Tempe merupakan makanan sehat dikarenakan kandungan komponen bioaktif dan merupakan sumber protein bagi vegetarian. Selama proses fermentasi, jamur tempe akan menghasilkan enzim protease yang memecah protein biji menjadi peptida bioaktif. Jenis jamur tempe dan lama fermentasi akan mempengaruhi peptida bioaktif yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ragi tempe Raprima terhadap perubahan konsentrasi peptida dan pola protein selama fermentasi tempe koro benguk. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas proteolitik mengalami kenaikan cepat pada awal fermentasi tempe dan mencapai aktivitas optimumnya pada fermentasi jam ke-96 sebesar 0,046 U/mL. Tempe mengalami perubahan pH dari awalnya sebesar 7,01 kemudian turun menjadi 5,92 pada fermentasi jam ke-30 dan kemudian naik kembali sampai dengan pH 7,25 pada akhir fermentasi (120 jam). Kadar peptida mengalalami peningkatan seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Derajat hidrolisis meningkat cepat sampai 24 jam fermentasi kemudian mulai stabil pada jam 96 (46,31%). Pengamatan dengan SDS PAGE memperlihatkan terbentuknya protein/peptida dengan berat molekul < 25 kDa hasil hidrolisis protein koro benguk selama fermentasi menggunakan ragi Raprima.

Abstract. Indrati R, Handayani MT, Rahayu NA, Pebrianti SA. 2021. Effect of legume varieties and fermentation time of tempe using usar inoculum on the inhibitory activity of angiotensin I-converting enzyme. Biodiversitas 22: 5262-5267. The effect of three varieties of legumes, namely, velvet bean (Mucuna prurient), lima bean (Phasaelus lunatus L.), and pigeon pea (Cajanus cajan), on the activity of angiotensin I-converting enzyme (ACE) inhibitors was studied during tempe fermentation. Fermentation is one way to produce bioactive peptides. Furthermore, the effect of inoculum usar on tempe fermentation was studied. Hydrophobic amino acids are essential in binding firmly to the active site of ACE, and the research showed that pigeon pea had higher levels of hydrophobic amino acids compared with soybeans. The legumes affected the protease activity, peptide content, degree of hydrolysis, and production of ACE inhibitory (ACEI) activity during tempe fermentation. High protein levels and peptide content did not guarantee a high ACE inhibitor level. The mixed culture of usar caused no effect on the production of ACE inhibitors compared with a single culture of Raprima. Legume beans that reached optimal fermentation fast produced high levels of ACE inhibitors. Of the three types of legumes tested in the study, lima beans had the highest ACEI activity during fermentation.

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan prosedur yang penting dalam menjaga kualitas dan mutu suatu produk makanan serta menjamin keamanan pangan dari suatu produk. Tujuan dari kajian ini yaitu untuk mengevaluasi penerapan SSOP produksi manisan carica pada UD. Eni Herbal yang berlokasi di Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data pada penelitian menggunakan analisis data kualitatif dengan mengkaji penerapan delapan kunci SSOP yang meliputi keamanan air, kebersihan permukaan yang kontak dengan produk, pencegahan kontaminasi silang, kebersihan pekerja, perlindungan dari adulterasi, pelabelan, pengendalian kesehatan karyawan, dan pemberantasan hama. Evaluasi penerapan SSOP dilakukan dengan membandingkan penerapan SSOP di objek penelitian dengan SSOP yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan kunci SSOP sudah dilaksanakan dengan baik namun terdapat kekurangan pada dua kunci yaitu kontaminasi silang dan pelabelan/penyimpanan tepat.  Tata ruang produksi dan ruang penyimpanan yang tidak diberi sekat sehingga memungkinkan terjadinya resiko kontaminasi silang. Pada proses pelabelan sudah diterapkan pemberian label berdasarkan tanggal produksi, namun penyimpanan produk sebagian masih dilakukan di bawah atau kontak langsung dengan lantai karena keterbatasan tempat. Kata Kunci : Sanitasi, Carica Papaya, Manisan.

Telang flower is a biopharmaceutical horticulture commodity known as a functional food source since it contains rich nutrients. The drying methods influence the physicochemical properties of this flower. This study aimed to investigate the physicochemical properties of telang flowers using the sun and oven drying methods. The standard procedures were used to determine water, pH, anthocyanin content, free radical inhibitory activity, and IC 50 . This study used a randomized design with one treatment factor: drying methods, including sun drying, sun drying with black cloth cover, and oven drying. The fresh telang flower served as the control. Furthermore, the best drying treatment was also evaluated using the De Garmo effectiveness index test. The results revealed that all drying procedures significantly differed in water content, pH, anthocyanin content, and IC 50 values (p < 0.05). Meanwhile, all treatments' free radical inhibitory activity did not differ significantly (p > 0.05). It was found that all treatments had IC 50 values in the range of 36.48-49.67 ppm of antioxidant activity. Telang flowers were found to be very potent antioxidants. As a result of the effectiveness index test, the sun drying using a black cloth cover provided the best treatment with the characteristics of water content, pH, anthocyanin content, free radical inhibitory activity, and IC 50 of 17.47%, 7.03, 0.085 mg/mL, 85.51%, and 49.67 ppm, respectively.