ABSTRAKGas hidrat merupakan gas metana (CH4) yang bersenyawa dengan air membentuk padatan kristal es pada temperatur dan tekanan tertentu sehingga pada kristal es ini mengandung molekul CH4 di dalam rongga molekul air (H2O). Keberadaan gas hidrat diharapkan dapat menjadi sumber energi baru masa depan. Cekungan Busur Muka (Cekungan) Simeulue memiliki kondisi tektonik dengan akumulasi sedimen laut dalam yang tebal sertadiindikasikan memiliki temperatur dan tekanan yang memungkinkan bagi terbentuknya zona stabilitas gas hidrat (Gas Hydrate Stability Zone-GHSZ).Tujuan penelitian adalah melakukan identifikasi keberadaan gas hidrat melalui interpretasi pada penampang seismik Cekungan Simeulue. Metodologi yang digunakan adalah melakukan pengolahan data seismik (seismic data processing) untuk menghasilkan penampang bawah permukaan dasar laut yang dapat memberikan gambaran struktur geologi dan perlapisan sedimen dengan cukup detail dan akurat. Karakteristik bottom simulating reflector(BSR) pada penampang seismik merupakan indikasi utama keberadaan gashidrat di dalam lapisan sedimen dasar laut. Data primer yang digunakan adalah hasil survei akuisisi seismik multichannel 2-Dpada 3 lintasan di Cekungan Simeulue. Survei seismik ini merupakan hasil kerjasama riset kelautan Indonesia-Jerman SEACAUSE II pada tahun 2006 di perairan barat Sumatera yang berhasil mendapatkan data pada 43 lintasan seismik. Berdasarkan hasil penelitian ini, BSR sebagai indikasi keberadaaan gas hidrat ditemukan pada 3 lintasan seismik pada Cekungan Simeulue yaitu lintasan BGR06-136, BGR06-137, dan BGR06-139 dengan karakteristik membentuk lensa, sejajar ataupun memotong horison perlapisan sedimen. Katakunci: Gas hidrat, penampang seismik, bottom simulating reflector (BSR),Cekungan Busur Muka Simeulue with the characteristic shape the lens, parallel or cutting horizon of the sedimentary layers.
ABSTRACT
Gas hydrate is methane (CH4) compounds react with water to form solid ice crystals at certain temperature and pressure and these ice crystals contains CH4 molecules inside the cavity molecules of water (H2O). The presence of gas hydrate is expected to be used as a new energy resource in the future. The tectonic conditions of Simeulue forearcbasin (Basin) has an accumulation of thick deepsea sediment that can be estimated to have a certain temperature and pressure being is possible to form gas hydrate stability zone (GHSZ
Pulau Laut dan kawasan perairan Natuna secara keseluruhan berdasarkan bukti sejarah sejak abad 10 M, telah menjadi jalur lintas laut untuk berbagai kapal dagang asing yang akan masuk ke wilayah Nusantara. Dalam perjalanannya masuk ke Natuna, banyak dari armada kapal tersebut yang karam dan akhirnya tenggelam di kawasan perairan kepulauannya. Artinya, potensi keberadaan situs arkeologi bawah laut di kawasan ini sangat besar yang belum semuanya teridentifikasi. Karena itu, penelitian arkeologi maritim yang mendasari tulisan ini bertujuan mengidentifikasi bentuk dan struktur kapal karam, serta menggali nilai historis didalamnya. Fokus lokasi pada Situs Karang Panjang, Perairan Pulau Laut Natuna. Metode penelitian yang digunakan adalah survei akustik bawah air (side scan sonar), penyelaman, dan wawancara dengan masyarakat setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Situs Karang Panjang merupakan situs kapal karam bersejarah berteknologi mesin uap, struktur kapal berbahan campuran besi dan kayu dengan sebagian besar telah ditumbuhi karang sehingga telah menyatu dengan ekosistem bawah lautnya. Hal ini menjadikan Situs Karang Panjang berpotensi menjadi obyek wisata selam kapal karam (wreckdive) sebagai bagian gagasan Marine Eco-Archaeological Park di atas.
Reconstruction of monsoon evolution in the tropical Indian Ocean and evaluation of its influence on large-scale ocean circulation and sea-air interaction processes can help us understand climate driving mechanisms. Herein, we used a gravity core SO184-10043 to present the marine sedimentary record from the southernmost Sumatra, spanning the past 35 kyr. The age model is well constrained by 12 accelerator mass spectrometry (AMS) radiocarbon dates determined in mixed planktic foraminifera. We also measured sediment grain size and major and trace elements to reconstruct the variations in hydrodynamic conditions and chemical weathering intensity. These data were then used to reveal the evolution of the northwest (Indonesian) monsoon system over the past 35 kyr. The results showed that both monsoon current and chemical weathering coincided with summer insolation in the Northern Hemisphere and responded to glacial-interglacial climate changes in the northern Atlantic. Higher grain-size values of sensitive components, increased chemical index of alteration (CIA), and Ba/Sr ratios, together with lower CaO/MgO ratios, reflect a stronger monsoon current and chemical weathering during the late marine isotope stage 3 and Holocene. Higher intensity of chemical weathering might be attributed to a stronger northwest monsoon carrying warm and moist air from the Asian continent to Indonesian waters. Lower values of sensitive components, CIA, and Ba/Sr, along with higher CaO/MgO values, reveal a weaker monsoon current and lower intensity of chemical weathering during the last glaciation-deglaciation phase, which was controlled by a weaker monsoon system. At a millennial timescale, cold events occurred during the following intervals: 30–26 ka BP, Heinrich Stadial 1 (HS1; 18–15 ka BP), Last Glacial Maximum (LGM; 23–18 ka BP), Younger Dryas (YD; 11–10 ka BP), and 8.2 ka BP. The same cold events were identified from core SO184-10043, indicating a perfect match with climatic cooling in the Northern Hemisphere. We also observed periodicities of ~ 7.9 ka, 3.0–3.1 ka, 2.2–2.3 ka, and ~ 1.0 ka in our core records. These periodicities are coincident with solar-induced climate changes and support the hypothesis that monsoon evolution in the tropical Indian Ocean during the late Pleistocene coincided with the climate change in the Northern Hemisphere.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.