Food issue, including food security issue, is a part of agriculture concern. One way to overcome the problems of food is to diversify household food consumption. How household decide their food consumption is depending on their food share allocation pattern and food demand. Objectives of this research are (1) to analyze household food share allocation pattern in West Java Province, and (2) to analyze household food demand in West Java Province. This research used secondary data, i.e. Susenas (National Socio-Economic Survey) in 2015. The study found that household income is still low. Most urban households consume cooked food and beverages, while most rural households consume grains. Changes in income and food prices will not significantly affect the household's demand for food because almost of all variables are basic commodities (inelastic goods) for households in West Java Province. Keywords: food consumption, food diversification, LA/AIDS ABSTRAKPermasalahan pangan, termasuk isu ketahanan pangan, merupakan bagian dari permasalahan pertanian. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan pangan adalah dengan melakukan diversifikasi pangan. Konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pola alokasi pengeluaran pangan dan permintaan pangan mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis pola alokasi pengeluaran pangan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat dan (2) menganalisis elastisitas harga dan pendapatan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data Susenas tahun 2015. Penelitian ini menemukan bahwa pendapatan rumah tangga di Provinsi Jawa Barat masih rendah. Rumah tangga di perkotaan paling banyak mengeluarkan konsumsi pangan untuk kelompok makanan dan minuman jadi, sedangkan rumah tangga perdesaan pada kelompok padi-padian. Perubahan pendapatan dan harga pangan tidak memengaruhi permintaan pangan secara signifikan karena hampir semua variabel yang digunakan merupakan barang pokok (barang inelastis) bagi rumah tangga di Provinsi Jawa Barat. Kata kunci: konsumsi pangan, diversifikasi pangan, LA/AIDS PENDAHULUANPangan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi untuk mempertahankan hidup. Data BKP (2015) menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Indonesia yang tidak tahan pangan. Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak yang masuk kategori rawan pangan dan sangat rawan pangan adalah Provinsi Jawa Barat, yaitu masing-masing mencapai 15.554.636 dan 7.919.360 orang penduduk. Wiranthi et al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi urutan ke-3 yang memiliki jumlah rumah tangga terbanyak dengan per adult-equivalent calorie intake di bawah rata-rata referensi dewasa, setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Per adult-equivalent calorie intake merupakan salah satu indikator ketahanan pangan rumah tangga. Jumlah rumah tangga yang memiliki nilai per adult-equivalent calorie intake di bawah rata-rata referensi dewasa di Jawa Barat mencapai 10% dari jumlah total rumah tangga.Diversifikasi pangan merupakan salah satu ind...
<p>Rice is the main staple food for Indonesian population. At the same time, per capita consumption of wheat products has increased annually. One of main government policies related to food consumption is to accelerate food and nutrition diversification based on local food sources. Objective of this study was to understand demand for various carbohydrate food sources at household level by introducing socio-economic variables such as household size, wife working status, and characteristics of household head. This research used Susenas 2017 data at national level. Demand for food was estimated by the AIDS model. Rice was still as the most favorable carbohydrate source for Indonesian people. Bread and processed food were categorized as luxurious; while rice, wheat flour, cereals, and roots were as normal goods. Own-price demand elasticity for rice, wheat flour, cereals, and roots were elastic, meanwhile for bread and prepared foods were inelastic. Reducing per capita rice consumption, among others, should be conducted by increasing knowledge and awareness of household members of the importance of food consumption diversification. The government should be aware of the continuing increase in wheat flour imports in line with national economic growth due to high income elasticity for bread and processed food.</p><p> </p><p>Abstrak</p><p>Pangan sumber karbohidrat yang merupakan pemasok utama energi untuk menjalankan aktivitas sehari-hari penduduk Indonesia masih didominasi oleh beras. Bersamaan dengan itu, konsumsi pangan/kapita berasal dari gandum meningkat setiap tahunnya. Di fihak lain, Indonesia memiliki beragam pangan lokal sumber karbohidrat. Salah satu kebijakan utama pemerintah terkait konsumsi pangan adalah mempercepat diversifikasi pangan dan gizi berbasis pangan lokal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permintaan pangan berbagai komoditas sumber karbohidrat di tingkat rumah tangga dengan memasukkan variabel sosial ekonomi yaitu jumlah anggota rumah tangga, status istri bekerja, dan karakterestik kepala keluarga. Penelitian ini menggunakan data Susenas tahun 2017 untuk tingkat nasional dari BPS. Permintaan pangan dianalisis dengan menggunakan model AIDS. Hasil analisis mengkonfirmasi bahwa beras masih menjadi komoditas sumber karbohidrat yang paling diminati masyarakat. Roti dan makanan jadi merupakan golongan pangan mewah sedangkan beras, terigu, padi-padian, serta umbi merupakan barang normal. Elastisitas harga sendiri untuk permintaan komoditas beras, terigu, padi-padian, dan umbi bersifat inelastis sedangkan roti dan makanan jadi tergolong elastis. Dari hasil penelitian ini disarankan upaya pengurangan konsumsi beras/kapita diantaranya dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran anggota rumah tangga mengenai manfaat diversifikasi pangan dan gizi untuk memelihara hidup sehat dan produktif. Pemerintah perlu mewaspadai berlanjutnya peningkatan impor terigu sejalan dengan pertembuhan ekonomi nasional karena roti dan makanan jadi memiliki elastisitas pendapatan yang tinggi.</p>
<strong>English</strong><br />Indonesian government has applied cigarette excise tax policy on clove cigarette which impacts on the rise of cigarette price and cigarette production. Because of tobacco and clove demand are derived demand of cigarette supply, so the change on cigarette production impacts on demand of cigarettes input (tobacco and clove) and it eventually impact on the price of these commodities. The rise of cigarette excise not only impacts on economic surplus of producer and consumer of cigarettes, but also on tobacco and clove farmers. Clove cigarette encompasses hand-rolled clove cigarettes (SKT), machine-rolled clove cigarettes (SKM) and klobot cigarettes (SKB). The aim of this research was to analyze the impact of the rise of cigarette excise tax policy toward economic surplus distribution among the economic agents on Indonesian cigarette industries. This research accomodated the data series of 1990-2016 with simultaneous equation system which consisting of 36 structural equations and 25 identity equations. This model was estimated by using 2 SLS (Two-Staged Least Squares) method. The results showed that cigarette excise tax impacted on the rise of government revenue and total economic surplus negatively. The rise of excise tax impacted on negative surplus of cigarette producer decreased, negative surplus of cigarette consumer increased, and farmer surplus decreased (negative). In order to keep positive economic surplus of the farmer, the rise of SKT cigarette tax maximum should be constituted no more than 5,8%. To anticipate the loss of farmer surplus and the decrease of tobacco and clove demand ini the future, the government can use the tax revenue to develop alternative crops besides tobacco such as vegetables, intensification of tobacco as import subtitution and develop diversification of clove products for essential oil, preservatives and others.<br /><br /><br /><strong>Indonesian</strong><br />Pemerintah Indonesia telah menerapkan kenaikan tarif cukai rokok kretek yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan produksi rokok. Oleh karena permintaan tembakau dan cengkeh merupakan permintaan turunan dari penawaran rokok, maka perubahan produksi rokok akan berdampak pada permintaan input (tembakau dan cengkeh) dan berdampak pada harga kedua komoditas tersebut. Kenaikan cukai tidak hanya berdampak pada surplus ekonomi produsen dan konsumen rokok, tetapi juga petani tembakau dan cengkeh. Industri sigaret kretek meliputi sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM) dan rokok klobot (SKB). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak kenaikan cukai rokok terhadap distribusi surplus ekonomi di antara pelaku ekonomi pada industri rokok di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data deret waktu tahun 1990-2016 dengan sistem persamaan simultan yang terdiri dari 36 persamaan struktural dan 25 persamaan identitas, yang diestimasi menggunakan metode 2SLS (<em>Two-Staged Least Squares</em>). Hasil penelitian menunjukkan adanya tarif cukai rokok akan menambah penerimaan pemerintah namun berdampak negatif terhadap total surplus ekonomi. Kenaikan cukai rokok berdampak pada negatif surplus produsen rokok makin menurun, negatif surplus konsumen rokok makin meningkat dan surplus petani menjadi turun (negatif). Agar surplus ekonomi petani tetap positif, maka kenaikan tarif cukai khususnya SKT ditetapkan tidak lebih dari 5,8%. Pemerintah dapat memanfaatkan sebagian penerimaan cukai rokok untuk melakukan upaya pengembangkan alternatif tanaman lain selain tembakau seperti sayuran, intensifikasi tanaman tembakau subtitusi impor dan melakukan diversifikasi produk cengkeh sebagai minyak esensial, pengawet dan lainnya untuk mengatasi kerugian petani dan mengantisipasi turunnya permintaan tembakau dan cengkeh pada masa depan.
Reduction toward elimination of import tariffs for all tradable products is a common modality of international trade agreements. Although it may be beneficial for reducing retail prices, import tariff reduction could create some negative impacts on farming, farmers' welfare, and agro-processing industries. One of the most immediate impacts to anticipate is import tariff reduction on sugar. Accordingly, this study aims to formulate domestic support policy mix for neutralizing the negative impacts of sugar import tariff reduction on the Indonesian sugar industry. The study is conducted by developing an econometric policy simulation model for the Indonesian sugar industry, consisting of 21 structural equations and 15 identities, estimated by the Two-Stage Least Square method using time series data of 1995−2016. The result shows that sugar import tariff reduction, on one hand, is good because it reduces retail sugar price, but on the other hand, it is bad because it reduces sugar farmer price and domestic sugar production, increases sugar import, and reduces molasses export. As a consequence of the international agreements, the policy mix suggested for neutralizing the negative impacts of the sugar import tariff reduction should include increasing the planted area of sugar cane crop and construction of new sugar factories. ABSTRAKPenurunan hingga penghapusan tarif impor untuk semua produk yang diperdagangkan adalah modalitas utama peningkatan akses pasar pada setiap kesepakatan perdagangan internasional. Walau bermanfaat menurunkan harga eceran, penurunan tarif impor dapat berdampak negatif terhadap kinerja usaha tani, kesejahteraan petani, dan industri pengolahan hasil pertanian. Salah satu yang perlu segera diantisipasi ialah penurunan tarif impor gula. Sejalan dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan bauran kebijakan dukungan domestik yang dapat menetralisasi dampak negatif penurunan tarif impor terhadap industri gula Indonesia. Penelitian dilakukan dengan membangun model ekononometrik simulasi kebijakan industri gula Indonesia yang terdiri dari 21 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas yang diestimasi menggunakan metode Two Stage Least Square dengan data time series periode 1995 hingga 2016. Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa penurunan tarif impor gula, di satu sisi, berdampak baik karena dapat menurunkan harga gula eceran domestik, namun di sisi lain berdampak tidak baik karena menyebabkan penurunan harga gula petani dan menurunkan produksi gula domestik, meningkatkan impor gula, dan menurunkan ekspor molase. Jika sekiranya terpaksa dilakukan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan kesepakatan kerja sama perdagangan internasional maka bauran kebijakan yang disarankan untuk menetralisasi dampak negatif penurunan tarif impor gula ialah peningkatan luas areal tanam tebu dan pembangunan pabrik gula baru.
The most important people's welfare related food problem is increasing food prices. Food price induced welfare change varies by household groups, either by location (urban/rural), poverty status (poor/non-poor), and souces of incomes (agriculture/non-agricultural). The sources of the welfare change may also vary by food categories. This study aims to evaluate changes in household welfare in Indonesia by household groups and the contribution of food categories. The household welfare was measured with the Compensating Variation which was computed by using the Hicksian compensated price elasticities obtained from the estimated Linear Approximation Almost Ideal Demand System using the National Socio-Economic Survey March 2016 data. The results showed that in March 2016, welfare losses in all household groups, in urban areas higher than in rural areas, in poorer households higher than non-poor, in agricultural households higher than non-agricultural and the contribution of each food group to the decline in welfare levels varies among individual household groups. The largest contributor is food prices. Rice is the largest contributor for the rural, the poor and the agricultural households. Animal products, fruit, prepared food and beverage and cigarettes categories are the main contributors for the urban, the not poor and the non-agricultural households.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.