Indonesia yang kaya akan sumber alam, memiliki kandungan bioaktif yang potensial yang dapat dikembangkan menjadi sumber pangan fungsional. Inovasi pangan fugngsional di Indonesia sangat prospektif dan memiliki peluang dalam perdagangan ekspor, antara lain ke Jepang, Eropa, dan Amerika. Hasil inovasi pangan yang telah dilakukan oleh peneliti dan industri sebaiknya didukung dengan adanya proses standardisasi dan sertifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah produk hasil inovasi masuk ke pasar. Dengan adanya proses standardisasi dan sertifikasi, maka akan mempermudah konsumen untuk mengenali kualitas produk yang beredar di pasar. Keberadaan Standar Nasional Indoensia (SNI) dimaksudkan memberikan peluang pasar yang lebih besar dan stabil bagi produk hasil inovasi pangan. Kajian mengenai metode perumusan SNI untuk dapat menghasilkan SNI yang dapat diterapkan oleh stakeholder sangat perlu dilakukan. Hambatan pada saat perumusan standar sering dihadapi pada tahap awal prosesnya karena kurangnya informasi tentang kebutuhan pemangku kepentingan dari perspektif yang berbeda yang dapat menyebabkan standar yang dirumuskan tidak diterima oleh konsensus. Jadi penting untuk mengetahui semua kebutuhan pemangku kepentingan dan mencari kesepakatan bersama untuk masing-masing pemangku kepentingan. Penelitian ini menggunakan metode FACTS (Framework for Analysis, comparison, and Testing of Standards). Metode ini menyediakan sarana untuk menganalisis, membandingkan dan menguji standar yang akan dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 5 produk hasil inovasi telah mencapai tahapan demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan sebenarnya. Terdapat 1 produk yaitu produk yang masuk ke dalam kategori flake seasoning yang telah mencapai tingkat pengoperasian dan telah siap diedarkan di pasar. Produk tersebut sejenis abon tabor sampai saat ini belum ada SNInya, pengusulan pengembangan standar untuk produk ini dapat memperhatikan parameter kualitas yaitu: harus bubuk kering bersih dan sehat, komposisi, bau dan rasa, kadar air, kadar minyak volatile, ekstrak larut dalam air dingin, abu tidak larut dalam asam, serat kasar, BTP, cemaran mikroba, dan cemaran logam.
<p>Kekurangan asupan kalsium akan memberikan resiko penyakit osteoporosis yang seringkali ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang. Pengembangan pangan fungsional di Indonesia sangat prospektif dan memiliki peluang dalam perdagangan ekspor, antara lain ke Jepang, Eropa, dan Amerika. Banyaknya penelitian dan pengembangan pangan fungsional yang terbukti dapat membantu penyerapan kalsium yang harus didukung dengan keberadaan SNI sehingga akan memberikan peluang pasar yang lebih besar dan stabil. Hambatan pada saat perumusan standar sering dihadapi pada tahap awal prosesnya karena kurangnya informasi tentang kebutuhan pemangku kepentingan dari perspektif yang berbeda yang dapat menyebabkan standar yang dirumuskan tidak diterima oleh konsensus. Jadi penting untuk mengetahui semua kebutuhan pemangku kepentingan dan mencari kesepakatan bersama untuk masing-masing pemangku kepentingan. Penelitian ini menggunakan metode FACTS (<em>Framework for Analysis, comparison, and Testing of Standards</em>). Metode ini menyediakan sarana untuk menganalisis, membandingkan dan menguji standar yang akan dikembangkan. Penelitian ini menghasilkan kerangka kerja yang dapat digunakan sebagai acuan pada saat penyusunan standar terkait pangan fungsional. Penelitian ini merekomendasikan penyusunan SNI istilah - definisi pangan fungsional dan SNI formula pangan fungsional untuk membantu penyerapan kalsium, yang didalamnya mengatur tentang tata cara klaim pangan fungsional.</p>
<p>Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis yang disampaikan melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 42, ayat (3) Undang-Undang ini mengamanatkan bahwa teknologi dan produk teknologi kesehatan harus memenuhi Standar. Indonesia sendiri telah memiliki 189 SNI terkait alat kesehatan, namun tidak ada yang diberlakukan secara wajib. Salah satunya SNI 09-4663-1998 tentang kursi roda. Masalahnya adalah setelah 20 tahun SNI 09-4663-1998 ditetapkan belum ada produk kursi roda bertanda SNI di pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan SNI 09-4663-1998 tentang kursi roda oleh pemangku kepentingan dan kemutakhiran standar dalam rangka persiapan kaji ulang standar 09-4663-1998. Penelitian menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif (<em>mix method)</em>. Pengumpulan data primer dilakukan secara <em>proportional sampling</em> dengan instrumen kuesioner dan <em>Focus Group Discussion</em>. Responden penelitian ini adalah 6 (enam) produsen kursi roda, 3 (tiga) pakar, dan 6 (enam) konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SNI 09-4663-1998 telah diketahui oleh 66,67% responden namun hanya 33,33% responden yang menerapkan SNI 09-4663-1998. Sedangkan 66,67% menggunakan standar lain, yaitu ISO 7176 <em>series</em>. Hal ini diidentifikasi selain karena 33,33% produsen melakukan ekspor, regulator belum menjadikan SNI 09-4663-1998 sebagai dasar penilaian dan persyaratan izin edar produk kursi roda. SNI 09-4663-1998 juga dianggap tidak mengikuti perkembangan teknologi dan standar internasional sehingga diperlukan revisi yang minimal mencakup parameter keamanan, kekuatan dan ketahanan. Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan revisi standar.</p>
<p>Pangan fungsional prospektif untuk dikembangkan di Indonesia dan mempunyai peluang dalam perdagangan ekspor. Pengembangan pangan fungsional perlu didukung dengan jaminan kualitas produk, keberterimaan produk, dan perlindungan produk dalam bentuk pengawasan. Tiga hal ini dapat dilakukan melalui penerapan standardisasi. Jaminan kualitas atas keamanan, keselamatan dan kesehatan produk dilakukan melalui penyusunan dan penerapan Standar Nasional Indoensia (SNI), sedangkan keberterimaan dan pengawasan produk dilakukan melaui penyusunan skema penilaian kesesuian. Penilaian kesesuaian menjadi sangat penting, karena standar tidak akan bisa diterapkan apabila sistem dan skema penilaian kesesuaian tidak ada. Tujuan penelitian ini adalah memetakan lembaga penilaian kesesuaian sebagai infrastruktur mutu penerapan standar pangan fungsional. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif eksploratif untuk menghimpun informasi awal yang akan membantu upaya menetapkan titik kritis masalah skema penilaian kesesuain dan merumuskan rekomendasi kebijakan skema penilaian kesesuian pangan fungsional. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh sampel 15 jenis produk inovasi pangan fungsional dengan bahan alam kakao, teh, manggis, pisang, mocaf dan teripang. Keenambelas produk tersebut memiliki 36 parameter mutu, 7 parameter keamanan dan 22 komponen bioaktif. Kesiapan lembaga penilaian kesesuaian (laboratorium) yang terakreditasi KAN yang dapat menilai parameter mutu, keamanan dan komponen bioaktif terdiri 64 laboratorium pada bahan alam kakao, 33 laboratorium bahan alam teh, 3 laboratorium bahan alam manggis, 9 laboratorium bahan alam pisang, 23 laboratorium bahan alam mocaf dan 5 laboratorium bahan alam teripang.</p>
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.