Pencemaran minyak bumi semakin banyak terjadi dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk dunia industri, meningkatnya jumlah anjungan pengeboran minyak lepas pantai, dan meningkatnya transportasi laut. Beberapa cara penanggulangan tumpahan minyak meliputi penanggulangan mekanis, pembakaran in situ, kimiawi, dan bioremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan makhluk hidup, khususnya mikroorganisme untuk mendegradasi atau mendetoksifikasi pencemar lingkungan. Mikroorganisme yang digunakan dapat berupa bakteri alami yang berasal dari daerah yang tercemar maupun bakteri yang diisolasi dari daerah lain lalu diintroduksi ke daerah yang tercemar. Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan bakteri laut dalam mendegradasi minyak menggunakan media yang berbeda, yaitu antara media seawater nutrient broth dan media air terformasi, serta menyimulasikan proses degradasi minyak yang mengalami dispersi dalam sebuah microcosm Penelitian ini merupakan peningkatan skala dari penelitian Dwinovantyo (2015) dan modifikasi dari penelitian Cappello et al. (2006) dan Darmayati et al (2015). Simulasi degradasi tumpahan minyak dilakukan menggunakan media bervolume 8 liter berisi air laut yang tercemar tumpahan minyak, kemudian dilakukan pengamatan populasi bakteri serta kandungan tumpahan minyak. Bakteri yang digunakan adalah konsorsium dari Raoultella sp., Pseudomonas sp., dan Enterobacter sp. yang berasal dari sedimen laut dalam hasil isolasi dan identifikasi Dwinovantyo (2015).
Kegiatan skala laboratorium telah dilakukan untuk merancang formula nutrisi MEOR (Microbial Enhanced Oil Recovery) dengan bahan dasar rendah-glukosa. Bahan yang dipakai meliputi: limbah cair tahu, air kelapa, limbah cair ikan, limbah pengolahan pati, ekstrak teh, pupuk cair, ekstrak daging sapi, dan pepton. Bahan-bahan tersebut diracik untuk menjadi beberapa formula yang dapat merangsang pertumbuhan mikroba yang terkandung pada percontoh fluida dari sumuran SMR-01, SMR-02, dan SMR-03 sehingga menghasilkan bioproduk yang diperlukan untuk MEORPada seleksi kajian awal ada 48 formula nutrisi, kemudian diseleksi dan diperoleh yang potensial dalam pertumbuhan mikroba sebanyak 8 formula, yaitu 2 macam formula untuk SMR-01, 3 untuk SMR-02, dan 3 juga untuk SMR-03. 8 formula tersebut diinkubasi selama 7 hari dan diamati bioproduknya yang meliputi: pertumbuhan mikroba, pH, IFT, densitas, dan viskositas minyak. Pada tiap formula juga ditambahkan konsorsium mikroba exogenous untuk memperkaya jenis mikroba.Uji imbibisi dilakukan terhadap 8 formula tersebut serta ditambah 8 formula lagi dengan menambahkan konsorsium mikroba exogenous selama 71 hari. Hasil yang terbaik ternyata ada pada formula Ef1 dengan penambahan ekstrak teh dan pepton dan Ez1 dengan tambahan ekstrak teh dan ekstrak beef pada fluida SMR-02. Dengan nilai masing masing nilai RF (recovery factor) 56,91 untuk Ef1 dan 55,86% untuk Ez1. Oleh karena itu kedua formula tersebut dapat dijadikan acuan untuk implementasi lapangan. Secara ekonomis mungkin Ez1 akan lebih murah karena prosentase kandungan extract beef hanya 10%.
Biobutanol is an example of alternative energy sources to replace liquid fuel with the carbon-neutral characteristic. It has more benefits to the environment compared to the fossil fuel. Biobutanol is synthesized through fermentation of microalgae cells wall or other organism parts as the carbon sources. The aim of this study is to determine the ability of Clostridium acetobutylicum bacteria in the fermentation of Nannochloropsis sp. to produce biobutanol. Fermentation of Nannochloropsis sp. for biobutanol production was used as an initial treatment before lipid extraction. Fermentation was performed with C. acetobutylicum bacteria for 96 hours. The result showed that C. acetobutylicum was able to produce 2.61% v/v butanol. Thisprocess used Nannochloropsis sp. microalgae hydrolysates and biomass of viscozyme hydrolysis yield. The process of hydrolysis with cellulose and viscozyme can produce simple sugars, with the highest obtained yield of 1738.38 ppm from hydrolysis using viscozyme.
Mikroalga merupakan alga kecil (ukuran 2-20 ?m) berupa tanaman talus yang memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis. Salah satu jenis mikroalga yang berpotensi untuk diambil minyaknya adalah Nannochloropsis sp. Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagela. Sebagian besar mikroalga menggunakan cahaya dan karbondioksida (CO2 ) sebagai sumber energi dan sumber karbon. Pada perairan CO2 terlarut biasanya dalam bentuk bikarbonat (HCO3 - ). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi bikarbonat (HCO3 - ) terhadap peningkatan pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. Perlakuan yang diberikan kepada Nannochloropsis sp. adalah variasi bikarbonat, yaitu 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 200 ppm dan dikultivasi selama 14 hari. Media pertumbuhan yang digunakan adalah Walne. Paramater yang diamati adalah pH, temperatur, Optical Density (OD), jumlah sel, biomassa dan lipid. Metode ekstraksi yang digunakana adalah maserasi dengan pelarut heksan:etanol (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. berada pada kondisi optimum ketika menggunakan penambahan bikarbonat 200 ppm. Pada kondisi tersebut diperoleh jumlah sel tertinggi sebesar 22,72 x 106 sel/mL dengan laju pertumbuhan 0,0176 sel/jam dan biomassa sebesar 3,85 g/L. Kondisi pH kultur selama penelitian rata-rata berada pada pH 8 dan temperatur kultur berada pada rentang 25-28o C. Sedangkan untuk kadar lipid tertinggi berada pada konsentrasi bikarbonat 25 ppm dengan kadar lipid 20,236 % berat kering.
Algae are a promising source of biofuel but claims about their lipid content can be ambiguous becauseextraction methods vary and lipid quantitation often does not distinguish between particular lipid classes.One of algae types that meet this condition is Nannochloropsis sp. Two different cell disruption methods,i.eultrasonic and fermentation followed by maceration extraction using a mixture of ethanol/hexane (1:1, v/v)as a solvent extraction were studied for their effectiveness in extraction of algae lipids from Nannochloropsissp. Contact time and amplitude were varied in ultrasonic process. Hydrolysis treatment was varied infermentation process, i.e Dillute Acid Pretreatment (DAP) hydrolysis, enzymatic hydrolysis and DAP withenzymatic hydrolysis. The result showed that ultrasonic process followed by maceration extraction wasmore effective for Nannochloropsis sp. lipid extraction. The most ideal treatment was at amplitude 40%and contact time 5 minutes with lipid content of 63.59% of dry weight.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.