Latar belakang.Di Jawa Timur didapatkan peningkatan kasus infeksi virus dengue dari 4224 (2000) menjadi 7180 (2004). Sekitar 5% di antaranya terjadi pada bayi <1 tahun. Bayi mempunyai karakter klinik yang unik dan tidak banyak publikasi penelitian mengenai hal ini di Indonesia.Tujuan.Mengetahui profil klinik bayi dengan infeksi virus dengue (IVD) yang dirawat di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2010Metode.Penelitian cross-sectional,menggunakan data dokumen medik bayi IVD yang dirawat di RSU Dr. Soetomo Surabaya 1 Januari - 31 Desember 2010. Data yang dianalisis mencakup jenis kelamin, usia, hari sakit saat diagnosis, suhu, batuk, diare, muntah, kejang, petekie, ensefalopati, hepatomegali, melena, dan penurunan nafsu makan. Penelitian menggunakan derajat kemaknaan 95% (95% CI) dan p<0,05.Hasil.Dari 82 bayi IVD, 53 digunakan sebagai sampel. Usia termuda bayi DBD 4 bulan, dengan modus pada 4-5 bulan (masing-masing 6 bayi). Kebocoran plasma umumnya terjadi pada hari keempat dan kelima. Rasio laki:perempuan (PR 0,383), batuk (PR 0,191), ensefalopati (PR 4,5), hepatomegali (PR 2,818), dan melena (PR 3,5) merupakan gejala dan tanda klinis yang signifikan yang membedakan DD dengan DBD.Kesimpulan.Rerata usia dan kelompok usia terbanyak setara dengan beberapa penelitian lain. Batuk dan jenis kelamin laki-laki lebih berhubungan dengan demam dengue, sedangkan ensefalopati, hepatomegali, dan melena berhubungan dengan demam berdarah dengue.
Demam pada anak merupakan salah satu masalah yang masih relevan untuk para praktisipediatri. Demam merupakan tanda adanya kenaikan set-point di hipotalamus akibatinfeksi atau adanya ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas.Sebaliknya tidak semua anak yang terkena infeksi akan menunjukkan gejala demam,semakin muda umurnya, semakin tidak jelas gambaran klinisnya. Tindakan pada anakdengan demam diawali dengan pertimbangan apakah ada kegawatan, apa penyebabnyadan apakah demam perlu segera diturunkan. Agar tindakan tersebut tepat dan terarah,diperlukan suatu pengelompokan / klasifikasi pasien agar dapat digunakan suatu algoritmaumum. Pada tiap kelompok tetap ada kriteria kegawatan, kriteria jenis infeksi yangmengarah kepada tindakan yang diambil, terutama perawatan dan pemberian antibiotiksecara empirik. Tindakan yang dilaksanakan sebaiknya bukan tindakan yang sifatnyasesaat, tetapi merupakan tindakan yang berkesinambungan, sampai pasien lepas darimasalahnya. Keputusan untuk dirawat harus dilanjutkan dengan pemeriksaanlaboratorium dan pemberian antibiotik empirik. Tindakan lanjutan akan disesuaikandengan hasil pemeriksaan penunjang, respons pasien terhadap pengobatan sampaimasalahnya selesai dengan tuntas.
Imunisasi primer bermanfaat untuk membuat bayi kebal terhadap penyakit menular pada masa-masa permulaan kehidupan. Setelah cakupan imunisasi dasar telah mencapai 80%, perlu imunisasi ulangan agar anak tetap terjaga kekebalannnya. Adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) diphtheria di NIS (New Independent States, bekas negara bagian Rusia) dan juga di daerah padat pemukiman di Jawa, menunjukkan adanya masalah kekebalan pada anak dan dewasa. Kelompok anak tanpa kekebalan atau dengan kekebalan rendah terdiri dari kelompok yang sejak bayi tidak mendapat imunisasi sama sekali atau tidak lengkap dan kelompok yang kekebalannya menurun setelah beberapa waktu. Dengan cakupan imunisasi yang tinggi, kelompok ini lolos menjadi kelompok usia tua tanpa terpapar dengan kuman, tidak menderita penyakit diphtheri subklinis tetapi tetap rentan terhadapdiphtheria. Kasus di Jawa Timur mulai muncul pada tahun 2005, dengan adanya KLB di Bangkalan. Dengan surveilans yang aktif intensif didapatkan adanya kenaikan jumlah kasus per tahun yang makin meningkat cepat dan pada tahun 2012 telah mencapai 956 kasus. Kenaikan kasus menunjukkan adanya sesuatu pada pelayanan kesehatan terutama program imunisasi kita. Selain suntikan primer untuk menimbulkan kelompok serokonversi, toksoid difteri dan tetanus perlu diulangi beberapa kali agar anak tetap kebal. Booster ini juga diharapkan akan menutup kekebalan kelompok anak yang tidak kebal akibat tertinggal pada putaran imunisasi primer. Sangat penting menjaga agar cakupan DTP tinggi dan merata, tanpa adanya kantong non kebal di setiap kabupaten
Latar belakang.Deteksi dini infeksi bakteri dan infeksi virus pada anak sangat penting untuk tata laksana antibiotik lebih dini. Prokalsitonin (PCT) merupakan suatu temuan baru sebagai petanda serologis yang bisa dipercaya. Belum banyak informasi tentang akurasi diagnostik PCT untuk spektrum penyakit infeksi di negara berkembang.Tujuan.Melakukan akurasi diagnostik PCT sebagai petanda serologis untuk membedakan infeksi bakteri dan infeksi virus pada anak. Metode.Penelitian prospektif dengan desain potong lintang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya, dari September 2009 sampai November 2010. Pasien dibagi dalam kelompok infeksi bakteri dan infeksi virus (sebagai kontrol). Data demografi, pemeriksaan darah tepi, CRP and PCT dievaluasi. Analisis statistik menggunakan uji studentt dan uji Mann Whitney U dengan interval kepercayaan 95% dan bermakna jika nilai p<0,05. Dilakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN) dan rasio kemungkinan (RK) Hasil.Di antara 130 pasien yang terkumpul didapatkan 54 sampel untuk tiap kelompok. Ditemukan perbedaan kadar PCT yang bermakna antara kelompok infeksi bakteri dibandingkan infeksi virus (rerata 18,34 dan 0,22 ng/ml, p<0,0001). Dengan menggunakan kadar 0,5 ng/ml sebagai kadar ambang (sesuai penelitian sebelumnya) didapatkan sensitivitas 88,9%, spesifisitas 94,4%, NDP 94,1%, NDN 89,4% dengan RK positif 15,87 dan RK negatif 0,09.Kesimpulan.Prokalsitonin merupakan petanda serologis dengan akurasi diagnostik yang tinggi untuk membedakan infeksi bakteri dan infeksi virus pada anak.
The incidence of dengue fever increase annually and can increase morbidity and mortality. Dengue fever is mosquito-borne disease and caused by one of four serotype dengue viruses. Severe dengue is characterized either by plasma leakage, fluid accumulation, respiratory distress, severe bleeding, or organ impairment. Mortality and serious morbidity of dengue were caused by several factors including the late recognition of the disease and the changing of clinical signs and symptoms. Understanding the prognostic factors in severe dengue will give early warning to physician thus decreasing the morbidity and mortality, and also improving the treatment and disease management. The aim of this study was to analyze the prognostic factors of severe dengue infection in children. This study was observational cohort study in children (2 months-18 years) with dengue infection according to WHO 2009 criteria which admitted in Soetomo and Soewandhie Hospital Surabaya. Analysis with univariate, bivariate and multivariate with IBM SPSS Statistic 17. All patients were confirmed by serologic marker (NS-1 or IgM/IgG Dengue). Clinical and laboratory examination such as complete blood count, aspartate aminotrasnferase (AST), alanine aminotrasferase (ALT), albumin, and both partial trombocite time and activated partial trombosit time (PTT and aPPT) were analyzed comparing nonsevere dengue and severe dengue patients. There were 40 subjects innonsevere and 27 subjects with severe dengue infection. On bivariate analysis, there were significant differences of nutritional status, abdominal pain, petechiae, pleural effusion, leukopenia, thrombocytopenia, hypoalbuminemia, history of transfusion, increasing AST>3x, prolonged PPT and APTT between severe and nonsevere dengue group. After multivariate analyzed, the prognostic factors of severe dengue were overweight/obesity (p=0.003, RR 94), vomiting (p=0.02, RR 13.3), hepatomegaly (p=0.01, RR=69.4), and prolonged APTT (p=0.005, RR=43.25). In conclusion, overweight/obesity, vomiting, hepatomegaly, and prolonged APTT were prognostic factors in severe dengue infection in children.Those factors should be monitored closely in order to reduce the mortality and serious morbidity.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.