Penelitian kadar formaldehid alami pada beberapa jenis ikan laut selama penyimpanan dalam es curai telah dilakukan untuk mengetahui intensitas pembentukan formaldehid alami oleh ikan setelah mati. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk menduga kemungkinan dilakukannya penyalahgunaan formalin pada ikan. Penelitian dilakukan terhadap ikan laut hidup yang terdiri dari 6 jenis ikan yaitu bawal bintang (Trachinotus blochii), kakap putih (Lates calcarifer, bloch.), cobia (Rachycentron canadum), bandeng (Chanos chanos), kerapu cantrang (Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus), dan kakap merah/jenaha (Lutjanus johnii). Pengambilan sampel di lapangan dilakukan secara bertahap dan setiap pengambilan terdiri dari dua jenis ikan. Ikan tersebut dibawa ke laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) dalam keadaan hidup, kemudian ikan dimatikan dengan cara hipotermal (dimasukkan dalam air es dengan suhu 0-4 o C selama 30 menit). Setelah mati ikan dibagi menjadi 3 kelompok dan disimpan dalam peti insulasi yang berisi es dengan perbandingan ikan : es adalah 1 : 3. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari selama 18 hari. Parameter yang diamati adalah kadar formaldehid, trimethil amin (TMA), trimethil amin oksida (TMAO) dan kadar total volatile base (TVB) serta komposisi proksimat pada hari pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan formaldehid alami pada hari ke 12 penyimpanan pada bawal bintang,
ABSTRAKPenelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman dan konsentrasi karboksimetil kitosan larut air (KMK) terhadap kandungan logam berat Hg, Cd, dan Pb pada daging kerang hijau (Perna viridis Linn.). Perlakuan perendaman larutan karboksimetil kitosan menggunakan konsentrasi 0; 0,5; 1; dan 1,5% dengan lama perendaman 1, 2, dan 3 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang paling efektif untuk penurunan logam Hg adalah perendaman dengan larutan KMK 0,5% selama 1 jam, sedangkan perlakuan yang paling efektif untuk penurunan Pb adalah perendaman dengan larutan KMK 0,5% selama 3 jam. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa KMK tidak efektif untuk menurunkan Cd pada kerang hijau. Analisis sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara konsentrasi KMK dengan lama perendaman yang dapat menurunkan kandungan Hg dan Cd, tetapi terdapat interaksi yang sangat nyata antara konsentrasi KMK dan lama perendaman untuk menurunkan kandungan Pb. Perendaman dalam akuades (KMK 0%) sudah dapat menurunkan kandungan logam berat dalam kerang hijau, diduga karena terjadinya leaching dari senyawa organik yang berikatan dengan logam berat. ABSTRACT:Effect PENDAHULUANKerang hijau (Perna viridis Linn.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang sudah lama dikenal dan dewasa ini kerang jenis tersebut telah banyak dibudidayakan. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang besar, dan dapat dipanen setelah berumur 6-7 bulan. Hasil panen kerang hijau per hektar per tahun dapat mencapai 200-300 ton kerang utuh atau sekitar 60-100 ton daging kerang (Porsepwandi, 1998).Sebagaimana halnya produk perikanan lain, kekerangan sering menghadapi masalah dengan pencemaran oleh logam berat. Kandungan logam berat yang tinggi ditemukan pada jenis kerang-kerangan karena organisme ini merupakan organisme invertebrata filter feeder dan hidup menetap, juga dikemukakan bahwa kandungan logam berat dalam daging organisme perairan biasanya lebih tinggi daripada kandungan logam berat pada perairannya sendiri, karena logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam dagingnya (Hutagalung, 1991).
Fenomena dan tren keamanan produk pangan meningkat seiring dengan bertambahnya permintaan akan penelitian keamanan produk pangan untuk menjamin keamanan produk makanan yang beredar secara global kepada konsumen. Urgensi kontaminasi cemaran kimia khususnya formaldehid pada pangan menjadi keharusan, mengingat keberadaan formaldehid dapat terjadi secara alami seiring dengan kemunduran mutu pangan terutama pada produk perikanan. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian untuk mengetahui pembentukan formaldehid pada ikan kerapu cantik selama proses kemunduran mutu pada saat disimpan pada kondisi beku. Hasil penelitian menunjukkan Ikan kerapu cantik dalam usia panen dan ukuran yang hampir sama memiliki respon metabolisme yang berbeda-beda pada proses kematiannya sehingga mengakibatkan kandungan TMA, TVB dan formaldehid alami yang terbentuk pada awal kematian itu yang berbeda Pembentukan formaldehid alami pada ikan kerapu cantik selama disimpan pada kondisi penyimpanan beku selama lima bulan membentuk pola parabolik, dimana formaldehid pada titik awal ikan dimatikan naik dan mencapai titik maksimum hingga bulan penyimpanan kedua lalu bergerak menurun mulai dari bulan ke tiga hingga kelima. Pembentukan formaldehida alami pada ikan kerapu cantik selama disimpan pada suhu beku berkorelasi positif dengan kemunduran mutu ikan kerapu cantik berdasarkan parameter TVB dan TMA
Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang perlu diwaspadai. Di Indonesia, pencemaran logam berat dapat berasal dari limbah industri, pertanian maupun rumah tangga. Oleh karena itu, Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan telah melakukan penelitian monitoring residu logam berat pada biota maupun perairan di beberapa lokasi selama 5 tahun yaitu dari tahun 2001 sampai dengan 2005. Tulisan ini merupakan review dari hasil penelitian tersebut. Pada tahun 2001, Perairan Dadap, Cilincing, Demak, dan Pasuruan telah tercemar oleh logam Hg, sementara Perairan Tanjung Pasir dan Blanakan belum tercemar dengan residu Hg di bawah 2 ppb. Pada tahun 2002, perairan laut di Sumatera yang diwakili oleh Perairan Mentok, Perairan Tanjung Balai, Perairan Tanjung Jabung Timur, dan Perairan Bagan Siapi-api terbukti masih aman untuk kebutuhan perikanan dengan residu Hg kurang dari 2 ppb. Kerang yang hidup di perairan tersebut juga masih aman untuk dikonsumsi. Ambang batas residu logam dalam produk perikanan adalah Hg 500 ppb, Cd 1.000 ppb,Pb 2.000 ppb, dan Cu 20.000 ppb. Pada tahun 2002, perairan Sidoarjo juga masih dalam batas aman dengan residu Hg kurang dari 2 ppb, tetapi Perairan Pasuruan telah tercemar oleh logam Hg dengan residu Hg di atas 2 ppb. Pada tahun 2002, kerang yang hidup di perairan Jawa dan Bali masih aman untuk dikonsumsi. Pada tahun 2003, perairan di Kalimantan dan Sulawesi masih dalam batas aman, begitu juga dengan biota yang hidup di perairan tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Pada tahun 2005, Muara Sungai Kahayan dan Muara Sungai Barito telah tercemar oleh logam Cd dan Cu, tetapi ikan yang hidup di dalamnya masih aman untuk dikonsumsi. Pada tahun tersebut Waduk Saguling telah tercemar oleh logam Pb, Cd, dan Cu sementara Waduk Cirata tercemar oleh logam Hg dan Waduk Jatiluhur tercemar oleh logam Cu dan Cd. Ikan yang hidup di ketiga waduk tersebut masih aman untuk dikonsumsi.
Penelitian aplikasi ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) untuk menghambat kemunduran mutu pindang tongkol (Scomber australasicus CV) telah dilakukan. Pada penelitian ini digunakan 4 konsentrasi ekstrak daun jambu (0, 3, 6, dan 9%) sebagai larutan perebus pada pengolahan pindang tongkol. Perubahan mutu ikan pindang diamati setiap 24 jam secara organoleptik, kimia (TVB, TBA) dan mikrobiologi (TPC, kapang), sedangkan pengamatan terhadap perubahan asam lemak dilakukan pada ikan pindang dengan perlakuan terbaik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun jambu sebagai larutan perebus pada pemindangan ikan tongkol mampu menghambat peningkatan kadar TBA dan menekan oksidasi asam lemak tidak jenuh, tetapi tidak mampu menghambat peningkatan kadar TVB dan pertumbuhan mikroorganisme selama penyimpanan pada suhu ruang. Meskipun penggunaan ekstrak daun jambu menyebabkan warna pindang cenderung menjadi lebih gelap (kecoklatan), pindang tongkol yang direbus dengan ekstrak daun jambu mempunyai intensitas bau dan rasa tengik yang sangat rendah dan tekstur yang lebih baik bila disbanding kontrol. Perlakuan ekstrak daun jambu yang paling efektif sebagai pengawet pindang tongkol dengan nilai sensori terbaik adalah perlakuan ekstrak daun jambu pada konsentrasi 9%.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.