Pulmonary embolism</em> (PE) merupakan bagian dari spektrum penyakit yang disebut <em>Venous thromboembolism</em> (VTE). Seorang pasien dengan keluhan utama batuk yang mengeluarkan dahak berwarna keputihan datang ke RSUP Sanglah, Bali untuk mendapatkan terapi. Riwayat sebelumnya, pasien pernah dirawat inap di RSUP Sanglah tersebut.</p><p>Saat ini diagnosis akhir pasien ini: SLE <em>on treatment</em> dengan <em>moderate pulmonary hipertension</em> dan suspek emboli paru, suspek pneumonia (HCAP) dengan <em>severe </em>sepsis dan syok sepsis, asidosis metabolik, observasi transaminitis ec reaktif dan hiponatremia kronik asimptomatik hipoosmoler euvolemic cb SIADH. Selanjutnya dilakukan tindakan terapi dan evaluasi terhadap terapi yang diberikan.</p><p> </p><p><strong>Kata kunci: </strong>SLE, emboli paru akut, hipertensi, studi kasus</p>
<p>Therapy in RA has undergone many advances today and in line with knowledge of the pathogenesis of RA, the current therapeutic goal is to alter the journey and control the activity of RA disease. Several groups of drugs have been used in RA therapy including non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), conventional disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs) as well as biological agents (bDMARD), glucocorticoids and anti-pain medicines. In recent years, the development of biological agents that have specific targets for inflammatory mediators such as interleukin (IL) -1, IL-6 and Tumor Necrosis Factor (TNF) suggests a potent therapeutic effect on RA. In this article will be presented the latest biological agents as the latest therapy on RA.</p>
Transfusi darah dapat bermanfaat dan berisiko bagi resipien. Kadang, resipien transfusi darah atau komponen darah dapat mengalami reaksi berat akibat tranfusi. Karena risiko morbiditas dan mortalitas terkait terapi transfusi, maka transfusi ditunda sampai keputusan dibuat bahwa transfusi memang benar-benar dibutuhkan. Transfusi dengan reaksi berat yang dialami oleh sejumlah resipien darah dan komponen darah dapat disebabkan oleh berbagai hal.
<p><span>Latar Belakang:</span><span> Artritis Rheumatoid/ Rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit autoimun dengan prevalensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Angka kematian RA terus meningkat dalam 1 dekade terakhir akibat belum ditemukannya pencegahan dan terapi yang efektif. Terapi oksigen hiperbarik bisa menjadi terapi adjuvant untuk penderita Rheumathoid Arhtritis.</span></p><p><span>Tujuan:</span><span> Penelitian ini menggunakan Terapi Oksigen Hiperbarik untuk mengurangi reaksi inflamasi pada penderita Rheumatoid Arthritis.</span></p><p><span>Metode:</span><span> Sampel yang digunakan adalah Mice BALB/C jantan sebanyak 16 ekor yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 1) kelompok mencit yang diinduksi menjadi model Rheumatoid Arthritis, 2) kelompok hewan coba yang diinduksi menjadi model Rheumatoid Arthritis dan diberikan terapi HBO 2,4 ATA 3x30 menit selama 10 hari berturut-turut. Pada hari ke-59 dilakukan pemeriksaan C-Reactive Protein menggunakan metode ELISA.</span></p><p><span>Hasil:</span><span> Hasil rerata kadar C-Reactive Protein antara 2 kelompok yaitu, kelompok mencit model RA yang tidak diterapi HBO memiliki rerata kadar CRP 0.204 Pg/ml, sedangkan kelompok mencit model RA yang diterapi HBO memiliki rerata kadar CRP 0.113 Pg/ml.</span></p><p><span>Kesimpulan:</span><span> Terdapat pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap kadar C-Reactive Protein darah mencit model rheumatoid arthritis.</span></p><p><span>Kata kunci: Rheumatoid Arthritis, Terapi Oksigen Hiperbarik, C-Reactive Protein</span></p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.