The present study seeks to find out, examine the effectiveness of criminal sanctions in the form of imprisonment in Bali, as well as discover the basis for the application of punishment with a restorative justice approach. This study belongs to empirical legal research that is descriptive in nature and makes the Correctional Institution in Bali the object of research. The results of the study suggested that the emergence of recidivists in Bali and the still negative stigma among the Balinese community subsequent to the removal of prisoners shows that correctional goals are still unachieved and the emergence of recidivists in Bali implies that the criminal sanction in the form of imprisonment still remains ineffective. The concept of an ideal criminal system to be applied in Bali related to imprisonment is the one adopting the restorative justice approach, because in addition to minimising imprisonment, in this approach, the interests of victims are more concerned by making various efforts to resolve conflicts and by making rehabilitation. Tujuan dari studi ini untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pemenjaraan di Bali dan menemukan landasan penerapan pemidanaan dengan pendekatan keadilan restoratif. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang sifatnya deskriptif dan menjadikan Lembaga Pemasyarakatan di Bali sebagai objek penelitian. Hasil studi menunjukkan bahwa munculnya residivis di Bali dan masih adanya stigma negatif dari masyarakat Bali setelah narapidana keluar dari lapas menunjukkan bahwa tujuan pemasyarakatan belum tercapai dan sanksi penjara tidak efektif di Bali. Konsep sistem pemidanaan yang ideal untuk diterapkan di Bali terkait dengan pemenjaraan adalah konsep sistem pemidanaan dengan pendekatan restorative justice yang memperhatikan kepentingan korban dengan melakukan berbagai upaya penyelesaian konflik dan rehabilitasi, serta meminimalisasi penjatuhan pidana penjara.
Kasus prostitusi menjadi fenomena yang selalui mewarnai penegakan hukum di Indonesia. Modus operandinyapun kian berkembang, yang saat ini marak adalah prostitusi online. Meskipun prostitusi telah diatur dalam KUHP dan terkait transaksi online bisa ditemukan dalam UU ITE namun, faktanya kasus prostitusi online sulit untuk diberantas. Hal ini dikarenakan hanya mucikari yang bisa dipertanggungjawabkan secara pidana, sedangkan PSK (Pekerja Seks Komersial) dan pengguna jasa prostitusi online tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana. Hal ini tentu perlu direkonstruksi kembali sehingga penting untuk dikaji mengenai pengaturan prostitusi online dan politik hukum pemberantasan prostitusi, khususnya terkait kriminalisasi PSK (Pekerja Seks Komersial) dan pengguna jasa prostitusi online. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Hasil studi menunjukkan bahwa KUHP tidak mengatur pemidanaan terhadap PSK dan Pengguna jasa prostitusi online, sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana. Apabila dikaji peraturan di luar KUHP terkait prostitusi online, PSK dan pengguna jasa dapat dijerat dengan menggunakan UU ITE, namun aturan ini masih bersifat umum yang mengatur larangan yang melanggar kesusilaan. Pengaturan prostitusi juga dapat ditemukan dalam Peraturan Daerah (Perda), namun tidak semua daerah memiliki atau mengeluarkan Perda tentang Prostitusi, sehingga keberlakuannya terbatas pada territorial. Politik hukum yang dapat diambil adalah dengan pembaharuan hukum pidana dengan mensinergikan konsep rancangan KUHP yakni dengan mengkriminalisasi dan mengatur pemberian ancaman pidana terhadap PSK dan pengguna jasa prostitusi online agar bisa dipertanggungjawabkan secara pidana (penalisasi).
This study discusses about Inadequacy Corruption Eradication Commission In Issuing Warrant Termination of Investigation In Corruption Case. The Commission is authorized to issue a warrant termination of the investigation and to determine the actions taken when the Commission which investigated corruption Commission was not enough evidence. The conclusion of this study is, first Corruption Eradication Commission is authorized to issue an Order for Termination of Investigation in accordance with Article 40 of Law No. 30 Year 2002 about Corruption Eradication Commission, consideration of the logic of juridical is that the Commission is not a core law enforcement within the criminal justice system and just as independent institutions that can be dismissed if there is no corruption in our country. The arrangement of Article 40 of Law No. 30 of 2002 is prudential or attitude of prudence principle for the Commission to work accurately, efficiently and professionally
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaturan serta regulasi terkait persidangan secara online yang dilaksakanan selama masa pandemi serta untuk mengetahui urgensi pengaturan persidangan secara online dalam perspektif pembaharuan hukum acara pidana. Penelitian ini menggunakan metode normative dengan memaparkan adanya kekosongan hukum terhadap potensi pengaturan persidangan elektronik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang undangan dan konsep hukum sebagai bagian dari proses menelaah dan menganalisa topik penelitian. Hasil studi menunjukan bahwa terdapat beberapa aturan yang menjadi dasar hukum keberlakuan sidang elektronik yang dibuat pada tahun 2020. Pelaksanaan sidang elektronik dapat dilaksanakan dengan penuh maupun secara parsial. Belum adanya sinkronisasi norma serta dasar hukum yang tegas untuk menghindari perbedaan penanganan perkara pada setiap persidangan diseluruh wilayah hukum di Indonesia menjadikan terdapat urgensi untuk memasukan norma persidangan elektronik kedalam rancangan KUHAP sebagai bentuk pembaharuan hukum yang dinamis. The purpose of this writing is to find out the rules and regulations related to online trials that were carried out during the pandemic period and to find out the urgency of online trial arrangements in the perspective of criminal procedural law reform. This study uses the normative method by describing the existence of a vacuum of norm on the potential for electronic court regulation in the Criminal Procedure Code. This study uses a statutory approach, a legal conceptual approach and a comparison. The results of the study shore are several rules that form the legal basis for the enforcement of electronic hearings made in 2020. The implementation of electronic hearings can be carried out fully or partially. The absence of synchronization of norms and a firm legal basis to avoid differences in case handling at every trial in all jurisdictions in Indonesia makes there is an urgency to include electronic trial norms into the draft Criminal Procedure Code as a form of dynamic legal reform.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.