Fenomena artis terjun ke dunia politik atau menjadi caleg sudah lama terjadi. Sejak pemilu di zaman Orde Baru, beberapa artis pernah duduk di Senayan mewakili fraksi utusan golongan yang berisi seniman dan tokoh agama. Di zaman reformasi ini, sejumlah selebriti malah beramai-ramai menjadi calon anggota legislatif yang didaftarkan parpol. Parpol mencalonkan para artis karena alasan pragmatisme yang mendesak. Artis punya persyaratan untuk bisa diterima dengan cepat oleh pemilih. Artis punya modal sosial dan finansial sehingga kerja- kerja pemenangan akan lebih mudah dilakukan artis ketimbang kader-kader yang mungkin perlu bekerja ekstra keras. Jadi, artis dipilih karena posisi strategis untuk jadi pengumpul suara bagi partai di tengah ketatnya kompetisi Pemilu 2019. Padahal, caleg dari kalangan artis tidak selamanya bisa menjamin menjadi sarana efektif untuk mendongkrak perolehan suara. Popularitas artis merupakan faktor utama partai politik merekrut artis menjadi anggota legislatif. Penelitian ini terlihat bahwa partai politik tidak menjalankan fungsi partai politik dengan baik. popularitas artis merupakan faktor utama partai politik merekrut artis menjadi anggota legislatif. Pada penelitian ini terlihat bahwa partai politik tidak menjalankan fungsi partai politik dengan baik. Oleh sebab itulah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang fenomena tersebut. Kata Kunci : Partai Politik, Artis.
Dalam tradisi intelektual Islam, ada tiga persoalan yang selalu dibicarakan terkait kepemimpinan politik dalam negara. Pertama, soal pemimpin yang kurang layak (imāmatul mafḍūl). Kedua, soal pemimpin yang suka maksiat (imāmatul fāsiq). Dan ketiga, soal pemimpin non-Muslim (imāmatul kāfir). Dinamika tersebut menjadi urgen untuk ditelaah terutama dalam ranah pemimpin non-Muslim (imāmatul kāfir). Pertanyaan yang berkembang atas hal tersebut adalah (1) Bagaimana respon intelektual muda Pascasarjana UIN Raden Fatah atas kepemimpinan non muslim?; (2) Bagaimana langkah strategis mengokohkan kebhinekaan dengan meminimalisir perdebatan kepemimpinan non muslim perspektif intelektual muda Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang ?. Kedua nya berdaya guna terutama kontribusi dalam membangun kebhinekaan yang memberikan kebersamaan dan kedamaian di Indonesia. Menjadi bahan kajian lanjutan terutama penguatan konsep kepemimpinan yang pluralis
In the political policy of the village, there has been a systematic uniformity through the laws and regulations. The enactment of the Law on Villages was followed by other regulations. With the enactment of Law No. 6/2014 on Villages, it has given new hope to build more independent villages. For example, 70 percent of village funds are allocated for development, and no more than 30 percent of other operations. Village funds are used by the village government based on the mandate of the law to be effective. This is in accordance with the goals and plans that have been set at the village meeting. For this reason, a study of the effectiveness of the legislation on village funds is very important. Based on the problems above, this study analyzes the effectiveness of the legislation on village funds on funding governance in villages for the advancement of rural communities. The research method used is juridical. Data analysis is described. In conclusion, the legislation on village funds is no longer effective, because it does not show the level of success that has been set, and the results of its activities are not in accordance with its objectives. Although it has been arranged, it is not yet perfect.
The issuance of.The Constitution Number6 2014 concerning Villages, hereinafter referred to as the Village Law, becomes a starting point for the village's hopes to be able to determine its position, role and authority over itself. The hope is that the village can be socially powerful and politically sovereign as the foundation of village democracy, as well as being economically empowered and culturally dignified as the face of village independence and village development. This hope is even more exciting when the combination of recognition and subsidiarity principles appears as the main principle that becomes the spirit of this law. Village Law Number 6 of 2014 concerning Villages supported by PP. 43 of 2014 concerning Implementation Regulations of Law Number 6 of 2014 concerning Villages, discusses the process of making Village regulations which are also regulated in the Minister of Home Affairs Regulation No. 111 of 2014, the formulation of the research problem wanted to know the process of making Village regulations according to The Constitution Number6 2014 concerning Village, the fund wants to know the authority of the village head in drafting village regulations in Ulak Pandan Village and Tanjung Pinang Village, Kecamata. West Merapi, Lahat Regency. based on The Constitution Number6 2014concerning Village, the theory used is the theory of coordination from Inu Dating, the methodology used in this research is descriptive analysis or qualitative research design with a case study model. In conducting this research the author uses a type of field research (Field Research), the result of this research is that the process of drafting village regulations in Ulak Pandan Village and Tanjung Pinang Village, District West Merapi, Lahat Regency is in accordance with The Constitution Number6 2014 on Villages which is supported by PP No. 43 of 2014 and Minister of Home Affairs Regulation No. 111 of 2014, drafting village regulations.
ABSTRAK Penelitian ini berjudul Partisipasi Politik Organisasi Kepemudaan Karang Taruna Desa Gunung Agung Kecamatan Merapi Barat Kabupten Lahat Dalam Pembangunan Desa. Ketidakaktifan sebagian anggota karang taruna dalam hal pembangunan desa dilihat dari tiga hal yakni Pertama, aktivitas politik merupakan ancaman terhadap berbagai aspek kehidupannya. Setiap keputusan pasti ada biaya atau resikonya. Kedua, aktivitas politik dipandang sebagai suatu kerja yang sia-sia. Ketiga, ketiadaan faktor untuk "memacu diri untuk bertindak" Atau disebut juga sebagai "perangsang politik". Tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui kenapa bisa terjadi ketidakaktifan partisipasi politik oleh anggota karang taruna dalam pembangunan desa serta pemberian solusi atas ketidakaktifan tersebut. Adapun metode yang dipakai yakni pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berjumlah 50 orang serta teori yang digunakan ialah teori partisipasi politik yang dikemukakan oleh Morris Rossenberg dan Rush serta Altof. Hasil penelitian ini membahas faktor yang menyebabkan ketidakaktifan organisasi kepemudaan karang taruna dalam melakukan partisipasi politik terhadap pembangunan desa yakni seperti dianggap sebuah ancaman, aktivitas yang sia-sia, serta tidak adanya untuk memotivasi diri, upaya yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam meningkatkan partisipasi politik pemuda ialah dengan seminar-seminar yang bertemakan pendidikan politik, serta menjalin kerja sama dengan pihak swasta dalam pemenuhan fasilitas. Kata kunci: Partisipasi politik, Karang Taruna, Pembangunan Desa.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.