Penelitian ini bersifat penelitian hukum normatif-empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). yang merupakan perpaduan antara penelitian hukum normatif (kepustakaan) dan penelitian hukum empiris (lapangan). Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan konsep perizinan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di kantor BPMP2T Kabupaten Boyolali, menjelaskan maklumat dan standar pelayanan di kantor BPMP2T dan perbandingannya sesuai UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan juga menjelaskan mekanisme / alur pelayanan dan pengaduan masyarakat sebagai tolok ukur kualitas pelayanan publik di kantor BPMP2T Boyolali. Penelitian ini dimaksudkan guna melakukan pengukuran kualitas pelayanan publik dalam perizinan PTSP di Kantor BPMP2T Boyolali yang dapat diukur berdasarkan indikator: tangible, reability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Dalam mencapai tujuan, digunakan metode wawancara dengan indeepht interview dan kuesioner untuk pelaksana pelayanan publik di kantor BPMP2T Boyolali dan dengan metode kepustakaan
Purpose of Study: The purpose of this study is to analyze and describe the concept of disorder of law in understanding the law and its work in society as something that flows in achieving an order and describes the disorder of law which causes chaos in the enforcement of environmental law in the case of Rembang community against PT. Cement Indonesia. This is closely related to the attitude of the Governor of Rembang in addressing the verdict of the PK by revoking the environmental permit or keeping it on, given the urge of Rembang people who remain firm in opposing the mining in the area with the main reason about the natural sustainability in Kendeng. Decree of the Governor of Central Java Number 660.1./17 of 2012 on Environmental Permit for Mining and Construction of Cement Plant by PT Semen Gresik (Persero) Tbk reaping resistance from the people of Rembang. The decree is deemed to be contradictory with the socialization of EIA and the determination of groundwater basin area as a water catchment area and the use of geological protected forest area that is considered not fulfill the principle of sustainable development. In this dispute, the Governor of Central Java as the defendant I and the second defendant namely PT Semen Indonesia (SI) Persero Tbk in Rembang. The plaintiff, in this case, is Rembang citizen represented by Joko Prihanto along with Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Rembang case that has reached the cassation up to the PK seized the public’s attention and invited the demonstration action from the people of Rembang. It’s because of the post-Supreme Court ruling. 99 PK / TUN / 2016 dated October 5, 2016, did not make the operation of the cement plant stop but the Governor re-issued environmental permit for PT Semen Indonesia. Methodology: This study was studied using a socio-legal approach that describes social and legal reality, and seeks to understand and explain the logic of logical connection between both. Type of research used by the author in this research is descriptive research. In this study, the authors focus on the case of cement disputes on karst mining activities in Rembang, Central Java. The analytical method used is using deductive logic used to draw conclusions from general terms into individual cases. Results: The dispute over the Rembang cement case stems from the decree of the Governor of Central Java giving the environmental permit to PT Semen Indonesia in 2012. Implications/Applications: This reaps the demands of the people of Rembang demanding that the environmental permit along with the factory business permit is revoked and stopped. This dispute is still continuing and continues to be guarded by the people of Rembang to defend their agrarian rights and rights as farmers and also for the sake of nature sanctuary of Kendeng from mining threat.
This study aims to assess the regional autonomy in Indonesia in AbstrakPenelitian ini bertujuan mengkaji otonomi daerah di Indonesia dalam menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UU No 32/2004 dan menemukan model otonomi daerah yang dapat menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif memfokuskan pada data kepustakaan. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan asas-asas hukum, pendekatan sistematika peraturan perundang-undangan, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical, sejarah serta menggunakan pendekatan Hermeneutic dengan menggunakan penalaran deduktif. Data penelitian yang digunakan adalah data dari studi kepustakaan yang berupa bahan hukum primer dan sekunder.Hasil kajian menunjukan bahwa, Urusan dan pengawasan merupakan elemen yang paling penting dalam rangka menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan dasar bagi diterapkannya otonomi luas. Indikator yang digunakan untuk mengetahui bahwa UU No 32/2004 dapat menguatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau tidak adalah dilihat dari elemen urusan dan pengawasan. Jika penulis melihat urusan dan pengawasan dalam ketentuan UU No 32/2004 menimbulkan asumsi penafsiran yang mengarah pada kecenderungan menguatkan kearah ke federalisme dan mengarah resentralisasi Model otonomi yang menguatkan Negara kesatuan terletak dengan mengubah system otonomi seluas-luasnya menjadi otonomi luas, focus dan bertanggung jawab. Sistem pembagian urusan diperincibaik bagi pemerintah daerah provinsi
The village government is currently given lots of new authority and funding from both the central and regional governments. Such things aim to increase the progress of development and prosperity of village communities. Unfortunately, this does not necessarily make the village governments run according to existing laws. Worse, they do not necessarily make progress. Concerning the prosperity of villagers, since the enactment of Law Number 22 of 1999, major changes have happened to villages. They are no longer areas that are directly supervised by the regional government or merely administrative areas. But the village has transformed into an independent and separate autonomous force with the peculiarities of self-government. This paper uses the normative juridical research method. Results show that the lengthy tenure of village heads impacts the democratization process in the regions. It will result in the stagnation of development progress in the villages. These conditions certainly resulted in negative speculations about the consequences arising from violations of justice to the possibility of many legal violations due to the long Village Head office term
Dalam konstitusi telah ditentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), demikian pula yang tertuang dalam penjelasan konstitusi UUD 1945 NRI. Di dalam representasi negara hukum, salah satu faktor terpenting terletak dalam lembaga peradilannya, dimana dimungkinkan selalu timbul adanya sengketa antara yang diperintah dengan yang memerintah, dalam hal ini antara penyelenggara negara yang berhadapan dengan rakyatnya. Salah satu prinsipal dari negara hukum adalah hadirnya kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, independen dari segala unsur kekuasaan apapun. Tanpa adanya independensi maupun kemandirian dalam badan kekuasaan kehakiman dapat memberikan pengaruh dan dampak yang buruk termasuk peluang munculnya penyalahgunaan kekuasaan atau penyimpangan kekuasaan maupun juga diabaikannya hak asasi manusia oleh penguasa negara. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung, dan juga lembaga peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkup lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, dan juga oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Hakim dalam hal ini sebagai badan fungsional pelaksana kekuasaan kehakiman, sebab pada dasarnya kekuasaan kehakiman mempunyai pilar-pilar yang terdiri dari badan peradilan yang dibentuk dan disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini mengkaji mengenai independensi peradilan yang ada di Indonesia sebagai representasi dari adanya negara hukum. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan normatif. Sebagai rumpun ilmu normatif, ilmu hukum mempunyai alur kerja secara khas sui generis. Metode pendekatan yang digunakan di penelitian hukum ini yaitu menggunakan pendekatan yuridis-normatif, dimana metode penelitian hukum ini dilakukan dengan cara mengkaji lebih mendalam terhadap bahan-bahan kepustakaan atau bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan perundang-undangan atau yang disebut dengan statute approach, yang dikaji dengan cara menelaah berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan termasuk juga pengaturan regulasi yang terkait dengan kajian permasalahan yang diambil. Pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang berpijak dari pandangan atau pendapat ahli maupun doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.Kata Kunci: independensi, peradilan, negara hukum, hakim
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.