Gabungan beberapa analisis pada citra satelit Landsat dan Digital Elevation Model Nasional (DEMNAS) dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi indikasi area prospek panas bumi. Analisis dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah yang diawali dari informasi keberadaan mata air panas pada peta geologi regional lembar Takengon. Metoda penginderaan jauh seperti metoda Fault and Fracture Density (FFD) dan interpretasi circular feature diterapkan pada citra DEMNAS. Sedangkan metoda Land Surface Temperature (LST) dan Direct Principal Component Analysis (DPCA) diterapkan pada citra Landsat 8. Kenampakan circular feature, anomali LST dan indikator adanya mineral ubahan bersuhu tinggi, dapat digunakan untuk memperkirakan keberadaan sumber panas. Sedangkan penerapan FFD digunakan untuk memperoleh indikator adanya zona dengan permeabilitas tinggi yang diperlukan dalam sistem panas bumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi sumber panas diperkirakan berada pada komplek vulkanik Gunung Telege yang berada di daerah Kecamatan Atu Lintang. Hal ini diperlihatkan dengan adanya circular feature dan anomali LST yang terdapat di daerah tersebut. Penerapan metoda FFD mengindikasikan adanya zona outflow yang berada di sekitar manifestasi mata air panas yang terletak di sebelah barat laut Gunung Telege. Sedangkan dari hasil penerapan metoda DPCA sulit untuk diinterpretasi dikarenakan belum adanya pemisahan yang tegas antara indikator zona argilik lanjut dan zona propilitik dari hasil DPCA tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya nilai pencampuran antar beberapa indikasi mineral dalam satu piksel yang sama. Secara umum, penggunaan metoda penginderaan jauh di Kabupaten Aceh Tengah dapat membantu untuk memberikan petunjuk awal adanya kemungkinan sistem panas bumi di daerah tersebut
Gunung Lawu merupakan salah satu kerucut gunungapi di Indonesia yang memiliki keterdapatan manifestasi panas bumi dengan sebaran cukup luas di bagian lerengnya. Untuk mengetahui keprospekan panas bumi daerah Gunung Lawu diperlukan suatu kajian ilmiah yang bisa menjelaskan hubungan antara vulkanisme Gunung Lawu dengan pembentukan sistem panas bumi daerah tersebut. Metode penelitian dalam makalah ini adalah berupa kajian vulkanostratigrafi. Kajian dilakukan dengan menentukan parameter-parameter karakteristik vulkanik Gunung Lawu yang meliputi volume dan pola struktur geologi sebagai data primer, serta umur vulkanisme dan evolusi magma sebagai data sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa Gunung Lawu memiliki volume gunungapi sebesar 300 km3 yang mengindikasikan keberadaan dapur magma yang cukup besar sebagai sumber panas, dengan vulkanisme termuda berumur 200 ribu tahun yang berada di kisaran umur ideal untuk membentuk sistem panas bumi yang matang. Pola struktur geologi menunjukkan arah struktur yang homogen dengan penyebaran vent radial mengarah ke puncak Gunung Lawu. Intensitas kerapatan patahan dan rekahan tinggi yang mencerminkan adanya zona permeabilitas tinggi terletak di lereng selatan dan barat Gunung Lawu. Dengan karakteristik tersebut, dapat disimpulkan bahwa daerah panas bumi Gunung Lawu memiliki prospek panas bumi yang menarik untuk dikembangkan dan perlu diteliti lebih lanjut, terutama pada lereng selatan dan barat Gunung Lawu.
Southern Ngada is one of the areas that shows occurrence of volcanic geothermal potential in East Nusa Tenggara. The spreading volcanoes in the study area raised a hypothesis that the Southern Ngada Geothermal Field consists of several geothermal systems. The spreading volcanoes showed the presence of at least three volcanoes and manifestation clusters, which are Nage, Keli-Bena, and Wolo Puti Clusters. This research aimed to identify the number, type, and characteristics of geothermal systems in Southern Ngada Geothermal Field. The identification is conducted through the integration of geomorphology, volcanostratigraphy, structural geology, and geochemistry of fluid manifestation. The determination of geothermal system in Southern Ngada Geothermal Field is important to identify the field characteristics and reduce exploration risks. The Southern Ngada Field constitutes of the pre-caldera, post-caldera, and recent volcanism products. The study area is intensively deformed through strike slip faults and resembled Riedel Shear patterns. Fluid manifestation geochemistry in the study area showed various type of waters, which consists of Cl-SO4, SO4, and SO4-HCO3 waters with meteoric water mixing. The solfatara is associated with active magmatic gases due to boiling of reservoir beneath cinder cones. The fluid mixing processes are explained furthermore in Schoeller diagram plot. The integration of analyses showed the presence of Nage, Keli-Bena, and Wolo Puti Geothermal Systems with each different volcanostratigraphy, structural setting, and fluid mixing processes. The Nage System is associated with inferred heat source beneath the Nage Caldera and eastern part master and antithetic fault. The Keli-Bena System is associated with inferred heat source beneath Bena Crater and western antithetic fault. The Wolo Puti System is associated with inferred heat source beneath cinder cone volcanoes and northern extensional structures.
Kegiatan penelitian panas bumi daerah Mapos dilakukan untuk mengetahui karakteristik geokima panas bumi di daerah tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan dan pengambilan conto di lapangan, analisis laboratorium serta interpretasi data. Objek penelitian ini terdiri dari manifestasi panas bumi yang muncul di permukaan, geokimia air panas, batuan ubahan dan komposisi isotop stabil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tujuh air panas di daerah penelitian yang dapat diklasifikasikan ke dalam tipe air panas klorida, klorida-bikarbonat, sulfat, sulfat-bikarbonat dan bikarbonat. Seluruh air panas di daerah penelitian terletak di zona immature waters dengan jenis pola aliran air panas berupa outflow dan perkiraan temperatur reservoar sekitar 200°C. Berdasarkan manifestasi panas bumi di permukaan, sistem panas bumi daerah Mapos merupakan sistem panas bumi bertemperatur sedang dengan dominasi air pada relief tinggi dan berhubungan dengan sistem vulkanik.
Pemodelan isotermal secara tiga dimensi (3D) pada daerah Sipoholon dilakukan untuk memberikan visualisasi yang lebih baik sehingga mempermudah dalam memahami kondisi temperatur bawah permukaan. Metode yang digunakan pada penelitian ini difokuskan pada pengolahan data geokimia berupa mata air panas yang didukung oleh data geologi dan geofisika, untuk kemudian dilakukan pemodelan 3D isotermal sehingga dapat dilakukan analisis dan interpretasi kondisi temperatur bawah permukaan di daerah penelitian. Hasil pemodelan 3D isotermal menunjukkan bahwa pola isotermal di daerah penelitian dipengaruhi oleh keberadaan sumber panas, struktur geologi dan pola resistivitas. Mengingat keterbatasan data yang dimiliki, hasil pemodelan ini masih merupakan proses awal pemodelan pada sistem panas bumi daerah Sipoholon dan masih memungkinkan untuk dilakukan pembaharuan data dan model lebih lanjut.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.