Pulau Laut dan kawasan perairan Natuna secara keseluruhan berdasarkan bukti sejarah sejak abad 10 M, telah menjadi jalur lintas laut untuk berbagai kapal dagang asing yang akan masuk ke wilayah Nusantara. Dalam perjalanannya masuk ke Natuna, banyak dari armada kapal tersebut yang karam dan akhirnya tenggelam di kawasan perairan kepulauannya. Artinya, potensi keberadaan situs arkeologi bawah laut di kawasan ini sangat besar yang belum semuanya teridentifikasi. Karena itu, penelitian arkeologi maritim yang mendasari tulisan ini bertujuan mengidentifikasi bentuk dan struktur kapal karam, serta menggali nilai historis didalamnya. Fokus lokasi pada Situs Karang Panjang, Perairan Pulau Laut Natuna. Metode penelitian yang digunakan adalah survei akustik bawah air (side scan sonar), penyelaman, dan wawancara dengan masyarakat setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Situs Karang Panjang merupakan situs  kapal karam bersejarah berteknologi mesin uap, struktur kapal berbahan campuran besi dan kayu dengan sebagian besar telah ditumbuhi karang sehingga telah menyatu dengan ekosistem bawah lautnya. Hal ini menjadikan Situs Karang Panjang berpotensi menjadi obyek wisata selam kapal karam (wreckdive) sebagai bagian gagasan Marine Eco-Archaeological Park di atas.

No abstract

Selat Dampir yang berada di daerah Raja Ampat merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil yang berada di ujung kepala burung pulau Papua bagian dari kawasan Coral Triangle Initiative (CTI) yang memiliki biodiversitas tinggi. Selain itu di lokasi ini terdapat situs arkeologi maritim, sehingga kawasan ini merupakan kawasan yang cocok sebagai kawasan marine eco archeo park. Perlu dilakukan penelitian awal keberadaan lokasi ini seperti kualitas perairan yang dilakukan pada tanggal 7 – 13  Mei 2014. Pengambilan data kualitas perairan dilakukan secara purposive sampling dengan menggunakan alat multiparameter secara in situ dan analisis sampel air di laboratorium. Parameter yang diukur yaitu salinitas, pH, turbiditas, padatan tersuspensi (TSS), Biological Oxygen Demand (BOD5), nitrat, tembaga dan nikel. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan analisis PCA (Principal Component Analysis). Hasil yang didapat untuk semua parameter masih sesuai dengan KMNLH no 51 tahun 2004, hanya nilai tembaga pada saat pengukuran tidak sesuai, walaupun secara keseluruhan perairan Selat  Dampir pada saat pengukuran masih dalam kondisi baik sebagai daerah taman nasional dan wisata bahari. Berdasarkan analisis PCA didapatkan parameter yang berperan kuat di lokasi adalah BOD5, pH, TSS dan kecerahan. Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait lokasi penelitian sebagi situs maritim dan daerah wisata bahari di daerah konservasi dalam mewujudkan marine eco archeo park berbasis ekosistem lestari.

Seaweed is one of the fisheries commodities, which has been proven to improve the household income of coastal and small island communities in Indonesia for the last two decades. The global need for seaweed is rising, since it is used as a raw material for many industries, i.e.: food, pharmaceuticals, cosmetics, livestock feed, and fertilizers. These factors have encouraged the Government of Indonesia to increase the quantity and quality of seaweed commodities until it reaches a strategic position in the fisheries sector. One of the efforts in enhancing the data and information reliability, which will support all business actors from upstream to downstream; to accelerate the industrialization and production, resource sustainability, and improving the welfare of coastal and small island communities. This paper aims to provide an overview of the concept and design of seaweed information systems, based on the principles of traceability, sustainability, production process improvement, and system integration. It is expected that business actors, resources managers, and policymakers will take advantage of information system, where reliable data and information can be accessed easily in real-time.

Thousand Islands has become the main focus of the marine tourism development in Special Capitol Region of Jakarta (DKI Jakarta). In this regard, one of the marine tourism objects proposed to be further developed is historical shipwreck diving as a new marine ecotourism attraction in the Thousand Islands. The historical sites of shipwrecks that are widely scattered underwater are expected to give added value to the beauty of underwater panorama because most of the sites have been covered with coral reefs adding to the uniqueness to the underwater diving attractions. However, the high activity on the North Coast of Java area and surrounding islands tends to affect the water quality and the presence of shipwrecks assuming it will be used for the development of diving tourism. This study aims to determine the carrying capacity of water quality on shipwrecks based on in situ water quality measurement and image analysis. The method of data collection and analysis carried out is a combination of in situ measurements at the location; analysis of water samples with laboratory testing and analysis of Landsat 8 satellite imagery. The result showed that nutrient and orthophosphate values of nitrate, which supported the life of marine biota and micro-algae that helped the biota’s biofouling process, increased the site’s attractiveness from 0.094 – 0.101 mg/L and 0.005 – 0.008 mg/L, respectively. Furthermore, other water quality values measured are still in accordance with quality standards for marine life survival on shipwrecks and ecotourism, especially dive spots with clear water visibility.