Pesatnya perkembangan masyarakat yang diikuti pula dengan makin majunya teknologi dengan internet tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga terselip dampak negative di dalamnya, salah satunya adalah berkembangnya tindak pidana pelecehan seksual terhadap anak yang disebut dengan child grooming yang mana tindak pidana ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet yang makin menjadi kebutuhan utama masyarakat. Tindak pidana child grooming tanpa disadari mulai terjadi di Indonesia, mulai muncul beberapa kasus yang apabila dianalisis merupakan child grooming. Munculnya tindak pidana baru ini tidak diiringi dengan instrument hukum yang mendukung dibuktikan dengan belum adanya pengaturan mengkhusus yang mengatur mengenai tindak pidana ini sehingga aparat hukum mengakui menemukan kesulitan dalam memproses kasus child grooming yang telah terjadi. Satu-satunya cara polisi mengambil diskresi untuk dapat menjatuhkan hukuman kepada pelaku. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penulisan yuridis normative dengan menggunakan pendekatan The Statute Approach yang mana menggunakan literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Tindak pidana child grooming masih tergolong sebagai tindak pidana baru di Indonesia sehingga belum ada peraturan yang mengkhusus terkait hal tersebut. Sehingga agar pelaku dari tindak pidana ini tetap dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya maka aparat penegak hukum mengambil kebijakan berupa diskresi sebagai jalan keluar terhadap hal ini
Kemajuan teknologi yang berkembang dengan sangat pesat tidak hanya membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat tetapi tidak sedikit menimbulkan dampak negative. Kemudahan kebebasan berpendapat dengan mengandalkan teknologi membawa perkembangan baru dalam jenis-jensi kejahatan yaitu munculnya ujaran kebencian atau hate speech yang dilakukan di media social baik berupa ketikan maupun video. Hal demikian apabila tidak diatur lebih lajut maka akan sangat mengkhawatirkan, masyarakat akan nkelewatan batas dan akan menimbulkan ketidaknyamanan atau perasaan tersinggung pada seseorang atau kelompok tertentu. Hukum pidana sudah pasti telah memperhatikan konsekuensi yang akan dihadapi seseorang baik yang sengaja maupun tidak sengaja melakukan tindak pidana ujaran kebencian ini. Dalam artikel ini akan membahas bagaimana hukum pidana memandang kejahatan ujaran kebencian atau hate speech ini dan akan dibahas juga mengenai bagaimanakah system pembuktian dalam tindak pidana ujaran kebencian ini. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normative yang mana dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana ujaran kebencian. Hasil dan pembahasan yang didapat adalah Apabila kita melihat dalam KUHP dan peraturan perundang-udangan lain sudah dijelaskan beberapa pasal yang dapat dikenakan terhadap seseorang yang melakukan ujaran kebencian atau hate speech. Pasal-Pasal yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian terhadap seseorang, kelompok ataupun lembaga berdasarkan Surat Edaran Kapolri No: SE/06/X/2015 terdapat di dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, Pasal 311, kemudian Pasal 28jis. Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dan Pasal 16 UU No 40 Tahun 2016 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.dan pembuktian yang dilakukan untuk memeriksa tindak pidana ujaran kebencian ini tetap berdasarkan dengan alat=alat bukti yang diatur dalam KUHP.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang memiliki popularitas yang tinggi. Para wisatawan tersebut sangat jatuh cinta dengan adat dan budaya yang ada di Bali tetapi tidak sedikit wisatawan yang tidak memahami arti penting tempat suci yang terdapat dalam kawasan daya tarik wisata. Untuk melindungi tempat suci yang banyak tersebar di Bali diperlukan adanya sanksi baik dalam peraturan perundang-undangan maupun berupa awig-awig desa agar dapat menjerat pelaku penistaan terhadap tempat suci di Bali tetapi sayangnya hal tersebut belum diatur secara tegas di dalam peraturan yang ada. Adapun perrmasalahan yang diangkat untuk dianalisa dan dijawab dalam penelitian ini adalah 1.Bagaimanakah Penerapan Sanksi Adat Dalam Penistaan Tempat Suci Menurut Hukum Positif ? 2. Bagaimanakah Penyelesaian Kasus Penistaan Tempat Suci Di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar ? Metode yang digunakan adalah model penelitian hukum empiris. Produk hukum di Indonesia belum mengatur mengenai penistaan terhadap tempat suci secara nyata, dalam KUHP hanya diatur mengenai penistaan agama dan tidak disinggung mengenai penistaan tempat suci. Dalam kasus penistaan tempat suci di Desa Padang Tegal diselesaikan dengan sanksi adat dan melalui proses mediasi oleh Bendesa adat desa Padang Tegal dengan pelaku. Namun sayangnya sanksi adat ini kurang memberikan efek jera bagi pelaku dan hanya mengembalikan kesucian dari tempat suci itu sendiri.
Semakin tingginya jumlah masyarakat yang terkena covid-19 ini maka pemerintah terus gencar mengeluarkan peraturan-peraturan guna menekan pertumbuhan kasus baru dan meminimalisir klaster baru penyebaran covid-19. Desa Adat Kota Tabanan yang telah dicatatkan sebanyak dua kali masuk dalam zona merah penyebaran Covid-19 menyikapi permasalahan pandemi Covid-19 yang semakin merajarela ini dengan membentuk suatu perarem atau aturan adat yang berlaku di Desa Adat setempat yakni Perarem Adat Kota Tabanan Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pengaturan Pencegahan dan Pengendalian Gering Agung Covid-19. Perarem ini telah disahkan pada tanggal 19 Juli 2020 dan telah disosialisasikan secara bertahap ke banjar-banjar adat. Adapun tujuan dari dibentuknya perarem ini sendiri adalah untuk memustus rantai penyebaran Covid-19 dan meningkatkan kedisiplinan dari masyarakat desa dikarenakan dalam perarem ini juga disertakan sanksi denda. adapun permaslahan yang akan dikaji adalah bagaimanakah pengaturan hukum mengenai pelanggaran protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 di desa adat kota Tabanan? dan bagaimanakah rekonstruksi hukum adat yang ideal dalam menanggulangi pelanggaran protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 di desa adat kota Tabanan ?. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum empiris dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini adalah desa adat kota tabanan telah memiliki Pararem Desa Adat Kota Tabanan Nomor 5 Tahun 2020 yang di dalamnya memuat sanksi-sanksi denda bagi pelanggar protocol kesehatan hanya saja masih banyak masyarakat yang tidak mentaati peraturan tersebut. Mengatasi hal demikian maka diperlukan adanya rekonstruksi norma agar tidak adanya celah-celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelanggar protocol kesehatan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.