Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) memiliki berbagai tantangan besar terutama pada aspek lingkungan agar pembangunan dapat berjalan dan tetap mempertahankan fungsi hutan sebagaimana mestinya. Hadirnya konsep Forest City sebagai upaya yang dilakukan demi menciptakan minimnya kerusakan lingkungan terkhusus kepada hutan di wilayah IKN, serta mengoptimalkan jasa dari ekosistem hutan dalam pemenuhan daya dukung dan daya tampung dengan tujuan memberikan kontribusi pada kesejahteraan rakyat. Pembangunan IKN harus dilakukan dengan skema yang berkelanjutan, agar keanekaragaman hayati yang merupakan salah satu aspek prioritas mendapatkan perlindungan dengan memfokuskan kepada pembangunan rendah karbon. Pembangunan rendah karbon merupakan skema yang dibutuhkan demi mempertahankan keseimbangan lingkungan, kapasitas sumber daya alam, dan daya tampung lingkungan hidup, demi tercapainya target penurunan emisi. Berdasarkan penelitian ini, kemudian titik fokus adalah penerapan konsep forest city dalam upaya mencapai carbon neutral pada pembangunan IKN. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang merupakan pendekatan dalam arti menelaah norma-norma melalui bahan-bahan kepustakaan yang diteliti atau data sekunder. Konsep forest city pada pembangunan IKN menitikberatkan kepada enam prinsip, yakni: 1) konservasi sumber daya alam dan habitat satwa; 2) terkoneksi dengan alam; 3) pembangunan rendah karbon; 4) sumber daya air yang memadai; 5) pembangunan terkendali (Anti-Sprawl Development); 6) pelibatan masyarakat dalam mewujudkan Forest City. Setiap prinsip dijabarkan berdasarkan kriteria dan indikator pembangunan IKN dengan memfokuskan kepada pembangunan rendah karbon dalam upaya mendukung kebijakan demi tercapainya penurunan emisi karbon dengan memaksimalkan peran hutan dalam penyerapan karbon dalam pembangunan IKN.
Kerugian keuangan negara merupakan bentuk tindak pidana korupsi yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Wujud pengembalian kerugian tersebut dilakukan dengan mekanisme perampasan aset. Namun, hal tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP, UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara maupun dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hadirnya Pusat Pemulihan Aset (PPA) kejaksaan sebagai sentral pemulihan aset berperan melaksanakan kegiatan pemulihan aset, melakukan pendampingan, serta mengoordinasikan dan memastikan setiap tahap pemulihan aset dapat terintegrasi dengan mewujudkan pemerintahan yang baik.
Nyamplung is one of the six priority non-timber forest products in Indonesia. This type of mangrove has a high yield of oil as a raw material biofuel with a 40-70% higher percentage than other plants, such as oil palm, whose percentage is only 46-54%. This article examines Indonesia's commitment to accelerate the transition to new and renewable energy through biofuels to meet the national electricity supply. In addition, it conducts an economic calculation of nyamplung as alternative energy for biofuels. The writing of this article reflects an economic analysis of law that combines legal analysis based on norms, guidelines, and plans as stipulated in Indonesian laws and regulations and international instruments and economic analysis referring to relevant data and sources. This article concludes that nyamplung may serve as an alternative energy source to fulfill future national energy needs, which aligns with efforts to achieve a sustainable environment. Despite laws and policies on national energy supporting any efforts to complement and substitute current energy sources, the utilization of nyamplung has yet to be optimized as a biofuel.
Pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi, dan penyuluhan hukum pembuatan Peraturan Nagari yang dilaksanakan di Nagari Sunua Kecamatan Nan Sabaris adalah untuk memberikan pengetahuan seputar tata cara pembentukan Peraturan Nagari dalam bentuk Naskah Akademik. Naskah Akademik merupakan naskah hasil penelitian dan/atau kajian hukum yang ditemukan di Nagari Sunua yang terfokus kepada fungsi penyelenggaraan jalan. Kondisi faktual dari fungsi jalan yang ada pada Nagari Sunua tidak digunakan sebagaimana yang fungsinya yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Terhadap hal ini, diharapkan dengan adanya Naskah Akademik yang merupakan salah satu tahapan pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diharapkan bisa menjadi jalan keluar akan permasalahan fungsi jalan di Nagari Sunua Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan seputar tata cara pembentukan Naskah Akademik terkhusus kepada permasalahan yang terjadi pada Nagari Sunua berupa penyelenggaraan jalan, dan dengan adanya Naskah Akademik ini diharapkan bisa menghasilkan suatu produk hukum baru bagi Nagari Sunua dalam bentuk Peraturan Nagari. Dalam penelitian ini menggunakan metode sosialisasi, dan penyuluhan hukum untuk memberikan gambaran tentang Naskah Akademik tentang Penyelenggaraan Jalan. Hasil yang dicapai setelah pengabdian ini adalah meningkatnya pemahaman dan keterampilan dari Aparatur Nagari dan Badan Badan Permusyawaratan Nagari untuk pembuatan Naskah Akademik tentang Penyelenggaraan Jalan. Establishment of an Academic Papers on Nagari Regulations Regarding Road Operations (Study at Nagari Sunua Padang Pariaman) Community service in the form of socialization and legal counseling on the making of Nagari Regulations carried out in Nagari Sunua, Nan Sabaris District, is to provide knowledge about the procedures for forming Nagari Regulations in the form of Academic Papers. Academic Papers are the results of research and/or legal studies found in Nagari Sunua, which focus on the function of road administration. The factual condition of the existing road functions in Nagari Sunua is not used as its function is contained in Government Regulation no. 34 of 2006 concerning Roads. About this, it is hoped that the existence of an Academic Paper, which is one of the stages of the formation of Legislation, as stated in Article 1 number 11 of Law Number 12 of 2011 concerning the Establishment of Legislation, is expected to be a solution to the problem of road function. in Nagari Sunua, Nan Sabaris District, Padang Pariaman Regency. The purpose of this study is to provide knowledge about the procedures for the formation of an Academic Paper, especially regarding the problems that occur in Nagari Sunua in the form of road management. This Academic Paper is expected to produce a newly legal product for Nagari Sunua in the form of a Nagari Regulation. In this study, the socialization and legal counseling method are used to provide an overview of the Academic Papers on Road Operations. The result achieved after this service is an increase in the understanding and skills of the Nagari Apparatus and the Nagari Consultative Body for preparing Academic Papers on Road Operations.
ABSTRAK Pemilihan Umum adalah sebuah konsekuensi logis bagi negara demokrasi yang dimanifestasikan secara yuridis melalui peraturan perundang-undangan (by norm) dan dilaksanakan secara sistematis oleh lembaga penyelenggara Pemilihan Umum (by system). Secara kelembagaan, Penyelenggara Pemilihan Umum di Indonesia dibagi menjadi tiga lembaga, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ketiga lembaga ini memiliki fungsi serta wewenang yang diatur oleh peraturan perundang-undangan demi tercapainya sebuah Sistem Pemilihan Umum yang berkeadilan (Electoral Justice System). Namun dalam melaksanakan kewenanganya, sering terjadi tumpang tindih kekuasaan antar lembaga sehingga menyebabkan ambiguitas serta tereduksinya kepastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengaturan norma dan biasanya batasan mengenai jangka waktu yang diberikan terhadap kewenangan masing-masing lembaga dalam melaksanakan fungsinya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Implikasi logis dari problematika ini, menimbulkan ketidakpastian hukum dalam proses penyelenggaraan Pemilihan Umum. Problematika ini juga akan menghianati semangat para pencari keadilan yang menginginkan keadilan dalam proses Pemilihan Umum. Oleh karena itu, problematika ini haruslah dimakai sebagai evaluasi bagi penyusun peraturan perundang-undangan untuk dapat melakukan penyempurnaan terhadap regulasi terutama terkait jangka waktu kewenangan dari masing-masing lembaga penyelenggara Pemilihan Umum. Kemudian, perlu diadakannya penyamaan persepsi antar lembaga penyelenggara Pemilihan Umum agar harmonisasi kelembagaan yang merupakan politik hukum progresif Pemilihan Umum di Indonesia bisa termanifestasikan dengan baik demi terciptanya sebuah kontestasi demokrasi yang berkeadilan. ABSTRACT General Election is a logical consequence of a democratic country which is manifested juridically through laws and regulations (by norm) and carried out systematically by the General Elections Organizing Agency (by system). Institutionally, the General Election Organizer in Indonesia is divided into three institutions, namely the General Election Commission (KPU), the Election Supervisory Body (Bawaslu), and the Election Organizing Honorary Council (DKPP). These three institutions have functions and powers that are regulated by laws and regulations in order to achieve a just General Election System (Electoral Justice System). However, in carrying out its authority, there is often overlapping of powers between institutions, causing ambiguity and reduced legal certainty in the implementation of the General Election itself. This is due to the limited regulation of norms and usually the limitation regarding the time given to the authority of each institution in carrying out its functions according to the applicable laws and regulations. The logical implication of this problem is the emergence of legal uncertainty in the process of holding the General Election. This problem will also betray the spirit of justice seekers who want justice in the General Election process. Therefore, this problem must be used as an evaluation for the drafters of laws and regulations to be able to make improvements to the regulations, especially regarding the period of the authority of each general election organizing agency. Then, it is necessary to hold an equalization of perceptions between institutions that organize General Elections so that institutional harmonization which is the progressive legal politics of General Elections in Indonesia can be well manifested for the creation of just democratic contestation.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.