Salah stu ciri pendidikan guru yang berdasarkan kompetensi menurut Dirjen Dikti : Penilaian Program Penidikan 1983, h. 48, bahwa ia sangat mementingkan balikan (feed back) Yang harus dilakukan terus menerus yaitu penilian terhadap mahaiswa, dosen, maupun terhadap pogram secara keseluruhan , sehingga dengan penilaian ini akan memberikan balikan yang memungkinkan LPTK mempunyai kemampuan regeneratif, yaitu kemampuan untuk terus memperbaiki dan mengembangkan diri. Mengenai evaluasi terhadap diri sendiri banyak sumber yang dapat dipergunkan diantaranya sesama staf pengajar, para ahli atau atasan dan para siswa atau mahasiswa (Erman Suherman dan Karso 1986, h. 88). Seorang pendidik harus dapat memeriksa, melihat dn mengvalusi tehadap diri seniri tentang segala aspek tugasnya yang memerlukn perbaikan. Sedangkan Russefendi 1988, h.56 menyatakan pula bahwa “evaluasi untuk meningkatkan dir kegiatannya dilkukan dengan mengevaluasi terhadap pengajaran yang baru saja kita lakukan maupun terhadap pengajaran secara keeluruhan (rogram)”. Di lain pihak menurut hasil penelitian Endi Nurgana, dkk. 1991 dan Siti Darsati, dkk. 1996 menunjukkan masih relatif rendahnya baik produktifitas maupun rata-rata derajat yudisium lulusan dilingkungan jurusan Pendidikan Matematika FKIP Unsur Cianjur, padahal mereka berasal dari SMA jurusan IPA dan IPS yang melewati tahap seleksi. Tentu saja banyak faktor yang menjadi penyebab relatif rendahnya produktifitas maupun prestasi belajar para siswa atau mahasiswa mengingat kompleksitasnya vriabel-variabel pendidikan. Khusus dalam penelitian ini akan dipilih faktor dosen. Menurut Russefendi 1988, h. 17 bahwa keberhasiln siswa beljar akan dipengaruhi oleh kemampuan guru profesional itu, baik karena kompetensinya maupun karena penampilannya. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika FKIP Unsur Cianjur yang mengikuti perkuliahan kelompok bidang studi Statistika dan Aljabar. Sdangkan sampelya adalah mahasiswa yang saat penelitian ini dilaksanakan baru berakhir mengikuti mata kuliah dari kelompok bidang studi Statistika (Statistika Dasar) dan bidang studi Aljabar (Aljabar Matrik) Rincian masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah penilaian para mahasiswa terhadap karakteristik dosen pengajarnya? Bagaimanakah penilaian para mahasiswa terhadap Keterampilan Mengajar dosen pengajarnya? Apakah kemampuan akaemik (prestasi belajar) mahasiswa berkaitan dengan penilaiannya terhadap karakteristik dosen pengajarnya? Apakah kemampuan akaemik (prestasi belajar) mahasiswa berkaitan dengan penilaiannya terhadap Keterampilan Mengajar dosen pengajarnya? Rincian masalah diatas dibatasi hanya untuk kelompok bidang studi Statistika dan Aljabar, yaitu mata kuliah yang harus diberikan pada waktu penelitian ini dilaksanakan. Untuk memecahkan masalah tersebut diatas, dirumuskan hipotesis sbb: Terdapat asosiasi/kaitan antara restasi akademik yang diperoleh mahasiswa dengan evaluasi formatif mahasiswa terhadap karakteristik dosen pengajarnya Terdapat asosiasi/kaitan antara prestasi akademik yang diperoleh mahasiswa dengan evaluasi formatif mahasiswa terhadap keterampilan mengajar dosen pengajarnya. Untuk menguji hipotesis digunakan statistic: =²/ (Sudjana, 1992, h. 279-287) Dari hasil pengolahan data dan analisis data dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: Hampir (87,54%) dari mahasiswa memberikan penilaian bahwa karakteristik dosen dari kelompok bidang studi statistika adalah Sangat Baik, begitu lebih dari setengahnya (68,06%) dari mahasiswa memberikan penilaian bahwa karakteristik dosen dari kelompok bidang studi aljabar baik, hanya (1,39%) yang menganggap bahwa karakteristik dosen dari kelompok bidang studi Aljabar kurang baik. Lebih dari setengahnya (82,50%) dari mahasiswa menilai bahwa keterampilan mengajar dosen dari kelompok bidang studi Statistika baik, begitu pula lebih dari setengahnya (55,56%) dari mahasiswa memberikan penilaian bahwa keterampilan mengajar dosen dari kelompok bidang studi Aljabar baik. tidak seorangpun yang memberikan penilaian kurang baik kepada dosen dari kelompok bidang studi Statistika dan Aljabar. Kemampuan akademik (prestasi belajar) mahasiswa tidak berkaitan dengan penilaiannya terhadap karakteristik dosen pengajarnya. Kemampuan akademik (prestasi belajar) mahasiswa tidak berkaitan dengan penilaiannya terhadap keterampilan mengajar dosen pengajarnya. Sebagai hasil tambahan, dapat diinformasikan, bahwa meskipun rata-rata dari penilaian mahasiswa terhadap butiran-butiran pernyataan dalam skala numeric baik mengenai karakteristik dosen maupun keterampilan mengajar dosen termasuk cukup baik (3), namun masih ada beberapa dari karakteristik dan keterampilan mengajar dosen yang dianggap oleh mereka kurang baik, terutama mengenai kemampuan merangsang keingintahuan mahasiswa, daya tarik perkuliahan, dan kemampuan mengjukan pertanyaan (teknik bertanya) untuk dosen kelompok bidang studi Aljabar. Sedangkan untuk kelompok bidang studi Statistika mengenai karakteristik dan keterampilan mengajar dosen yang dianggap masih kurang baik, terutama mengenai kepelikan/keanehan/keganjilan.
The purpose of the research to find out whether the increase in mathematical problem solving abilities of students using the LAPS-Heuristic learning model is better than the mathematical problem solving abilities of students who use conventional learning models, how students' learning activeness attitudes towards mathematics learning using the LAPS-Heuristic learning model, and obstacles in completing problems solving. The research method used was a quasi-experimental research design with Nonequivalent control group design. The samples used were two classes from eleven classes selected by purposive sampling technique. To obtain data from the research results, a problem solving ability test instrument was used, a questionnaire on student learning activeness, and an interview. Based on the results of data analysis the improvement of students 'mathematical problem solving abilities using the LAPS-Heuristic learning model is better than students who use conventional learning models, the students' learning activeness in the LAPS-Heuristic learning model is almost entirely positive. The obstacles experienced by students in solving the problems of mathematical problem solving abilities are that students find it difficult to understand question the problem solving abilities so that it is difficult to develop a plan to solve problems that cause obstacles in counting operations that require accuracy. ABSTRAKTujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran LAPS-Heuristic lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, bagaimana sikap keaktifan belajar siswa terhadap pembelajaran matematika. menggunakan model pembelajaran LAPS-Heuristic, dan hambatan dalam menyelesaikan pemecahan masalah. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimen semu dengan desain kelompok kontrol Nonequivalent. Sampel yang digunakan adalah dua kelas dari sebelas kelas yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Untuk mendapatkan data dari hasil penelitian, instrumen tes kemampuan pemecahan masalah digunakan, kuesioner tentang keaktifan belajar siswa, dan wawancara. Berdasarkan hasil analisis data peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan model pembelajaran LAPS-Heuristic lebih baik daripada siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional, keaktifan belajar siswa dalam model pembelajaran LAPS-Heuristic hampir seluruhnya positif. Hambatan yang dialami siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah matematika adalah siswa kesulitan memahami pertanyaan kemampuan pemecahan masalah sehingga sulit untuk mengembangkan rencana untuk memecahkan masalah yang menyebabkan hambatan dalam penghitungan operasi yang membutuhkan akurasi. PENDAHULUANPendidikan mempunyai peranan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Langkah-langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman.Karena perkembangan zama...
As indicated by some researcher, cognitive conflicts arise from a collaborative learning when students ask their friends to redesign (co-construct) knowledge. Conceptually, cognitive changes that occured in a process of conflict or cooperation is a mistake. This argument claimed that a productive cognitive conflict occurs under a co-operative context, and not individual way. On the other hand, cognitive conflict rarely occurs in a collaborative or developing consensus process, but it occurs at a personal conflict (interpersonal) process. This study examines the implementation of cognitive conflict strategies in the learning of mathematics through individual and group learning in junior high school students. Through the design of Pre and Post Test Control Group Design, the result obtained that the quality of critical thinking skills, either through cooperative and individual learning were in the medium category. While improving students' ability to think creatively through learning cognitive conflict, either cooperatively or individually were in the low category. The test results showed that despite the increase in the ability to think in both groups are on the same level, there was a statistically significant difference. This also applied in the ability to think creatively, even if both were at low levels, but statistically it showed significant difference. The cognitive conflict approach through cooperative setting is recommended for use by teachers in teaching mathematics in schools. Beberapa peneliti menemukan indikasi bahwa konflik kognitif dalam pembelajaran muncul dari proses kolaboratif ketika siswa mengajak satu sama lain untuk mengkontsruksi bersama (co-construct) pengetahuan tersebut. Secara konseptual temuan itu merupakan sebuah kekeliruan. Klaim argumentasi ini adalah konflik kognitif yang produktif terjadi dalam konteks kooperatif, dan tidak secara individual. Dilain pihak konflik kognitif jarang terjadi dari proses kolaboratif dan proses penyusunan konsensus, tetapi justru pada saat konflik secara pribadi (interpersonal). Studi ini mengkaji implementasi strategi konflik kognitif dalam pembelajaran matematika melalui belajar berkelompok dan individual dengan subjek yang diteliti adalah siswa SMP. Melalui desain Pre and Post Test Control Group Design diperoleh hasil bahwa kualitas peningkatan kemampuan berfikir kritis baik yang belajar melalui kooperatif maupun individual berada dalam kategori sedang. Sedangkan peningkatan kemampuan berfikir kreatif siswa melalui pembelajaran konflik kognitif baik secara kooperatif maupun secara individual berada pada kategori rendah. Dari pengujian diperoleh kesimpulan bahwa walaupun peningkatan kemampuan berfikir kedua kelompok berada pada level yang sama, tetapi secara statistic berbeda secara berarti. Begitu juga untuk peningkatan kemampuan berfikir kreatif, walaupun keduanya berada pada tingkatan rendah, tetapi secara statistic meunjukkan perbedaan yang berarti.
This action research is based on the implementation Guided Discovery Learning (GDL) in the 2013 curriculum (K13) for education in Indonesia. Beside that the minimum completeness criteria, for space analytic geometry in Suryakancana University, has not been achieved yet. The aim of this study was to improve the mathematical conceptual understanding of students who were taking lectures on space analytic geometry. The sample consisted of two classes with many students of 19 and 22 respectively. This classroom action research was completed in two cycles. In the second cycle, the class absorption of each class was 78.95% and 77.27%. Thus it can be concluded that the implementation of the GDL model can improve the ability to understand students' mathematical concepts, especially in the analytic geometry of space subject, and in general students provide a positive response to learning with the GDL model.
A r t i c l e I n f o A b s t r a c tThe isolation and characterization of chitinase from the chitinolytic aquatic fungal isolate KC3 from isolation of cockroach carcasses have been performed. The objective of this study was to obtain chitinase from KC3 aquatic fungal isolates and to obtain isolated chitinase characterization information that included optimum pH and optimum temperature. Chitinase is a complex enzyme composed of endocytinase, kitobiosidase and N-acetylglucosaminidase. The production medium contained choloidal chitin as an inducer. Fractionation was done with ammonium sulfate to a saturation level of 90% (F5). Chitinase activity was measured by Ueda-Arai method based on substrate reduction. The highest specific activity was obtained at fraction one (F1) that was equal to 73.258 U/mg. The chitinase characterization result was obtained by optimum chitinase pH profile at pH 3.8 whereas the temperature profile obtained two peaks at 28,5°C and 29,5°C. The temperature profile of the two peaks/dots indicated if there were two possible types of chitinase in the enzyme under test.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.