This is a comparison research between the sacred buildings at Penanggungan Mountain and the Wajak Mountain. There are two purposes of this research. Firstly, this study tries to reconstruct the cultural history of the Hindu-Buddhist period which is associated with religious elements on Penanggungan and Wajak Mountain. Secondly, this study aims to reveal the life of the Hindu-Buddhist. This study employs a qualitative approach. The data are obtained from the field and literature. The results show that religious elements at Penanggungan and Wajak Mountains can be seen from the shape of the building as well as the function of the building. The unique characteristic of sacred buildings located at both mountains associated with natural factors and the community. Religious elements can be seen by comparing various elements of religious background, surrounding environment, religious community, and relationships between buildings and historical figures.Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dan membahas Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak sebagai tempat dibangunnya banguna-bangunann suci bercorak Hindu-Buddha. Ada dua masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Pertama, mengenai unsur religi dibalik corak bangunan suci bercorak Agama Hindu dan Buddha di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak. Kedua, mengenai perbandingan karakteristik unsur religi bangunan suci bercorak Agama Hindu dan Buddha di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak. Tujuan penelitian ini adalah mencoba merekonstruksi sejarah kebudayaan masa Hindu-Buddha terutama yang berkaitan dengan unsur religi serta mengungkapkan kehidupan kaum agamawan pada masa Hindu-Buddha terutama yang melaksanakan kegiatan ritualnya di wilayah pegunungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh dari hasil studi lapangan dan studi pustaka. Studi lapangan dilakukan dengan melakukan kunjungan ke beberapa situs di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak sedangkan studi pustaka dilakukan dengan menelusuri penelitian terdahulu dan referensi yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak unsur religi dapat terlihat dari bentuk bangunan dan perkiraan fungsi bangunannya. Bangunan-bangunan suci yang berada di Gunung Penanggungan dan Gunung Wajak memiliki karakteristik tersendiri yang berhubungan dengan faktor alam dan karakter masyarakat pembuatnya. Unsur religi dapat dilihat melalui perbandingan berbagai unsur antara lain unsur latar keagamaan, lingkungan sekitar bangunan suci, masyarakat pengguna bangunan, dan hubungannya dengan tokoh sejarah.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas situs-situs dari masa Klasik, Islam, dan Kolonial yang ada di Kecamatan Sarolangun. Hasil penelitian menunjukkan wilayah Kecamatan Sarolangun sebagai tempat berlangsungnya aktivitas manusia sejak masa Klasik yang terus berlanjut masa Islam-Kolonial hingga sekarang menjadi ibukota Kabupaten Sarolangun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, situs-situs klasik di Kecamatan Sarolangun dimanfaatkan kembali sebagai situs sakral (langgar dan makam) pada masa Islam. Pada masa kolonial Belanda, Kecamatan Sarolangun adalah wilayah yang dianggap strategis. Posisi strategis ini ditandai dengan pembangunan berbagai sarana dan prasarana untuk kepentingan kolonial.
Kawasan Percandian Muarajambi merupakan kawasan Cagar Budaya bercorak Buddha di Sumatra yang berada di lahan seluas kurang lebih 3.981 hektar dengan bentuklahan fluvial. Kawasan ini sering tergenang air, baik ketika musim penghujan maupun ketika terjadi pasang laut, tetapi hingga sekarang masih dihuni oleh masyarakat. Tulisan ini menguraikan hasil penelitian jejak transformasi lanskap perairan di Kawasan Percandian Muarajambi berdasarkan memori kolektif masyarakat dan bukti-bukti fisik yang menyertainya. Metode yang digunakan adalah komparasi citra satelit menggunakan perangkat SIG dan konfirmasi hasil komparasi tersebut kepada masyarakat melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berbeda dengan interpretasi sebelumnya, jaringan perairan tidak menjadi prasarana transportasi yang aktif sepanjang waktu. Selain itu, berbagai bentuklahan hidrologis masa lampau di kawasan ini juga berhasil diidentifikasi.
Kajian ini dilakukan guna menelaah prasasti-prasasti sapatha Sriwijaya melalui perspektif panopticon Michel Foucault. Tujuannya adalah untuk menganalisis latar belakang pencantuman kutukan atau sapatha pada prasasti-prasasti tertua Sriwijaya dan hubungannya dengan pemikiran Foucault mengenai panoptisisme. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, pertama pencantuman sapatha pada prasasti-prasasti tertua Sriwijaya bertujuan sebagai upaya melakukan kontrol terhadap wilayah dan penduduk yang berada di wilayah Sriwijaya. Kedua, sapatha pada prasasti-prasasti tertua Sriwijaya dapat dikaitkan dengan upaya mempertahankan wilayah-wilayah strategis dengan menempatkan pihak-pihak yang dikuasai sebagai subjek yang selalu diintai sapatha jika melakukan kejahatan dan pengkhianatan.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.