Pemanasan global telah menjadi perhatian dunia. Riset karbon dilakukan dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Ekosistem pesisir memiliki fungsi penyerap karbon di lautan (carbon sink) yang dikenal dengan istilah blue carbon. Karbon bebas yang diserap kemudian tersimpan pada sedimen dan organ pada lamun dalam bentuk biomassa. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung estimasi stok karbon pada lamun jenis Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata di Teluk Awur, Jepara Jawa Tengah pada Desember 2018. Sampling survey method digunakan dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan nilai kerapatan lamun, penentuan titik sampling lamun dengan metode purposive sampling. Analisis kandungan karbon dengan metode pengabuan, sampel lamun dicuplik 3 individu pada jenis Enhalus acoroides dan 6 individu pada jenis Cymodocea serrulatadari 27 titik sampling. Penghitungan total stok karbon dilakukan dengan konversi data biomassa hasil perhitungan kerapatan lamun menjadi kandungan karbon. Hasil analisis menunjukkan estimasi stok karbon jenis lamun Enhalus acoroides (1,07 ton/ha) lebih tinggi daripada Cymodocea serrulata (0,64 ton/ha). Hal ini dapat disimpulkan bahwa ekosistem lamun berperan sebagai carbon sink. Untuk selanjutnya diharapkan adanya pengelolaan ekosistem pesisir dan laut secara terpadu untuk mempertahankan keberadaan lamun agar kontribusi terhadap ekosistem di sekitarnya semakin stabil. Global warming has been the world's concern. This research was conducted in concern to adapt and mitigate the climate change. Coastal ecosystem has a carbon sink function in the ocean known as a blue carbon. The absorbed carbon is stored on the sediment and organ of the seagrass in the form of biomass. This research aims to estimate carbon stocks on Enhalus acoroides and Cymodocea serrulata in Teluk Awur coastal waters, Jepara of Central Java which was conducted on December 2018. Sampling survey method was used in this study. In order to find the density value of the seagrass in the field area, purposive sampling method was used to determine the sampling points. Dry-ashing method was used for analysing carbon content of the seagrass by using 3 individuals of Enhalus acoroides and 6 individuals sample of Cymodocea serrulata from 27 sampling points. The total calculation of carbon stocks is conducted by converting biomass data into carbon content. The results shows that estimation of the carbon stock of seagrass Enhalus acoroides (1.07 tons/ha) was higher than Cymodocea serrulata (0.64 tons/ha). This can be conclude that the seagrass ecosystem serves as a carbon sink, hence, it is expected that integrated coastal and marine ecosystems management can be maintained the seagrass existence in order to contributed to the surrounding ecosystem.
Kecamatan Muara Gembong adalah wilayah dengan ekosistem mangrove yang cukup luas dan tersebar. Mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Kondisi ekosistem mangrove sangat peka terhadap gangguan dari luar terutama dari kegiatan pencemaran, konversi hutan mangrove menjadi kawasan non-hutan, ekploitasi hasil mangrove yang berlebihan sehingga terjadi dinamika pada luasan lahannya. Perubahan yang terjadi pada ekosistem mangrove ini dapat berupa penambahan, pengurangan, dan lahan yang tetap. Metode yang dilakukan pada penelitian ini berupa pengolahan data satelit citra Sentinel 2A, Landsat 8, dan Landsat 5 untuk menganalisa sebaran mangrove pada tahun 2009, 2014, dan 2019, serta perubahan yang terjadi. Validasi data dilakukan dengan pengamatan kawasan langsung di lokasi penelitian berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan. Hasil pengolahan data menunjukan di Kecamatan Muara Gembong pada tahun 2009-2019 diketahui terjadi penambahan luasan lahan mangrove sebesar 1017,746 ha dan pengurangan luasan mangrove sebesar 275,37 ha. Selain itu, terdapat pula lahan mangrove yang tetap bertahan pada kurun waktu 2009-2019 seluas 255,057 ha. Sehingga perubahan lahan mangrove yang terjadi di Kecamatan Muara Gembong cenderung mengalami pertambahan luasan lahan mangrove, yaitu sebesar 66% lahan mangrove yang bertambah. Muara Gembong Subdistrict is an area with a wide and scattered mangrove ecosystem. Mangroves are a group of plant species that grow along tropical to subtropical coastlines in an environment that contains salt and landforms in the form of beaches with anaerobic soil reactions. The condition of mangrove ecosystems is very sensitive to outside disturbances, especially from pollution activities, conversion of mangrove forests to non-forest areas, excessive exploitation of mangrove products resulting in dynamics in the area of land. Changes that occur in this mangrove ecosystem can be in the form of addition, subtraction, and permanent land. The method used in this research is the processing of Sentinel 2A, Landsat 8, and Landsat 5 satellite image data to analyze the distribution of mangroves in 2009, 2014 and 2019, and the changes that occur. Data validation is done by direct observation of the area at the research location based on data processing that has been done. The results of data processing showed that in Muara Gembong Subdistrict in 2009-2019 it was known that there was an increase in the area of mangrove land by 1017, 746 ha and reduction in mangrove area by 275.37 ha. In addition, there are also mangrove lands that have survived in the period 2009-2019 covering 255,057 ha. So that changes in mangrove land that occur in Muara Gembong District tend to experience an increase in the area of mangrove land, which is equal to 66% of the mangrove land that is increasing.
ABSTRAK: Taman Nasional Karimunjawa merupakan daerah yang memiliki ekosistem laut yang masih lengkap dan asri. Ekosistem Lamun merupakan salah satu ekosistem laut yang memiliki banyak peranan bagi kehidupan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kandungan nutrien nitrat dan fosfat pada substrat sedimen terhadap kondisi ekosistem lamun di Pulau Sintok dan Pulau Bengkoang Lamun merupakan organisme yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Kandungan nutrien substrat merupakan salah satu faktor lingkungan yang mampu mempengaruhi kehidupan lamun. Nitrat dan fosfat merupakan nutrien esensial yang sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan lamun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kandungan nutrien sedimen terhadap kerapatan lamun di Pulau Sintok dan Pulau Bengkoang, Karimunjawa. Perbedaan jumlah nitrat dan fosfat di lingkungan diduga dapat mempengaruhi kondisi lamun di Pulau Sintok dan Bengkoang. Metode pengamatan kondisi ekosistem lamun menggunakan metode seagrasswatch. Metode analisis statistika yang digunakan adalah analisis pearson-correlation. Analisis hubungan kandungan nitrat dan fosfat terhadap kerapatan lamun di Pulau Sintok didapatkan nilai korelasi pada nitrat sebesar -0,425 dan fosfat sebesar -0,422. Analisis hubungan di Pulau Bengkoang didapatkan nilai korelasi pada nitrat sebesar -0,933 dan fosfat sebesar 0,849. Dari penellitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa nutrien nitrat dan fosfat sedimen di Pulau Sintok memiliki arah hubungan negatif dengan kekuatan hubungan yang cukup terhadap kerapatan lamun. Kandungan nitrat sedimen di Pulau Bengkoang memiliki hubungan sangat kuat negatif, sedangkan kandungan fosfat sedimen memiliki hubungan sangat kuat positif terhadap kerapatan lamun. ABSTRACT: Karimunjawa National Park is an area that has a complete and beautiful marine ecosystem. Seagrass Ecosystem is one of the marine ecosystems that has many roles for life at sea. The aim of this study was to understand correlation of the nutrient (Nitrate Phosphate) in the sediment to sea-grass ecosystem at Sintok and Bengkoang Islands. Sea-grass is an organism whose life is strongly influenced by environmental factors. The nutrient content of the substrate is one of the environmental factors that can affect the life of seagrass. Nitrate and phosphate are essential nutrients that are very important to support the growth and development of seagrass. This study aims to determine the correlation between sediment nutrient content on the density of seagrass in Sintok Island and Bengkoang Island, Karimunjawa. The difference in the amount of nitrate and phosphate in the environment is thought to affect the condition of seagrass in Sintok and Bengkoang Islands. The method of observing seagrass ecosystem condition uses seagrasswatch method. The statistical analysis method used is the Pearson-correlation analysis. Analysis of the correlation of nitrate and phosphate content to the density of seagrass on Sintok Island obtained a correlation value of nitrate of -0.425 and phosphate of -0.422. Analysis of the correlation on Bengkoang Island obtained a correlation value of nitrate of -0.933 and phosphate of 0.849. This study can be concluded that the nutrient nitrate and phosphate sediment on Sintok Island has a negative correlation with an adequate strength of correlation to seagrass density. The sediment nitrate content in Bengkoang Island has a very strong negative correlaation, while the sediment phosphate content has a very strong positive correlation to the density of seagrass.
ABSTRAK: Ekosistem terumbu karang merupakan habitat berbagai biota laut bernilai ekonomis tinggi. Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke wilayah alami maupun buatan dengan tujuan konservasi untuk menjamin kelestarian alam dan sosial- budaya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi biofisik terumbu karang untuk pengembangan ekowisata serta mengetahui analisis strategi pengembangan ekowisata terumbu karang di Pulau Sintok Karimunjawa. Pengamatan biofisik ekosistem terumbu karang dilakukan menggunakan metode LIT atau Line Transect. Data yang didapat dianalisis menggunakan indeks kesesuaian ekowisata selam dan analisis SWOT. Hasil menunjukkan bahwa tutupan karang hidup di Pulau Sintok pada keempat titik pengambilan berkisar antara 30-82%. Berdasarkan analisis kesesuaian ekowisata, kawasan perairan Pulau Sintok memiliki nilai IKW (Indeks Kesesuaian Wisata) >50 – 83% dimana nilai 50% - < 80% termasuk kedalam kelas (S2) atau suitable dan nilai IKW 83% termasuk ke dalam kategori (S1) atau sangat sesuai untuk dijadikan sebagai ekowisata terumbu karang kategori selam. Analisis strategi pengelolaan kawasan pengembangan ekowisata di perairan Pulau Sintok adalah dengan : pengelolaan kawasan terumbu karang sebagai ekowisata secara optimal, perlunya upaya pencegahan kerusakan ekosistem terumbu karang untuk dijadikan kawasan ekowisata, pengembangan sistem informasi serta meningkatkan sarana prasarana pengelolaan ekowisata, dan Penegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan demi penerapan pengelolaan terumbu karang secara lestari. ABSTRACT: The coral reef ecosystems are habitats for various marine biota, which have a high economic value. Coral reef ecosystems provide merits to support the marine tourism industry for foreign exchange earnings. They also provide significant employment and business opportunities. Coral reef ecosystems which have a good condition can be developed into coral reef ecotourism. Ecotourism is a tour to natural and artificial areas with the purpose of conservation to ensure the natural and socio-cultural sustainability. The purpose of this research is to find out the biophysical potential of the coral reefs for the development of ecotourism, and to perceive the analysis of the development strategy of coral reef ecotourism in Sintok Island, Karimunjawa. The biophysical observation of coral reef ecosystems is conducted with LIT or Line Transect method. The data obtained is analyzed using ecotourism suitability index and SWOT analysis. The result of this research shows that living coral cover on Sintok Island at the four taking points ranged from 30-82%. According to the analysis of ecotourism suitability, Sintok Island waters area has IKW value (Tourism Suitability Index) >50-83%. The value of 50%-<80% belongs to the class (S2) or suitable, and the IKW value of 83% belongs to the category (S1) or very suitable to be used as coral reef ecotourism category. The analysis of the management strategy of ecotourism development area in Sintok Island waters are as follows: (1) The optimal management of coral reef area as ecotourism, (2) The prevention of coral reef ecosystems from damage, (3) The development of information system, as well as the enhancement of ecotourism management infrastructure, and (4) The enforcement of laws and regulations for the sake of coral reefs’ sustainable management.
Padang lamun berfungsi sebagai daerah asuhan, pemijahan, tempat mencari makan dan habitat bagi biota laut, diantaranya: ikan, meiofauna, maupun mikroalga epifit. Mikroalga epifit dapat digunakan sebagai salah satu unsur indikator dalam ekosistem perairan terkait dengan kesuburan dan pencemaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan mikroalga epifit pada daun lamun Enhalus acoroides yang dilakukan pada Oktober 2018 dengan metode diskriptif. Penentuan stasiun penelitian menggunakan metode purposive random sampling dengan tiga stasiun yaitu di perairan Pantai Nyamplungan (Stasiun 1), Pantai Bobi (Stasiun 2) dan Pelabuhan Syahbandar (Stasiun 3). Sampel daun lamun E. acoroides dipotong menjadi tiga bagian, yaitu ujung (UA dan UB), tengah (TA dan TB) dan pangkal (PA dan PB) daun. Untuk mendapatkan sampel mikroalga epifit dilakukan dengan metode pengerikan. Hasil penelitian di semua stasiun ditemukan tiga kelas yakni Bacillariophyceae, Dinophyceae dan Cyanophyceae. Genus yang paling banyak ditemukan adalah Navicula, Rhizosolenia, Oscillatoria, Gonyaulax dan Prorocentrum. Kelimpahan total mikroalga epifit tertinggi terdapat pada Stasiun 3 (11.234 sel/cm2) dan terendah pada Stasiun 2 (6.717 sel/cm2). Kelimpahan mikroalga epifit pada ujung daun bagian permukaan atas (UA) menghasilkan jumlah tertinggi yakni 5.682 sel/cm² dan bagian yang terendah terdapat pada posisi tengah daun bagian permukaan bawah (TB) sebanyak 3.292 sel/cm². Posisi menempel pada bagian lamun berpengaruh terhadap kelimpahan mikro alga epifit. Seagrass bed has a function as nursery, spawning, and feeding ground, as well as a habitat for marine biota such as fish, meiofauna, and epiphytic microalgae. Epiphytic microalgae can be used as one of the indicators in aquatic ecosystems related to productivity and pollution. The aims of this study were to know the composition and abundance of epiphytic microalgae on Enhalus acoroides leaves. This research was done on October 2018 by using descriptive method. The sample was taken from three stations, ie. Nyamplungan (Station 1), Bobi Beach (Station 2) and Syahbandar Port (Station 3). The seagrass samples of Enhalus acoroides leaves were cut into three parts i.e. tip (UA & UB), middle (TA & TB) and base (PA & PB) part of the leaves to obtain the samples of epiphytic microalgae by using scratching method. The results of the study found three classes, i.e. Bacillariophyceae, Dinophyceae and Cyanophyceae. The genus most commonly found were Navicula, Rhizosolenia, Oscillatoria, Gonyaulax and Prorocentrum. The highest total abundance of epiphytic microalgae was at Station 3 (11.234 sel/cm2) and the lowest at Station 2 (6.717 sel/cm2). The abundance of epiphytic microalgae based on different part of seagrass leaves showed that the upper surface of the leaf tip (UA) has highest abundance (5.682 cell/cm²) and the bottom surface of the middle leaf (TB) has the lowest abundance (3.292 cell/cm²). The posisiton of attachment affect on the abundance of epiphyte microalgae.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.