Effectiveness is needed by the company in order to run its business processes optimally. However, a company can be hampered in achieving its goals due to conditions that occur within the company. Outsourcing security companies are responsible for preparing and managing security personnel to work in client companies that are users, where the processes that occur within the company are an important aspect for outsourcing security companies. This study aimed analyze the organizational effectiveness of security outsourcing company viewed from the internal process approach. This research is qualitative research conducted at a security outsourcing company in West Java. This study used interview to key persons in the company and observation. The results of this study showed that the outsourcing security company classified as effective with note as an organization according to the internal process approach. Human resource management, especially training, is a critical area that hinders the effectiveness of the company. The training aspect can be the focus of organizational development goal to improve the performance of security personnel who can contribute to the effectiveness of the company. Efektivitas dibutuhkan oleh perusahaan agar dapat menjalankan proses bisnis secara optimal. Namun, sebuah perusahaan dapat terhambat dalam mencapai tujuannya dikarenakan kondisi yang terjadi di dalam perusahaan. Perusahaan outsourcing security bertanggung jawab menyiapkan dan mengelola personel satpam untuk bekerja di perusahaan klien yang menjadi pengguna, dimana proses yang terjadi di dalam perusahaan merupakan aspek penting bagi perusahaan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efektivitas perusahaan outsourcing security ditinjau dari pendekatan proses internal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan pada sebuah perusahaan outsourcing security di Jawa Barat. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara kepada key person di perusahaan dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perusahaan outsourcing security tergolong efektif dengan catatan sebagai sebuah organisasi menurut pendekatan proses internal. Pengelolaan sumber daya manusia khususnya pelatihan menjadi area kritis yang menghambat efektivitas perusahaan. Aspek pelatihan dapat menjadi fokus sasaran pengembangan organisasi untuk meningkatkan performa karyawan personel satpam yang dapat berkontribusi pada efektivitas perusahaan.
This study aims to determine how the influence of the psychological contract on the psychological well-being of lecturers in educational institutions. The psychological contract is formed on the belief that the organization's employees will appreciate the contribution and to meet expectations. This belief will create positive work experiences and form a psychological sense of security. The realization of the psychological contract can bring balance and harmony at employees in the work, optimizing organizational productivity, building a good relationship between the employee and the organization, and minimize conflict and social inequality in organization. This condition is identical to the psychological well-being. The results showed that there is a significant relationship between psychological contract and psychological wellbeing. Low gap both of transactional and relational contract means that psychological contract breach is in the low level. The lower level of breach felt by the lecturer is the more they have high level of psychological wellbeing. It will have an impact on increasing positive feelings of the individual. Lecturers who perceive that personal growth and personal life provide the greatest contribution of their wellbeing.
Happiness at work (HAW) adalah emosi positif dalam sebuah perjalanan individu dapat tumbuh dan berkembang sehingga individu dapat memaksimalkan performa dalam bekerja dan meraih potensi yang ada dalam diri. HAW merupakan sebuah pola pikir yang memungkinkan individu untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana gambaran HAW pada karyawan yang bekerja dibidang sumber daya manusia atau dikenal juga dengan HRD (human resource development). HRD memainkan peranan penting dalam mendukung agenda perusahaan sehingga penting bagi divisi HRD yang bertugas untuk mengelola seluruh sumber daya manusia di dalam perusahaan supaya berjalan secara efektif dan efisien. Tiga partisipan dalam penelitian ini direkrut secara purposif diwawancarai secara semi-terstruktur. Digunakan empat kriteria kualitas sebagai wujud kredibilitas penelitian. Transkrip wawancara dianalisis secara kualitatif menggunakan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA), IPA mengeksplorasi secara rinci proses yang dilalui partisipan untuk memahami pengalaman mereka sendiri. Analisis data memunculkan lima tema superordinat, yaitu (1) penilaian terhadap perusahaan, (2) kepuasan terhadap perusahaan dan lingkungan, (3) dedikasi atau rasa kepemilikan perusahaan, (4) kesulitan yang dihadapi, (5) ketahanan. Temuan penelitian ini menunjukkan setiap partisipan memiliki kesulitan dan tantangan yang dihadapi tetapi bagaimana partisipan tetap dapat menjalani aktivitas walaupun ada kesulitan dan tantangan yang dihadapi sehingga individu dapat berkembang dengan mengatasi emosi negatif serta memberikan kemampuan terbaiknya untuk membantu dirinya saat menghadapi kesulitan dan tantangan.
JD-R model menyatakan bahwa work engagement dapat diprediksi dari kombinasi karakteristik pekerjaan yang berupa sumber daya pekerjaan dan karakteristik individu yang berupa sumber daya pribadi dengan tuntutan pekerjaan. Sumber daya pribadi menjadi tantangan karena langsung melibatkan individu/karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kontribusi yang diberikan oleh organizational commitment sebagai sumber daya pribadi terhadap keterlibatan kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimen dengan menggunakan metode korelasional, dengan purposive sampling sebanyak 60 responden. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang diadaptasi dan dikembangkan dari Meyer dan Allen (1991) dan Utrecht Work Engagement Scale (UWES) dari Schaufeli dan Bakker (2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa organizational commitment memberikan kontribusi yang signifikan (moderat) terhadap terbentuknya work engagement. Secara rinci, terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara normative commitment terhadap vigor, dedication dan absorption.JD-R model menyatakan bahwa work engagement dapat diprediksi dari kombinasi karakteristik pekerjaan yang berupa sumber daya pekerjaan (job resource) dan karakteristik individu yang berupa sumber daya pribadi (personal resource) terhadap tuntutan pekerjaan (job demand). Personal resource telah terbukti dapat membantu individu dalam mengelola tuntutan pekerjaan, menerima kegagalan dengan lebih baik dan memiliki cara yang tangguh untuk bangkit kembali. Dengan kondisi ini, sangat penting untuk mencari variabel yang dapat berperan sebagai personal resource. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kontribusi yang diberikan oleh organizational commitment sebagai sumber daya pribadi terhadap work engagement. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimen dengan menggunakan metode korelasional, dengan purposive sampling sebanyak 60 responden. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang diadaptasi dan dikembangkan dari Meyer & Allen (2012) dan Utrecht Work Engagement Scale (UWES) dari Schaufeli & Bakker (2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa organizational commitment memberikan kontribusi yang signifikan (moderat) terhadap terbentuknya work engagement. Secara rinci, terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara normative commitment terhadap vigor, dedication dan absorption.
This study aims to identify the relationship and role of romantic breakups on impulsive buying in college students. This study used a non-experimental correlational method with a quantitative approach through regression and descriptive statistical analysis. The sampling technique used in this study was non-probability sampling with a saturation sampling method. The subjects consisted of 62 students of the Faculty of Psychology at a University in Bandung who had experienced a romantic breakup. Data was collected through an online questionnaire containing the Breakup Distress Scale (BDS) and Impulse Buying Tendency Scale (IBTS) measuring instruments using the help of Google Forms. Data analysis techniques used Pearson's Correlation test and regression test. The results of this research showed that there was no significant role of distress due to a romantic breakup in impulsive buying (r2 = 0.004; p = 0.605).
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.