Artikel ini bertujuan untuk mengeksloprasi paradigma gerakan hijrah yang terjadi pada generasi muslim milenial di era digital melalui platform media sosial. Dengan menggunakan metode penelitian fenomenologiyang dilakukan pada gerakan pemuda hijrah yang dikenal dengan nama Shift. Partisipan dalam penelitian ini adalah pelaku hijrah, pendiri gerakan hijrah, juga keluarga dari pelaku hijrah. Penelitian ini dikaji melaluikonsep gerakan sosial sebagai salah satu perilaku kolektif, yang menjadikan gerakan hijrah pada generasi milenial menjadi fenomena baru dalam gerakan Islam di Indonesia yang menarik untuk dikaji. Temuan penelitian mencerminkan bahwa gerakan hijrah terjadi secara komunal melahirkan sebuah gerakan sosial berbasis keagamaan. Gerakan muslim milenial telah membangun identitas baru sebagai sebagai umat beragama yang taat pada aturan islam. Gerakan hijrah memiliki maksud menjadikan anak muda dekat dengan Al-Quran, shalat tepat waktu, giat mencari ilmu agama dan menebarkan syiar Islam melalui platformmedia sosial. Dalam aktivitasnya, anggota Shift terdiri dari berbagai anak muda dengan beragam golongan, seperti komunitas motor, skuter, skateboarder di sekitar Kota Bandung. Terlepas dari identitasnya sebagai pemuda pada umumnya, dengan keikutsertaan dalam gerakan hijrah ini adanya konstruksi identitas dan pembingkaian kultural mereka menjadi pemuda gaul namun taat dalam beragama.
Ghasab merupakan fenomena menggunakan barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya dan kerap terjadi di lingkungan pesantren. Penelitian ini bertujuan penelitian untuk 1) untuk menganalisis fenomena ghasab di lingkungan Pesantren Persis 67 Benda Tasikmalaya; 2) mengidentifikasi faktor yang memengaruhi santri melakukan ghasab; 3) untuk menganalisis tanggapan santri dan pembina pesantren mengenai fenomena ghasab; 4) untuk menganalisis upaya pihak pesantren dalam menanggulangi fenomena ghasab. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa 1) Fenomena ghasab merupakan perilaku memfungsikan barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya dan terjadi di Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya. Hampir seluruh santri mengetahui fenomena ghasab merupakan hal negatif, namun tetap di laksanakan. Perilaku santri dalam melakukan ghasab dapat memicu terjadinya perilaku ghasab lainnya. Sehingga timbulah anggapan “Barang siapa yang mengghasab, pasti dia akan dighasab”; 2) Faktor yang memengaruhi terjadinya fenomena ghasab diantaranya faktor individu, lingkungan sosial, faktor situasional, faktor kultural dan faktor fasilitas; 3) Para santri serta pembina sepakat bahwa fenomena ghasab merupakan bagian dari penyimpangan sosial karena bersinggungan dengan nilai dan norma agama serta masyarakat setempat; 4) upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi fenomena ghasab di lingkungan Pesantren Persatuan Islam 67 Benda Tasikmalaya diantaranya dengan cara merubah persepsi tentang ghasab, memberi teladan yang baik untuk tidak melakukan ghasab, mempertegas kedisipilnan, membuat program dan pengurus khusus menanggulangi ghasab serta melakukan peningkatan fasilitas pesantren.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.