Keterampilan kolaborasi merupakan salah satu keterampilan yang dikembangkan dalam kemampuan abad 21 yang menemukan masalah dalam pengembangannya pada masa pandemi covid 19. Metode jigsaw merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang bisa meningkatkan keterampilan kolaborasi siswa. Tujuan peneliti ini untuk mengetahui (1) apakah ada perbedaan keterampilan kolaborasi siswa antara kelas jigsaw daring dan video daring, (2) bagaimana keterampilan kolaborasi siswa metode jigsaw daring. Penelitian dirancang dengan menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan model eksperimen kelas. Penelitian dilaksanakan di SMPN 4 Ponorogo menggunakan sampel 60 peserta didik yang dibagi kedalam 2 kelas dipilih secara random dengan metode berbeda, yaitu kelas jigsaw daring dan video daring. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen post-test yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-t dengan komputasi data perangkat lunak. Berdasarkan analisis data ditemukan jawaban jika (1) Model pembelajaran jigsaw daring lebih baik dari pada kelas video daring dalam meningkatkan keterampilan kolaborasi, (2) Hasil keterampilan kolaborasi siswa dengan metode pembelajaran jigsaw daring peningkatan maksimal pada indikator fleksibilitas (7,812) dan kurang efektif pada indikator tanggung jawab (6,500). Metode jigsaw daring mampu mempengaruhi dan meningkatkan keterampilan kolaborasi. Metode jigsaw daring sangat efektif dalam mengembangkan keterampilan kolaborasi dalam pembelajaran daring.
Pentingnya sistem penilaian yang dapat mengukur kemampuan siswa secara kognitif, afektif, dan psikomotorik maka diperlukan suatu asesmen yang dapat mengukur hasil belajar siswa yang tidak hanya bisa diukur dengan nilai melalui tes tertulis, jadi agar kualitas pembelajaran dapat berkembang lebih baik maka dibutuhkan asesmen portofolio yang merupakan bagian dari penilaian kelas yang saat ini dikembangkan. Portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa yang membutuhkan kinerja sesuai konteks, adapun contoh-contoh hal apa saja yang dapat dimasukkan siswa ke dalam portofolio adalah tes, hasil karya yang telah dievaluasi untuk tugas wajib siswa, tugas-tugas kinerja, dan proyek kerja seperti makalah atau tugas lainnya yang dibuat oleh siswa sendiri. Dengan menerapkan penilaian alternatif yaitu salah satunya penilaian portofolio terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya.Selain itu penilaian seperti ini dirasakan lebih adil dan transparan bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Salah satu tantangan abad-21 yaitu menuntut individu mampu berfikir kritis. Untuk membiasakan berfikir kritis salah satunya adalah dengan bertanya. Kemampuan bertanya adalah suatu penyampaian hal-hal yang belum diketahui oleh seseorang dalam bentuk pertanyaan. Kemampuan bertanya mempunyai peran penting dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang bertanya untuk dapat mengumpulkan informasi yang ingin diketahuinya dan penambah pengetahuan. Kemampuan bertanya peserta didik dapat ditingkatkan dengan merancang model pembelajaran yang mampu membangkitkan minat belajar dan meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik. Model pembelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah Learning Cycle 5E berbasis Literasi Sains untuk kelas eksperimen dan model Learning Cycle 5E sebagai kelas kontrol yang digunakan sebagai pembanding. Penelitian dilaksanakan di SMPN 1 Jetis tahun pelajaran 2020/2021. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dengan pengumpulan data melalui tes tertulis dan lembarb observasi untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E berbasis Literasi Sains. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan uji statistic dengan uji-t yang sebelumnya telah dilakukan uji prasyarat. Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai P-Value sebesar 0,000 yang berarti kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga terdapat pengaruh model pembelajaran Learning Cycle 5E berbasis Literasi Sains terhadap kemampuan bertanya peserta didik.
Seiring berjalannya waktu Pendidikan adalah investasi masa depan yang tak ternilai. Dimana pendidikan berperan penting dalam pembentukan suatu perubahan. Dibutuhkan pemanfaatan kemampuan metakognisi dalam memecahkan suatu masalah. Dimana pembelajaran IPA tidak hanya pembelajaran pengetahuan dasar dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam penerapannya. Dibutuhkan kemampuan metakognisi dimana kemampuan terseburt muncul dalam diri peserta didik. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaaran dan Efektifitas model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) berbasis STEM dalam meningkatkan kemampuan metakognisi peserta didik kelas VIII di MTs Darul Huda Ponorogo. Pada penelitian ini menggunakan tes dan angket sebagai instrument pengumpulan data. Berdasarkan hasil penelitian yang diakukan mengunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) berbasis STEM berjalan dengan baik dan lancar. Sedangkan peningkatan pembelajaran yang semula menggunakan model pembelajaran konvensional kemudian mengunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) berbasis STEM mengalami penigkatan sebanyak 32%. Serta hasil analisis angket yang telah diisi oleh tiap peserta didik bernilai positif dilihat dari perolehan skor yang terdapat dalam angket. Hal tersebut menunjuukan bahwa Numbered Head Together (NHT) berbasis STEM sangat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan peserta didik.
The quality of science education that is still unsatisfying can be effected by misconceptions and learning conditions that less pay attention to learners’ preconceptions. Misconception is frequently happened among students in all levels of education, including elementary school students, secondary schools students, up to university or college students and even someone who have already worked. The most common misconceptions are caused by the initial concept (preconception) in which it was taken to formal education. As a result, many of elementary school students are encountered with misconception. Since childhood, people have already constructed such concepts through daily experiences, and it is possible to say that they have undergone a process of learning early. The cause of misconceptions that happen to learners are vary, including learners from itself, educators, textbooks, contexts, and methods of teaching. All science materials are possible to create misconception among learners, for instance, photosynthesis. The example of misconceptions in this material include the process of photosynthesis in which students assume that it occurs only during the day with the help of sunlight, only plants whose green leaf that capable to have photosynthesis; chlorophyll present in the leaves alone, as well as plants perform photosynthesis during the day while at night plants do breathe. The misconception is a major problem in learning science as it can disrupt the formation of a scientific conception.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.