Nematoda termasuk kelompok parasit cacing yang penting menginfeksi unggas sehubungan dengan banyaknya spesies dan kerusakan yang ditimbulkan. Cacing nematoda yang umum menginfeksi saluran pencernaan ayam diantaranya adalah Capilaria spp, Tetrameres spp, Aquaria spp, Ascaridia galli, Strongyloides avium, Trichostrongylus sp dan Heterakis gallinarum. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi parasit dipengaruhi oleh; hospes, parasit dan lingkungan. Faktor hospes yang paling umum berpengaruh, terhadap kejadian infeksi diantaranya: jenis ayam, umur, jenis kelamin, sedangkan faktor parasit yang mempengaruhi terjadi infeksi diantaranya: cara penularan, viabilitas (daya tahan hidup), patogenitas dan imunogenitas, serta faktor lingkungan yang berpengaruh terutama : cuaca, sanitasi kandang dan kelembaban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing nematoda grasterointestinal pada ayam petelur serta hubungannya dengan umur ayam di Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Bali. Objek penelitian yang digunakan adalah feses dari ayam petelur yang diambil secara lagsung sebanyak 240 sampel. Metode pemeriksaan yang digunakan adalah secara kualitatif dengan menggunakan metode apung. Hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi infeksi cacing nematoda gastrointestinal pada ayam petelur sebesar 9,17 %. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara umur ayam petelur dengan prevalensi infeksi cacing nematoda gastrointestinal pada ayam petelur yang dipelihara di Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Bali.
Cacing Ascaris suum merupakan parasit saluran cerna pada babi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa kekurusan, diare, penurunan produktivitas ternak dan kerugian ekonomi yang besar. Cacing A. suum bersifat zoonosis. Tujuan penenelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko infeksi cacing A. suum pada babi di dataran rendah Provinsi Bali. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 200 sampel feses babi segar yang diambil dari wilayah dataran rendah basah dan rendah kering. Sampel feses diperiksa dengan metode konsentrasi pengapungan menggunakan larutan garam dapur (NaCl) jenuh sebagai larutan pengapung. Hasil penelitian menunjukan prevalensi infeksi cacing A. suum pada babi sebesar 18% yang berasal dari wilayah dataran rendah basah 30% (30/100) dan wilayah dataran rendah kering 6% (6/100). Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa faktor risiko umur, kepadatan kandang dan wilayah berpengaruh nyata terhadap prevalensi infeksi cacing A. suum pada babi, sedangkan jenis kelamin, kebersihan kandang dan pengobatan tidak berpengaruh nyata.
Koksidia merupakan protozoa gastrointestinal yang umum menginfeksi babi. Infeksi dari koksidia disebut koksidiosis. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit ini bagi ternak babi muda di antaranya diare dengan feses encer berwarna kuning, kekurusan, pertumbuhan lambat bahkan pada kasus berat dapat mengakibatkan kematian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi infeksi dan faktor risiko infeksi koksidia pada babi di wilayah dataran tinggi Provinsi Bali. Sampel penelitian yang digunakan adalah 200 sampel feses babi dan diperiksa dengan metode apung menggunakan larutan NaCl jenuh. Identifikasi ookista koksidia berdasarkan morfologi. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan faktor risiko berupa jenis kelamin, umur, manajemen pemeliharaan dan wilayah dianalisis dengan uji Chi-square. Hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi infeksi koksidia pada babi di wilayah dataran tinggi di Bali sebesar 46,5% yang terdiri dari wilayah dataran tinggi basah di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan adalah (49,0%) dan wilayah dataran tinggi kering di Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem (44,0%). Faktor risiko jenis kelamin, umur, manajemen pemeliharaan dan wilayah tidak berhubungan dengan prevalensi infeksi koksidia.
Tick is an ectoparasite in cattle that economically very important because it can reduce livestock production and productivity. This study aims to determine the prevalence and to identify types of tick in Bali’s cattle in Badung Regency. The prevalence of tick in relation to gender and age was studied. A total of 285 cattle was examined, of which, 65 (22.8%) cattle were infected by tick. The female cattle showed higher (25%) tick infestation than male cattle (19.05 %) without significant differences (p>0.05). Prevalence of tick was significantly higher (p<0.05) in old cattle, age above 5 years (33.7%), followed by adult cattle, age of 2 -5 years (20.6%), and the least prevalence in young cattle, age under 2 year (13.3%). Two genera of tick were identified from the study. Among the tick, Boophilus sp. 15.17% was the most prevalent tick genus identified, while the rest was Rhipicephalus sp. 7.01 %. Favorable predilection sites for tick were ears, mammary gland, back leg, and neck of the cattle. This study could help in a better understanding of the prevalence of tick patterns and risk factors in cattle populations for the implementation of effective control plans.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.