Pola komunikasi politik di era multimedia ini sudah sangat mengandalkan kehadiran media baru yang berbasis internet, seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, Line Today, dll. Penguasaan teknologi informasi adalah bagian dari munculnya kekuatan media baru, di mana hal ini tentunya membawa perubahan di dalam masyarakat. Siapa pun, termasuk pengguna media baru tersebut, sekarang juga bisa terlibat langsung dalam proses tersebut. Perubahan dalam masyarakat inilah yang ingin penulis teliti karena dampaknya dalam pola komunikasi politik sangat terasa. Interaksi antara pemilih dengan yang dipilih sudah tidak terhambat lagi oleh jarak dan waktu, sehingga kualitas komunikasi politik dalam demokrasi seharusnya dapat meningkat. Komunikasi politik dapat berjalan dua arah atau bahkan lebih, sehingga feedback dari masyarakat dapat langsung diterima. Atas dasar itulah, media baru memiliki signifikansi yang penting terkait aktivitas-aktivitas komunikasi politik saat ini. Penulis melakukan analisa kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data dan informasi sekunder melalui kajian pustaka. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa kehadiran media baru memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas politik, khususnya proses komunikasi politik. Penulis merekomendasikan agar kegiatan komunikasi politik harus dilakukan lebih banyak melalui medium siber, agar memiliki dampak yang lebih luas.
<p>Membangun sebuah sistem pertahanan nasional yang kuat, paling tidak membutuhkan pertimbangan pada empat hal berikut: faktor geografis negara yang bersangkutan, sumber daya nasional sebuah negara, analisis terhadap kemungkinan ancaman yang akan muncul, dan perkembangan teknologi informasi. Selama ini, orientasi sektor pertahanan Indonesia lebih condong berperspektif ke darat, sekalipun wilayah laut kita jauh lebih luas. Dengan menggunakan paradigma darat, maka doktrin yang digunakan untuk pertahanan adalah Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta). Doktrin ini mensyaratkan peranan penting rakyat dengan tentara profesional sebagai inti kekuatan pertahanan. Dalam rangka pelaksanaan doktrin Sishanta inilah diperlukan aparat teritorial untuk mempersiapkan wilayah-wilayah Indonesia, untuk berperang dengan kekuatan gabungan rakyat dan tentara pada saat datangnya musuh. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam wilayah-wilayah teritorial (Kodam). Indonesia sebagai negara maritim harusnya memiliki perspektif kelautan dalam pelaksanaan pertahanan nasionalnya. Faktor geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan membuat <em>continental based defense</em>, dengan berfokus pada kekuatan Angkatan Darat menjadi tidak relevan. Indonesia sudah seharusnya menggunakan paradigma pertahanan kepulauan berdasarkan doktrin <em>maritime based defense</em>. Doktrin ini menekankan pada Angkatan Laut yang kuat dengan dukungan Angkatan Udara yang kuat juga. <em>Maritime based defense</em> harus mengkolaborasikan kekuatan Angkatan Laut dengan Angkatan Udara karena faktor geografis negara kepulauan membutuhkan respons cepat yang tidak mungkin dilakukan lewat darat. Ancaman non-konvensional yang muncul dewasa ini membuat spektrum pertahanan sebuah negara tidak bisa lagi parsial, apalagi ancaman yang muncul dari sektor kelautan pun semakin beragam. Tulisan ini akan menanggapi potensi ancaman non-konvensional yang muncul dengan menawarkan perubahan paradigma pertahanan dari koter ke pertahanan maritim. Argumen-argumen yang disajikan di dalam artikel ini akan mencoba membahas perubahan paradigma tersebut.</p><p> </p><p><strong>Kata kunci: </strong>sistem pertahanan, komando teritorial (koter), pertahanan maritim, dan kekuatan maritim</p>
Salah satu tujuan komunikasi politik saat ini adalah pembentukan opini publik. Hal ini ditambah bahwa sekarang manusia hidup di tengah-tengah era keterbukaan dan transparansi, seperti contohnya di Indonesia dewasa ini. Komunikasi politik yang dilakukan para elit politik tidak akan berjalan maksimal tanpa pembentukkan opini publik. Popularitas para kandidat politik tidak akan naik jika tidak ditunjang oleh signifikannya opini dari publik terhadap mereka. Karena itu, komunikasi politik dan opini publik memeliki keterkaitan yang erat karena keduanya saling menunjang. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana dampak komunikasi politik, opini publik, dan media terhadap perilaku masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di era digital ini media adalah sarana paling efektif dalam pembentukkan opini publik. Selain itu, partisipasi dan keterlibatan masyarakat di dalam dunia politik juga dipengaruhi oleh proses komunikasi politik dan opini publik yang beredar di tengah-tengah mereka.
<p>Program deradikalisasi sudah berjalan di Indonesia sejak tahun 2012. Program ini menggunakan paradigma pencegahan dalam implementasi kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya. Selama tujuh tahun pelaksanaannya, deradikalisasi mengalami cukup banyak tantangan dan hambatan. Sejauh ini, banyak kritik dialamatkan terhadap program deradikalisasi. Kritik-kritik, seperti terkait kurangnya anggaran, fasilitas di lapas, materi deradikalisasi yang diberikan kepada napi terorisme, bagaimana program kelanjutan pasca deradikalisasi, sampai pada persepsi masyarakat terhadap program ini yang cenderung tetap menghadirkan penolakan bagi eks narapidana terorisme setelah kembali ke masyarakat. Masalah-masalah ini muncul dan menjadi hambatan bagi efektivitas program deradikalisasi. Teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori deradikalisasi dan teori efektivitas. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan analisis yang bersifat deduktif dan konseptual, serta cara pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Atas dasar itulah, artikel ini ingin melihat efektivitas program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT terhadap narapidana terorisme di Indonesia.</p><p><strong>Kata Kunci:</strong> terorisme, deradikalisasi, narapidana terorisme, dan resosialisasi dan reintegrasi</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.