Introduction: Because of the fact that detailed data on the physiological characteristics of Pencak Silat are still limited. The primary purpose of this study to assess the physiological responses of Pencak Silat athletes and a secondary aim is to compare the physiological responses of Pencak Silat athletes with physiological responses of Taekwondo athletes. Material and Methods: This study has included 17 male junior martial art athletes (aged 15–16 years). This study requires all participants to completed one familiarization session and two experimental sessions. During the first session (laboratory condition), anthropometry was measured in the laboratory, and during the second session (on-court condition), the participants completed tests for anaerobic capacity (sprint test 60-m, vertical jump, push-ups, and sit-ups) and VO2max test. Results: The statistical analysis revealed no significant differences in anthropometry, vertical-jump, sit-ups, push-ups, and 60-m sprint results among TKD and PKS groups. Furthermore, the TKD group had significantly higher VO2max (p=0.015), when compared with the PKS group. Conclusion: The present investigation describes similar physiological characterizes, such as weight, height, BMI, BMR, body fat and also performances of vertical jump, sit-ups, push-ups, and 60-m sprint tests among Taekwondo and Pencak Silat athletes. However, in comparison with junior Pencak Silat athletes, the junior Taekwondo athletes have better VO2max.
In this research, we will learn about the concept, measurement and analysis of an impulse using a smartphone accelerometer. The impulse measurements were performed in several experimental conditions such as free-fall objects hitting a sand surface, two cars in collision and straight punching (boxing jab). During the experimental process, the acceleration of objects (such as children's toys and smartphones) is measured using a smartphone accelerometer application. Then, the acceleration versus time data were analysed to determine the impulse characteristic, such as the time interval and area of the impulse, and it was compared with the motion analysis using video (image) analysis. We hope this alternative apparatus is a valuable, low-cost and straightforward experiment for physics laboratories or sports science analysis.
Efek dari lingkungan yang panas pada kinerja aerobik belum didokumentasikan dengan baik. Suhu dan kelembaban suatu lingkungan berpengaruh terhadap fisiologis tubuh dan dapat memengaruhi penampilan fisik, serta proses oxygen intake (VO2Max) yang kurang optimal. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan apakah suhu lingkungan dapat berpengaruh terhadap kondisi tubuh pada saat berolahraga. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efek suhu lingkungan yang berbeda terhadap VO2max pada atlet PPLP se-Pulau Jawa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode studi observasional, di manaeneliti hanya melakukan observasi pada satu saat, tanpa memberikan intervensi pada variabel yang akan diteliti. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 80 Atlet PPLP se-Pulau Jawa. Di antaranya yaitu; Jawa Tengah (20 Atlet), Jawa Timur (20 Atlet), Jawa Barat (20 Atlet) dan DIY Yogyakarta (20 Atlet). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa VO2max secara signifikan dapat berkurang pada suhu dan kelembaban 34°C/70% dan 32°C/60% dibandingkan dengan suhu dan kelembaban 23°C/69% dan 31°C/50%. Kinerja aerob sangat dipengaruhi oleh fungsi kardiovaskular. Lingkungan yang panas meningkatkan aliran darah kulit yang mengubah fungsi kardiovaskular. Sehingga hal ini dapat memengaruhi penurunan terhadap oxygen intake (VO2max).
Penelitian bermaksud untuk mengukur karakteristik fisiologi atlet muda PPLP di beberapa cabang olahraga prioritas Indonesia, seperti: Atletik, Pencak Silat dan Taekwondo. Metode: Dalam penelitian ini, seluruh subjek melakukan pengukuran antropometri dan kondisi fisik. Dimana dalam pengukuran antropometri, meliputi berat badan, tinggi badan, Body mass Index (BMI). Sedangkan pada uji kondisi fisik, pengukuran meliputi lompat vertikal, sprint 30 meter, dan cooper test 2.4 km. Hasil Penelitian ini menunjukan secara kuantitatif dan kualitatif, rata-rata antropometri, daya tahan aerobik (VO2max), daya tahan anaerobik (lompat vertikal dan sprint 30 meter) pada atlet dari cabang olahraga Taekwondo, Pencak Silat, dan Atletik. Pada pengukuran antropometri, hanya atlet Pencak Silat (putra dan putri), yang memiliki tinggi badan di bawah rata-rata nilai normal yang ditetapkan WHO. Pengukuran daya tahan anaerobik pada variable sprint 30 meter, atlet Atletik putra yang masuk ke dalam rentang nilai normal yang telah ditetapkan, sementara atlet lainnya tidak masuk nilai normal. Di sisi lain, rata-rata hasil lompat vertikal seluruh cabang olahraga di atas nilai normal, baik putra dan putri. Sementara itu, hasil pengukuran VO2max juga menunjukan bahwa seluruh atlet (putra dan putri), memiliki hasil rata-rata VO2max normal dan diatas normal. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan screening latihan aerobic test (cooper test 2.4), anaerobic test (batrey test) yang meliputi lompat vertikal, sprint 30 meter dan cooper tes 2.4 km dapat digunakan dan efektif sebagai rangkaian metode dalam melakukan proses pencarian bakat dan pembinaan atlet muda di PPLP se-Pulau Jawa.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.