A methodology had been proposed for cross-matching visible infrared imaging radiometer suite (VIIRS) boat detections (VBD) with vessel monitoring system (VMS) tracks. The process involves predicting the probable location of VMS vessels at the time of each VIIRS data collection with an orbital model. Thirty-two months of Indonesian VMS data was segmented into fishing and transit activity types and then cross-matched with the VBD record. If a VBD record is found within 700 m and 5 s of the predicted location, it is marked as a match. The cross-matching indicates that 96% of the matches occur while the vessel is fishing. Small pelagic purse seiners account for 27% of the matches. Other gear types with high match rates include hand line tuna, squid dip net, squid jigging, and large pelagic purse seiners. Low match rates were found for gillnet, trawlers, and long line tuna. There is an indication that VMS vessels using submersible lights can be identified based on consistently low average radiances and match rates under 45%. Overall, VBD numbers exceed VMS vessel numbers in Indonesia by a nine to one ratio, indicating that VIIRS detects large numbers of fishing boats under the 30 Gross Tonnage (GT) level set for the VMS requirement. The cross-matching could be used to identify “dark” vessels that lack automatic identification system (AIS) or VMS.
Nelayan di Perairan Desa Wakal menggunakan alat tangkap bubu untuk menangkap ikan karang. Bubu terbuat dari anyaman bambu dengan celah-celah berukuran kecil berbentuk hexagonal. Konstruksi ukuran mata bubu masih belum efektif untuk meloloskan ikan-ikan yang belum layak tangkap sehingga sangat mempengaruhi kelangsungan sumberdaya ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat selektivitas alat tangkap bubu dengan melihat komposisi hasil tangkapan. Pengumpulan data dilakukan dengan uji coba penangkapan menggunakan 4 unit bubu buton yang dipasangcover net sebanyak 20 kali ulangan. Penelitian dilakukan pada bulan September-Desember 2016 di Desa Wakal, Kabupaten Maluku Tengah. Jumlah total hasil tangkapan bubu sebanyak 353 ekor yang terdiri dari 63 spesies dan 22 famili. Komposisi ikan dominan adalah pada famili Achanthuridae, Scaridae, Holocentridae, Serranidae dan Lethrinidae. Presentasi ikan yang layak tangkap sebesar 76.34% dan tidak layak tangkap sebesar 23.66%. Kurva selektivitasberdasarkan fungsi logistik menunjukkan bahwa peluang tertangkap ikan pada ukuran tinggi tubuh 9.5-19.5 cm, sedangkan ukuran ikan yang mampu meloloskan diri mempunyai tinggi tubuh sebesar 3.5-7.5 cm. Bubu yang digunakan nelayan tidak selektif terhadap jenis dan ukuran.Kata kunci: bubu, desa wakal, ikan karang, selektivitas.
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong></p><p><em>Fishing activity using light emitting diode (LED) on </em><em>a </em><em>fixed lift net in Banten Bay is </em><em>equipped </em><em>using blue and white LED as its attractor.</em><em> </em><em>The colour and intensity of the lighting affects the successful capture of the lift nets.</em><em> </em><em>The colour selection is influenced by the interaction of the fish as the target.</em><em> </em><em>The objective of this study is to determine the optimum colo</em><em>u</em><em>r and intensity for Yellowstripe Scad (Selaroides leptolepis) based on their behavioural response and light adaptation to different colours of green and white at three different intensities which are low (1.53 x 10<sup>-5</sup> – 2.42 x 10<sup>-5</sup> W/cm²), medium (5.39 x 10<sup>-5</sup> – 7.60 x 10<sup>-5</sup> W/cm²), and high (9.03 x 10<sup>-5</sup> – 9.42 x 10<sup>-5</sup> W/cm²)</em><em>. </em><em>The behavioural response of </em><em>the </em><em>fish was conducted using a tank experiment to measure the preferences zone, </em><em>the </em><em>nearest neighbour distance (NND), and behavioural response pattern </em><em>for</em><em> different colours and light intensity. Histological approach for each experimental light colour and intensity was used to investigate the retinal adaptations. The results showed</em><em> that</em><em> the schooling position of fish was dominant found in the bright zone (67%) for all colours and intensities.</em><em> </em><em>The average NND showed the tendency to gradually decrease </em><em>with the </em><em>increased light intensity. While, the cell cone index and swimming speed of fish were slightly increased with increasing intensity.</em><em> </em><em>The highest light adaptation was found in white LED at high intensity about 97.52%.</em><em> </em><em>The schooling pattern in the green LED indicated that the fish gradually swam closely and stable regularly to the neighbour with increasing light intensity. However, the fish swam widely and randomly in accordance </em><em>to the</em><em> increased white LED intensity. This information suggests that the green LED may be regarded as an excellent fishing light to control the behaviour in order to harvest the yellow stripe scad in lift net fishing.</em></p><p><strong><em>Keywords</em></strong><em>: colour, lift net, light, yellowstripe scad</em><em></em></p><p align="center"><strong> </strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p>Efisiensi aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bagan tancap sangat ditentukan oleh penggunaan cahaya sebagai atraktornya. Ketepatan warna dan intensitas cahaya sangat menentukan keberhasilan operasional bagan tancap. Penetapan warna dan intensitas cahaya yang tepat sangat dipengaruhi oleh respon yang dihasilkan oleh ikan target. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan warna dan intensitas cahaya lampu LED yang optimum untuk penangkapan ikan selar (<em>Selaroides leptolepis</em>) berdasarkan respons tingkah laku dan adaptasinya terhadap warna dan intensitas cahaya yang berbeda. Penelitian dilakukan secara eksperimental di perairan Teluk Banten dengan target penangkapan adalah ikan selar (<em>Selaroides leptolepis</em>). Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua kelompok perlakuan yaitu warna dan intensitas cahaya. Perlakuan warna adalah dengan menggunakan lampu LED berwarna hijau dan putih. Adapun perlakuan intensitas cahaya adalah dengan menggunakan tiga intensitas cahaya yaitu intensitas rendah 1,53 x 10<sup>-5</sup> – 2,42 x 10<sup>-5</sup> W/cm²; sedang 5,39 x 10<sup>-5</sup> – 7,60 x 10<sup>-5</sup> W/cm²; tinggi 9,03 x 10<sup>-5</sup> – 9,42 x 10<sup>-5</sup> W/cm². Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap respon ikan target dari famili Engraulidae dan Carangidae. Pengamatan respons tingkah laku dilakukan pada bak pengamatan untuk menentukan zona preferensi, <em>nearest neighbor distance</em> (NND) dan pola tingkah laku ikan terhadap warna dan intensitas berbeda. Adaptasi retina dianalisis secara histologi berdasarkan warna dan intensitas yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian posisi <em>schooling </em>ikan dominan berada pada zona terang (67%) pada seluruh warna dan intensitas lampu LED. Nilai NND cenderung turun seiring dengan peningkatan intensitas cahaya, sedangkan indeks kon dan kecepatan renang semakin tinggi dengan penambahan intensitas cahaya yang diberikan. Nilai adaptasi tertinggi diperoleh pada penggunaan lampu LED putih dengan intensitas tinggi sebesar 97,52%. Pola tingkah laku ikan pada LED hijau semakin teratur dengan jarak semakin dekat seiring meningkatnya intensitas. Namun pola renang ikan cenderung acak dan semakin jauh pada LED putih. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa LED hijau lebih optimum untuk digunakan sebagai lampu pengumpul, pengkonsentrasi dan <em>hauling</em> pada penangkapan ikan selar dengan bagan tancap.</p><strong>Kata kunci</strong>: bagan, cahaya, warna, ikan selar (<em>Selaroides leptolepis</em>)
Industri perikanan yang berdaya saing adalah industri perikanan yang mampu mendorong tumbuhnya sektor ekonomi perikanan dengan kemandirian bahan baku. Skema industri dengan memperhatikan kekuatan stok bahan baku perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan bahan baku industri pengolahan serta proyeksi kebutuhan 2025 dari nilai pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan UMKM dan industri besar. Data dikumpulkan dari pengambilan sampel 2010-2015 dengan teknik purposive sampling yang mewakili provinsi dan jenis industri pengolahan. Data tahun 2015-2019 diperoleh dari data monitoring KKP dan laporan dari industri pengolahan. Data yang diperoleh dianalis dengan statistik inferensia dengan pemodelan dari pola distribusi data yang ada. Model distribusi data yang paling mendekati digunakan sebagai model proyeksi. Hasil kajian menunjukkan bahwa kebutuhan bahan baku ada kecenderungan selalu meningkat dengan pertumbuhan bahan baku 6,07% per tahun, pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri tumbuh 2,25 persen pertahun dan UMKM 0,57% pertahun. Dari model proyeksi sampai 2025, maka kebutuhan bahan baku kekurangan 5,9 juta 2019 sampai 9,9 juta ton tahun 2025. Kekurangan mendorong tumbuhnya industri budidaya perikanan untuk memperkuat kebutuhan bahan baku pengolahan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kekurangan bahan baku dapat diatasi dengan produksi budidaya, perlunya mengembangkan pengolahan dengan jenis ikan bahan baku dari spesies yang berbeda, dan perlunya menyiapkan skema penguatan stok bahan baku melalui gudang pendingin untuk jangka panjang.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.