Damage to tissues causes damage to blood vessels.In patients with DM with diabetic ulcers, perfusion repair is absolutely necessary because it will be very helpful in transporting oxygen and blood to the damaged tissue. A good indicator of perfusion is characterized by normal oxygen saturation support Physical exercise stretching the legs is the main treatment in the prevention and healing of diabetic foot ulcers. Research purposes Identifying the effect of Stretching Exercises on oxygen saturation in patients with diabetes mellitus ulcers. Research methods used is quasi-experimental (Quasi experiment designs) with the design of the Pre test and Post test nonequivalent control group design. Non-probability sampling technique with consecutive sampling technique. The study was conducted at the General Hospital dr. R. Soetijono Blora from May to November 2019 with a sample of 20 respondents. Univariate analysis includes descriptive analysis and bivariate analysis with Paired Samples Correlations and Paired Samples test. Research Results and Discussion showed stretching exercises (Stretching Exercises) correlated (Sig value 0,000 <α 0.005) and effect (Sig 2-tailed value = 0.001 <½ α 0.025) on oxygen saturation in patients with diabetes mellitus ulcers on stretching days 2 and 3 Leg stretching exercises cause the muscles to contract continuously and activate the blood vessel system and venous pump so that blood circulation will increase. Leg stretching exercises (Stretching Exercises) in the Ankle section to improve the function of blood flow in the legs so that tissue requirements such as oxygen and nutrients are met, these exercises also have a positive impact on the healing process of diabetic foot ulcers or can optimize the vascularization of the ulcer area with indicators of improvement in oxygen saturation. Conclusions and Suggestions research on stretching exercises (stretching exercises) correlated and affected the oxygen saturation in patients with DM ulcers, after doing leg stretching exercises day 2 and 3.
Latar belakang, kenyataan banyak pasien pos psikotik yang menganggap dirinya tidak sakit, menolak tindakan pengobatan, hal ini perlu intervensi untuk mencapai kesembuhan. Terapi normalitas merupakan salah satu alternatif dengan cara membiasakan dan mempertahankan sikap “normatif” dalam keseharian, antara lain mampu melaksanakan belajar, bekerja, bermain dan bercinta sebagaimana layak orang sehat jiwa seminimal mungkin bantuan orang lain.Tujuan, menguji kesesuaian terapi normalitas terhadap populasi. Validitas intervensi, telah diujikan pada 20 subjek halusinasi di RSJD Semarang. Hasilnya, uji statistik t-test menunjukkan p = 0,000. IK 95%, (Ho ditolak dan Ha diterima), dan 46 subjek di sosial kemasyarakatan yang sama, hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukan p = 0,000. IK 95%, (Ho ditolak dan Ha diterima), maka simpulannya; Generalisasi fungsi terapi normalitas benar, terpenuhi.Metode, eksperimen, menerapkan metode “Quasi-eksperimen nonequivalent (pre-test and post test control group design”, Penentuan responden menggunakan; Consecutive sampling, sampai 36 sampel terpenuhi. randomisasi dengan pemetaan, skema rumah tinggal pasien, dengan menjatuhkan pensil ke dalam skema. Alat ukur penelitian kesembuhan pasien kuesioner yang dikembangkan peneliti. Peneliti memberikan 3 kali sesi terapi individu, selama 15 – 20 menit dan 1 kali sesi terapi keluarga selama 30 menit, selama penelitian.Hasil, kemampuan keluarga melakukan pencegahan kekambuhan pada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, hasilnya menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,1 0,05. Kemampuan klien melakukan pencegahan kekambuhan atau masih ada gejala sisa skizofrenia tidak atau kurang penting meskipun masih membutuhkan kajian lagi. Prinsip yang penting (utama) tampil selalu normal (normatif) agar seiring perjalanan waktu tampilan klien sehari-hari tidak aneh lagi, mejadi peduli mengurus dirinya sendiri dan perlunya memenuhi kebutuhan sosial serta pentingnya berhubungan dengan orang lain.
Deteksi dini penurunan tajam penglihatan pada anak usia sekolah dasar dilatarbelakangi oleh studi internasional yang menunjukkan bahwa sekitar 25% anak usia sekolah mengalami defisiensi penglihatan karena penggunaan gadget melebihi frekuensi, kesalahan posisi baca, intensitas dan pencahayaan yang tidak adekuat. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi penurunan tajam penglihatan pada anak usia sekolah serta memberikan pendidikan kesehatan tentang gangguan tajam penglihatan. Deteksi dini ini dilakukan pada 85 anak usia sekolah dasar di SDN Tempelan Kabupaten Blora dengan metode pemeriksaan visus mata menggunakan snallen test, diskusi dan edukasi kesehatan. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa dari 85 anak usia sekolah, 3,5% mengalami penurunan tajam penglihatan (low vision) kategori berat, 4,7% sedang, 16,5% hampir normal, dan 75,3% dalam kategori normal. Melalui kegiatan ini dapat disimpulkan, bahwa deteksi dini penurunan tajam penglihatan mampu memberikan gambaran kondisi tajam penglihatan pada anak usia sekolah dasar sehingga perlu dipertimbangkan untuk menerapkan edukasi dan diskusi kesehatan sebagai upaya meningkatkan kesehatan mata anak usia sekolah
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.