ABSTRAKKeterlambatan jadwal pada proyek konstruksi merupakan salah satu masalah yang dapat merugikan berbagai pihak pada proyek. Critical Chain Project Management (CCPM) adalah suatu metode penjadwalan yang dapat menjadi solusi alternatif dari permasalahan pengendalian jadwal tersebut. Metode ini ditempuh dengan cara menghilangkan multitasking, student syndrome, parkinson's law serta memberi buffer di waktu akhir proyek. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode CCPM tersebut dengan metode Critical Path Method (CPM) pada studi kasus proyek Pembangunan Apartamen Menara Rungkut, Surabaya yang tengah berjalan. CPM sendiri adalah metode penjadwalan tradisional yang masih menggunakan waktu cadangan pada setiap aktivitas untuk melindungi aktivitas-aktivitasnya. Penjadwalan awal proyek menggunakan metode penjadwalan tradisional berupa gantt chart yang kemudian di-breakdown lebih detail dan lengkap dengan hubungan antar aktivitasnya ke dalam bentuk CPM, dan kemudian akan dibandingkan dengan hasil dari penjadwalan CCPM yang telah menghilangkan multitasking, menghilangkan Safety time pada tiap aktivitas dan memberi buffer dalam pengerjaannya. Dibandingkan dari segi waktu, hasil penelitian ini didapatkan durasi waktu untuk CCPM adalah 121 hari lebih cepat 48 hari jika dibandingkan dengan metode CPM.Kata Kunci : Durasi Waktu, CCPM, CPM, waktu akhir proyek, penjadwalan tradisional. PENDAHULUANKonflik utama yang sering dihadapi dalam sebuah proyek konstruksi adalah penjadwalan proyek [1]. Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen penting, karena penjadwalan memberikan informasi tentang kemajuan proyek dalam hal kinerja sumber daya, biaya, tenaga kerja, peralatan, material serta rencana durasi proyek dan progres waktu untuk penyelesaian proyek [2]. Progres waktu yang ditampilkan dalam jadwal proyek menjadi salah satu elemen penting dalam pengendalian waktu proyek. Karena dengan mengetahui progres rencana dana aktual satu proyek, maka kita dapat mengetahui seberapa jauh proyek tersebut terlambat atau lebih cepat. Seperti masalah penjadwalan yang dialami oleh proyek Pembangunan Apartemen Menara Rungkut. Di mana proses pembangunan pada lantai 8 dan 9 tidak sesuai schedule (terlambat), terutama pada saat pelaksanaan bekisting. Pekerjaan bekisting membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 12-14 hari
ABSTRAKAnalisa stabilitas leremg digunakan untuk prediksi nilai faktor aman yang kritis dan bidang keruntuhan potensial. Pada kondisi lereng buatan akan lebih mudah dalam melakukan prediksi tersebut, sedangkan pada kondisi lereng alam perlu diperhatikan perubahan sudut kemiringan dalam satu bentuk ketinggian. Kondisi geometri lereng alam di Kediri yang curam setinggi 15 m tanpa proteksi dapat diindentifikasi bentuk lereng menjadi 2 bagian yaitu potongan AA dan potongan BB. Berdasarkan Potongan AA dan potongan BB memiliki sudut paling kecil yaitu 51,3°dan sudut kemiringan terbesar masing -masing yaitu 63.7°dan 78.7°. Pemodelan dilakukan berdasarkan bentuk lereng alam dan memodelkan dari berbagai sudut kemiringan menggunakan program bantu Geo Slope/W dengan metode Ordinary Method Of Slices (Metode Fellenius) bidang runtuh dengan asumsi entry and exit. Dari hasil pemodelan nilai, secara umum hasil yang diperoleh, dengan meninjau setiap perubahan lereng tanpa beban, menunjukkan bahwa nilai angka keamanan yang diperoleh SF > 2 dengan bidang runtuh semakin besar. Analisa stabilitas secara keseluruhan tanpa menijau setiap perubahan sudut, nilai SF pada potongan AA adalah 1,693 dan potongan BB adalah 1.504. Kemudian apabila dimodelkan dengan menganggap lereng seragam adalah dengan kemiringan lebih dari 60°nilai angka keamanan (SF) < 1 dengan lebar kelongsoran potensial pendek.Kata Kunci : manajemen aset infrastruktur, stabilitas lereng, fellenius, geo slope/w
Work accident in Indonesia has considerably increased every year. Work accident is often occurred in Construction sector. This is due to lack of proper occupational health and safety system (OHS). By the simple OHS management system, this issue can be improved. This research aim to identify the most fatal and high intensity risk of Jetty Project. Furthermore, this study also identify the risk cause that occur by simple method. Therefore, it will be easier for the company to do risk mitigation. To overcome this issue this research use Failure Mode Effect Analysis and Fault Tree Analysis methods. The results of this research show the most dominant risk priority in the girder bridge construction is the girder fall from during the mobilization. And daydream is the most dominant causes.
Small-scale construction service providers dominate the construction industry in Indonesia. However, along with Indonesia’s economic growth, small-scale construction service providers owner has a chance to expanse their business. Based on their experience, small-scale construction service providers have limitations. They cannot take a priority, whereas the risky of the contract construction. This study aims to make a list order of the construction risk based on medium-scale construction service providers. With this study, we want to help share the medium-scale experience to small-scale construction service providers in terms of risk contracts in Indonesia to learn and anticipate it. We conduct risk identification by literature and make list order analyzing using Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP method can provide a single and easy-to-understand of unstructured problems. This research indicates that mismatch between the volume of work in the Bill of Quantity and field conditions is the most risk in terms of contract construction. However, the lump sum contract also identified the risky contract based on medium-scale construction service providers.
Bantul regency in 2006 had experienced considerable earthquake and suffered many casualties. The factors such as high population density and lack of seismic design of residential buildings in Bantul besides its location in a high seismic region have increased its vulnerability to earthquake disasters that can lead to a widespread economic losses and casualties. This research aims to capture earthquake risk in Bantul towards economic losses and casualties by using risk curve. Risk curve is a combination of several sources from literatures containing hazard curve and vulnerability curve together with exposure. The result showed that the expected economic loss in 50 years for residential building is $647.22 million; however, the highest value of economic losses shows the value up to $7600m which occurs in earthquake of 7.15 M W scale. The same worst-case scenario caused the casualties up to 49 000 people at night-time and 15 000 people at daytime. The result established that confined masonry building type conduces the highest value of economic losses and timber frame building shows the highest vulnerability to the earthquake disaster than other building types. Furthermore, in order to reduce the risk, we applied the hypothetical policy to build a simple earthquake-resistant house called Simple Instant Healthy House. The result indicates that this mitigation policy can effectively reduce both economic losses and casualties.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.