Artikel ini bertujuan untuk memaparkan sebuah strategi penciptaan tari yang menempatkan dua genre tari Bali yaitu Legong dan Kebyar sebagai sumber inspirasi. Legong, sering disebut Legong Keraton, adalah genre tari yang muncul sekitar abad XIX. Genre tari ini mengusung konsep estetika bentuk dan struktur yang secara keseluruhan disebut seni palegongan. Sementara Kebyar yang muncul pada awal abad XX, menunjuk pada pembaruan garap tabuh atau karawitan Bali yang membawa suasana baru dalam kehidupan seni pertunjukan Bali dalam konteks kreativitas seni demi kenikmatan estetis maupun untuk mendukung berbagai kepentingan sosial keagamaan. Dilihat dari struktur dan ragam geraknya, struktur dan ragam gerak Kebyar menunjukkan adanya kemiripan dengan Legong. Kedua genre tari tersebut dalam perkembangannya masing-masing menemukan kekhususannya, dan berpeluang untuk dipertemukan, serta dijadikan sumber inspirasi penciptaan tari. Dalam memanfaatkan keduanya sebagai sumber garap tari, tentu memerlukan suatu metode dalam pengertian tahapan proses kreatif tertentu. Metode yang dicoba untuk diterapkan adalah memadukan tiga metode penciptaan yaitu: pertama, konsep angripta sasolahan meliputi ngarencana, nuasen, makalin, nelesin, dan ngebah; kedua, menerapkan teori 3 N yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara meliputi nitheni, niroke, dan nambahi; serta ketiga, menerapkan metode dan tahapan proses eksplorasi, improvisasi, dan komposisi serta evaluasi. Penerapan ketiganya secara simultan dalam tahapan proses penciptaan tari diyakini akan dapat mengarahkan setiap langkah kreatif untuk mencapai sasarannya. Di sisi lain, pemanfaatan tari tradisonal sebagai sumber penciptaan tari, akan berdampak pada revitalisasi, penguatan dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal (Bali) yang biasanya menjadi acuan dalam berkesenian sekaligus hidup bermasyarakat.
Legong Keraton, one of the most influential Balinese dance genres in the growth of dance in Bali, has existed since the end of the nineteenth century. This dance has undergone three eras in Balinese culture, starting from the reign of kings, Dutch colonialism, and post-independence of Indonesia. The objective of this study is to find out how Balinese artists construe the existence of Legong Keraton. As a performing art, Legong appears in multiple layers and requires a multidisciplinary approach. The ethnochoreological approach, considered as a multidisciplinary approach, was implemented to examine objects from various aspects to obtain a complete and comprehensive understanding. The author carried out this qualitative study in procedural systematic manner including literature review, informant determination and interview, field observation, data sorting, and analysis. The results of the study indicate that Legong Keraton acts as a milestone in changing form of Balinese dance as a source of inspiration for the creation of works of art as well as a means of education. Furthermore, as a learning material, Legong Keraton has unique form and transmission method. Balinese artists consider Legong Keraton as a traditional art carrying the identity of Balinese dance that make it deserve to be appreciated and preserved.
Legong Keraton atau Legong tradisi sebagai produk budaya masa lalu telah memberi kontribusi yang cukupsignifikan bagi pertumbuhan tari di Bali. Kehadirannya yang mengusung prinsip estetik berbeda dari genre tariperiode sebelumnya. Tari Gambuh telah menempatkan Legong Keraton sebagai sumber penciptaan tari. Legongtradisi menjadi sumber penciptaan Legong kreasi. Legong kreasi berarti Legong tradisi yang disajikan dengan carabaru, juga menunjuk pada garap tari palegongan, yaitu tarian yang dalam penciptaannya memanfaatkan elemenelementertentu dari konsep estetika Legong Keraton yang terakumulasi dalam konsep palegongan. Legong tradisiberkembang dan tetap eksis berdampingan dengan variannya yang baru. Pembahasan tentang Legong Keratonini dimaksudkan untuk memahami karakteristik Legong Keraton yang ada dalam cakupan Legong tradisi danperkembangannya menjadi Legong kreasi. Legong Keraton merupakan perpaduan berbagai aspek seperti tema,struktur tari, pola tabuh, dan rias busana, yang diekspresikan penarinya. Masing-masing aspek saling berkaitansehingga Legong dapat diidentifi kasikan sebagai sebuah bentuk tari yang memiliki muatan isi tertentu, mencerminkankeindahan sebuah ekspresi budaya Bali.Kata kunci: Legong tradisi, Legong kreasi, tari Bali.ABSTRACTThe Tradition and Existence of Legong Keraton. Legong Keraton or traditional Legong as a cultural productof the past has undoubtedly contributed signifi cantly to the development of other dances in Bali. Legong Keraton with itsdifferent aesthetic principles is different from the previous dance genre, such as Gambuh. Traditional Legong has become the basis of new creations of Legong. Creations of Legong are also called as creations of Palegongan because those creations use certain elements of the aesthetic concepts of Legong Keraton accumulated in the palegongan concepts. Traditional Legong develops and continues to exist with new variants of Legong. The examination of Legong Keraton aims to understand the characteristics of Legong Keraton that exists within the scope of traditional Legong and its development into the creations of Legong. Legong makes use of various dance elements such as theme, structure of the dance, percussion patterns, and fashionable make-up applied by the dancers. These elements are so intertwined that Legong can be identifi ed as a form of dance that has a specifi c content and refl ects the beauty of Balinese culture.Keywords: Legong dance, Balinese dance, palegongan
RINGKASAN Saraga Citta merupakan karya tari video dengan teknik one shot, yang terinspirasi dari pola-pola interaksi pada salah satu struktur kesenian Janger dan dimaknai sebagai bentuk komunikasi seseorang sedang jatuh cinta. Dipilihnya kesenian Janger sebagai sumber inspirasi, bermula dari kegelisahan atas pemberlakuan proses internalisasi sebuah kesenian khususnya tari Bali pada kehidupan semasa kecil melalui lagu ‘mejangeran’, dan mendapati adanya perasaan kegirangan setiap mendengarkan lagu tersebut. Sebuah pemahaman didapat dari adanya pengalaman membaca sebuah tulisan mengenai pemaknaan arti kata Janger sebagai ‘keranjingan’, yang berkonotasi seseorang ‘gila’ cinta. Berangkat dari hal tersebut, didapati suatu interpretasi pertama dari menghubungkaitkan pengalaman menonton sebagai proses memahami kesenian Janger, khususnya Janger Lelampahan dan pengalaman membaca arti kata Janger, yang memunculkan interpretasi pada kata ‘gila’ sebagai khayalan. Penerapan metode tersebut menghasilkan banyak perubahan pada motif gerak dan elemen pendukung koreografis lainnya yang dipilih sebelumnya berdasarkan kebutuhan konsep besar karya, sehingga terwujud karya berjudul Saraga Citta. Karya ini ingin memberikan sebuah penggambaran pengalaman seseorang jatuh cinta, menghasilkan berbagai emosi yang bersumber dari pikiran ketika sedang mengharapkan sesuatu atas cinta.ABSTRACT Saraga Citta is a one shot dance video work of art which is inspired by interaction patterns in one of the Janger art performance structures and is interpreted as a form of communication when someone is in love. Janger as a source of inspiration, originated from the anxiety over the implementation of the internalization process of art, especially Balinese dance in childhood through the song 'mejangeran' that brings out a feeling of joy every time the song is played. This understanding was obtained from an article that states the meaning of the word Janger as 'keranjingan' (enamored), which connotes that someone is 'crazy' in love. From this point, the first interpretation was derived through the viewing experience as a process of understanding Janger, especially Janger Lelampahan and the reading experience about the meaning of the word 'Janger', which results the interpretation of the word 'crazy' as imaginary. The application of this method resulted in many changes to the motion motifs and other choreographic supporting elements that were previously selected based on the needs of the main concept of the work which generates this work entitled Saraga Citta. This work of art is expected to provide a description of someone who is falling in love, producing various emotions that comes from the mind when that person expecting something for love.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2025 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.