Background: The national health insurance of Indonesia has implemented the Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) tariff rates for healthcare payment. However, there is still problem of difference between the real cost of healthcare and the INA-CBGs tariff rates. This study aimed to evaluate the real cost of healthcare in comparison with the INA-CBG’s tariff rates and to analyze factors associating with the real cost. The study focus on healthcare cost of non-chemotherapy expenditure among patients of high-incidence cancers having chemotherapy covered by the national health insurance. Methods: The study was conducted from the perspective of healthcare provider. Costs data was obtained from hospital billing of Sanglah hospital, a referral hospital in Bali Provincein the period of January – July 2014. The data involved 383, 161, and 152 of in-patient breast cancer cases, cervical cancer cases, and nasopharyngeal cancer cases, respectively. Descriptive statistic was used to analyze patients characteristics, one sample t-test was used to analyze the mean difference of healthcare cost based on real cost and INA-CBG’s tariff rates, and finally, bivariate analysis was used to examine relationship between patients’ characteristics and the real cost. Results: The study shows there were significant differences of non-chemotherapy expenditures based on the real cost and INA-CBG’s tariff rates, in which the costs were lower for the real cost. Factors which significantly associated with the real cost were number of procedure, type of hospitalized room, and length of stay. Conclusions: The study supports the necessary of evaluation of the INA-CBG’s tariff rates to adjust to the real healthcare expenditure. On the other hand, the hospital needs to evaluate the service quality of patient treatment by optimizing budget allocated by the health insurance.
Tingginya kejadian swamedikasi dan banyaknya penggunaan obat yang tidak tepat dalam swamedikasi perlu menjadi perhatian. Penelitian ini bertujuan menentukan prevalensi layanan swamedikasi di Apotek, karakteristik pasien yang melakukan layanan swamedikasi, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan layanan swamedikasi di Apotek. Studi dilakukan pada 230 pasien yang melakukan pelayanan kefarmasian (layanan resep maupun swamedikasi di wilayah Denpasar dan Badung. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 60,4% pasien yang berkunjung ke Apotek menggunakan layanan swamedikasi. Pasien yang mendapatkan layanan swamedikasi didominasi oleh pasien perempuan, pasien yang tidak hamil, tidak merokok, pasien yang menikah, tingkat pendidikan SMA, latar belakang pendidikan non kesehatan, tanpa penyakit kronis, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Sebanyak lebih dari 65% pasien yang mendapatkan layanan swamedikasi memiliki tingkat keluhan penyakit yang ringan. Rata-rata umur pasien yang mendapatkan layanan swamedikasi adalah 35,06 + 15,35 tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian swamedikasi di Apotek wilayah Denpasar dan Badung adalah status merokok, tingkat pendidikan pasien, latar belakang pendidikan pasien, jarak tempat tinggal, tingkat keluhan, dan harga obat (p<0,05).
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah seseorang diatas normal, yaitu 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik. Hipertensi menyebabkan peningkatan morbiditas, dengan prevalensi yang hampir sama di negara berkembang dan negara maju. Dalam hal kepatuhan minum obat, kesadaran pasien terhadap pengobatan memegang peranan penting. Peran anggota keluarga dalam kepatuhan minum obat hipertensi sangat penting. Dukungan dan perhatian dari keluarga salah satunya menjadi factor pendukung, berhasilnya pengobatan hipertensi, sehingga diharpakan menurunkan angka mortalitas. Pelayanan farmasi klinik di apotek adalah bagian pelayanan kefarmasian yang bertanggung jawab langsung terhadap pasien yang terlibat dalam dispensing.i. penelitian ini peneliti mencoba untuk Memahami hubungan peran dukungan keluarga dengan peran apoteker dalam minum obat tekanan darah tinggi di Apotek “X” Denpasar. Hasil yang didapat pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan dan kuat antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat antihipertensi pada domain dukungan emosional dan penghargaan (p=0,000; r=0,75) serta dukungan instrumental (p=0,003; r=0,52). Peran tenaga kefarmasian terhadap kepatuhan memiliki pengaruh kuat dan signifikan (p= 0,002; r=0,64).
Pasien penyakit ginjal kronik (PGK) memiliki risiko mengalami masalah-masalah terkait obat atau Drug Related Problems (DRPs). Penelitian bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan jenis terjadinya DRPs pada pasien PGK stage 3,4, dan 5 rawat inap di sebuah Rumah Sakit di Bali serta mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya DRPs. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan dengan dua pendekatan yang berkesinambungan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pada tahap kuantitatif dilakukan secara observasional dan tahap kualitatif melalui wawancara dengan tenaga kesehatan. Sebanyak 58 pasien yang diikuti secara prospektif, yang kemudian dikelompokkan ke dalam stage 3, 4 dan 5. DRPs tersering adalah Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) sebanyak 68,39% dan penyebab (causes) tersering adalah terkait pemilihan dosis sebanyak 38,55% dan terkait dengan asuransi sebesar 5,16%. Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya DRPs yaitu kebijakan, ketersediaan obat, komunikasi, keterbatasan sumber daya, error atau kesalahan tidak disengaja, pengetahuan dan persepsi terhadap outcome. DRPs yang paling sering terjadi adalah (ROTD) dengan penyebab yang paling sering pemilihan dosis selain itu disebabkan karena pemilihan obat, bentuk sediaan obat dan proses penggunaan obat. Perlunya adanya farmasi di ruangan yang bertugas untuk melihat terapi dan obat-obatan yang diterima pasien.
Daun ubi jalar mengandung flavonoid dan fenol yang mampu melindungi sel-sel tubuh dari berbagai pengaruh radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun Ipomoea batatas Lamk. terhadap kadar bilirubin total serum pada tikus putih galur Wistar. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan Randomized Pre and Post Test Control Group Design. 25 ekor tikus putih jantan galur wistar dibagi menjadi 5 kelompok secara acak yaitu kelompok kontrol negatif (Aquadest + CMC Na 0,5%), kelompok kontrol positif (hepamax dosis 46,9 mg/200 gramBB), kelompok perlakuan I, II dan III berturut-turut 40 mg/200 gramBB, 80 mg/200 gramBB, 160 mg/200 gramBB selama 7 hari. Pada hari ke-8 seluruh kelompok diinduksi parasetamol 378 mg/200 gramBB selanjutnya pada hari ke-10 dilakukan pengambilan darah dan pengukuran kadar bilirubin total serum. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak etanol daun ubi jalar pada kelompok perlakuan dapat menurunkan kadar bilirubin total serum secara signifikan dengan nilai signifikansi 0,163 yaitu (p>0,05). Dosis ekstrak daun ubi jalar yang sebanding dengan hepamax 46,9 mg/200 gramBB/hari dalam menurunkan kadar bilirubin total adalah dosis 160 mg/200 gramBB/hari. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daun ubi jalar (Ipomoea batatas Lamk.) sebagai hepatoprotektor dengan jenis sediaan yang lain.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.