Indonesia is a pluralistic nation because it consists of various races, languages, cultures, and religions. Diversity has the potential for horizontal conflict in society. Jesus commanded that Christians manifest love for others as well as for themselves. Sincere love will create harmony and harmony with others regardless of the differences in it. This research uses a descriptive qualitative method through exploring literature related to the topic and using parallel biblical texts that describe how believers carry out their call to live in harmony and at the same time carry out a Christian mission to save those who do not believe in Christ. From this research, it is concluded that the Christian mission is the application of the love of Christ. Love is the basis in society to foster tolerance and mutual respect for the rights of everyone, including belief. This reality must change the paradigm and practice of modern Christian mission. Christian mission must stick to the Bible which affirms that faith in Christ is an absolute requirement of salvation. Therefore, there is no reason for the believer or the church not to carry out this missionary command by maintaining religious harmony so that it can be a blessing for those who do not know Christ.Indonesia adalah bangsa yang majemuk karena terdiri dari berbagai suku, bahasa, budaya dan agama. Kemajemukan memiliki potensi konflik horisontal di masyarakat. Yesus memerintahkan agar orang Kristen mewujudkan kasih kepada sesama seperti kepada diri sendiri. Kasih yang tulus akan menciptakan kerukunan dan keharmonisan dengan sesama tanpa memandang perbedaan yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui menggali literatur yang berkaitan dengan topik dan menggunakan teks-teks paralel Alkitab yang mendeskripsikan bagaimana orang percaya menjalankan panggilan untuk hidup rukun sekaligus mengemban misi Kristen untuk menyelamatkan mereka yang belum percaya pada Kristus. Melalui penelitian ini disimpulkan bahwa misi Kristen adalah penerapan dari kasih Kristus. Kasih itu menjadi dasar dalam bermasyarakat untuk menumbuhkembangkan sikap toleransi dan saling menghormati hak-hak setiap orang termasuk berkeyakinan. Realitas ini harus mengubah paradigma dan praktik dari misi Kristen modern. Misi Kristen harus tetap berpegang teguh pada Alkitab yang menegaskan bahwa iman dalam Kristus sebagai persyaratan mutlak keselamatan. Tetapi tidak ada alasan bagi orang percaya atau gereja untuk tidak menjalankan perintah misioner tersebut dengan tetap menjaga kerukunan beragama agar dapat menjadi berkat bagi orang yang belum mengenal Kristus.
Tulisan ini hendak menjelaskan mengenai konsep penginjilan, yang terdiri dari enam pokok bahasan, yaitu: landasan teologis penginjilan, pengertian penginjilan, hakikat penginjilan, motivasi penginjilan, pentingnya penginjilan dan terakhir tujuan penginjilan. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi literatur dengan penyajian deskriptif. Penginjilan adalah memberitakan tentang karya Kristus yang sudah mati karena dosa-dosa manusia, dikuburkan dan dibangkitkan pada hari yang ketiga (1 Korintus 15:3-4). Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan bagi umat manusia. Dengan demikian, disimpulkan bahwa penginjilan tetap relevan dan mutlak dilakukan dengan bijak serta tulus oleh setiap pengikut Kristus dengan tujuan supaya setiap orang dapat menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan beroleh keselamatan. Keselamatan harus diterima secara pribadi, artinya respon yang diberikan bersifat pribadi terhadap berita Injil.
Character is something that is very important for human progress, both individually and in a nation. This article motivated by the decline of the character of society that appears in the rampant crime, anarchism, vigilante, radicalism, hatred, intolerance, disrespect, terrorism, injustice which is causing violence in various human relationships. Individual and social clashes occurred which are always based on the society background, such as ethnicity, religion and social condition. It cannot be denied if it is said that the root of all this is caused by character problem. Character influences ethical and moral judgment and decision making. By this context, Christian families are called to participate in building the nation through education in family. Christian families become character educators for their children. This article aims to describe seven virtues main, namely compassion, empathy, self-mastery, respect, tolerance, fairness, and patriotism to build child Christian character. AbstrakKarakter adalah suatu hal yang sangat penting bagi kemajuan manusia, baik secara individual maupun suatu bangsa. Tulisan ini dimotivasi oleh merosotnya karakter masyarakat yang nampak dalam maraknya tindakan kejahatan, anarkhis, main hakim sendiri, radikalisme, kebencian, intoleransi, rasa tidak hormat, terorisme, ketidakadilan, sehingga menyebabkan membudayanya kekerasan dalam berbagai relasi. Terjadi perbenturan-perbenturan individual dan social yang masih selalu terkait dengan latar belakang masyarakat, seperti etnis, agama dan keadaan social. Tidak dapat disanggah bila dikatakan akar penyebab semua itu disebabkan oleh problem karakter. Karakter memengaruhi pertimbangan dan pengambilan keputusan etis dan moral. Dalam konteks inilah keluarga Kristen dipanggil untuk turut serta membangun bangsa melalui pendidikan di keluarga. Keluarga Kristen menjadi pendidik karakter bagi anak-anaknya. Tulisan ini bertujuan mendiskripsikan tujuh kebajikan utama, yaitu belas kasih, empati, penguasaan diri, rasa hormat, toleransi, adil, dan cinta tanah air, untuk membangun karakter Kristiani anak.
The Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) outbreak, or better known as the Corona virus, is spreading rapidly, bringing changes in socializing and communicating in the community. Government regulations require all citizens to participate in breaking the chain of transmission of the virus. This of course also has an impact on the concept and implementation of the mission that has been carried out, namely face to face. As one way the church must continue to take its role in witnessing or preaching the gospel of Jesus Christ to non-believers using social media as the right choice in carrying out missions during the Covid-19 pandemic. This article will describe the understanding of the Church or believers as recipients of God's mission mandate, and the use of social media as a means of carrying out missions during the Covid-19 pandemic, and how the effectiveness and constraints of carrying out missions through social media. The results of the research can be said that the mission can still be carried out in all conditions in the midst of society even though without having to meet face to face with the way the church empowers its people to actively use social media as a means of preaching the gospel.AbstrakWabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) atau lebih dikenal dengan nama virus Corona yang menyebar dengan cepat membawa perubahan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di masyarakat. Aturan pemerintah mengharuskan semua warga berpartisipasi dalam memutus rantai penularan virus tersebut. Hal itu tentu juga berdampak pada konsep dan pelaksanaan misi yang selama ini dilakukan, yakni dengan tatap muka secara langsung. Sebagai salah satu caranya gereja harus tetap mengambil perannya untuk bersaksi atau memberitakan Injil Yesus Kristus kepada orang-orang yang belum percaya menggunakan media sosial sebagai pilihan yang tepat di dalamnya pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19. Artikel ini akan memaparkan pemahaman tentang Gereja atau orang percaya sebagai penerima mandat misi Allah, dan pemanfaatan media sosial sebagai salah satu sarana pelaksanaan misi di masa pandemi Covid-19, dan bagaimana efektivitas serta kendala pelaksanaan misi melalui media sosial. Hasil penelitian dapat dikatakan bahwa misi dapat tetap dilakukan dalam segala kondisi di tengah-tengah masyarakat meskipun tanpa harus tatap muka secara langsung dengan cara gereja memberdayakan umatnya untuk secara aktif menggunakan media sosial sebagai sarana pemberitaan Injil.
Keilahian Yesus merupakan inti dari iman Kristen. Prinsip ini seringkalidiragukan oleh banyak kalangan. Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bukti-buktiyang kuat dan meyakinkan tentang keilahian Yesus menurut pemberitaan keempat Injil;Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Metode penulisan yang digunakan adalah analisisbiblikal terhadap uangkapan Yesus sebagai Allah dengan mendasarkan pada teks di dalamkeempat Injil. Hasil temuan memperlihatkan ada banyak teks dari keempat Injil yangmengindikasikan keilahian Yesus.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.