Pendahuluan: Peradangan merupakan respon dasar terhadap adanya kerusakan jaringan atau luka pasca pencabutan gigi yang kemudian dilanjutkan dengan proses penyembuhan. Lendir bekicot dari spesies Achatina fulica diketahui memiliki kemampuan sebagai alternatif obat yang mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan Penelitian: penelitian ini bertujuan menguji pengaruh lendir bekicot (Achatina fulica) terhadap jumlah limfosit pada proses penyembuhan luka soket gigi pasca pencabutan gigi tikus wistar (Rattus norvegicus). Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan bahan utama berupa lendir bekicot  yang diaplikasikan pada soket gigi tikus. Sampel dipilih menggunakan teknik Simple Random Sampling kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (K) dan perlakuan (P). Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah jumlah limfosit pada hari ketiga, kelima, dan ketujuh proses penyembuhan luka soket gigi tikus wistar yang diukur dari sediaan HPA dengan pengecatan Hematoxylin-Eosin. Hasil: Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan jumlah limfosit pada hari ketiga, kelima, dan ketujuh baik pada kelompok kontrol (K) maupun perlakuan (P). Dengan jumlah rerata limfosit pada kelompok kontrol adalah 5,48 ; 4,60 ; 64,48. Sedangkan hasil rerata limfosit kelompok perlakuan adalah : 11,6; 16,52; 10,80. Kesimpulan : penelitian ini menunjukkan bahwa lendir bekicot (Achatina fulica) berpengaruh pada jumlah limfosit pada proses penyembuhan luka soket gigi tikus wistar (Rattus norvegicus).

Cratoxylum glaucum Korth. is a members of the family Hypericaceae which are spread in Indonesia, one of which is found in the forest of the Bangka Belitung Islands. Cratoxylum glaucum Korth is often used by the people of Bangka Belitung as a flavoring ingredient from ancient times until now it is still consumed and utilized by people around Bangka Belitung. One source of natural antioxidants is the top of the crust. The effort of increasing its activity is very strong, so in this study we try to develop extraction of Cratoxylum glaucum made in the form of nanoemulsion. This study aims to determine the comparison of Cratoxylum glaucum extract in nanoemulsion preparations with extracts as antibacterial. Nanoemulsion is made with the composition of Virgin Coconut Oil (VCO) as an oil phase, tween 80 as surfactant and aquades as a water phase with a ratio of 2.5: 10: 25. The nanoemulsion extract of Cratoxylum glaucum have a size 422.9 nm and PI value 0.493. The antibacterial activity of nanoemulsion formulation has inhibitory growth power in moderate categorized Staphylococcus aureus bacteria, whereas in the extract of Cratoxylum glaucum it has the inhibitory growth of active Staphylococcus aureus bacteria.