Pendahuluan: Temporomandibular joint (TMJ) adalah sendi engsel yang menghubungkan tulang rahang atas dengan rahang bawah antara tulang temporalis dengan kepala kondilus mandibularis. Penderita kelainan TMJ dapat menunjukkan satu atau lebih gejala berupa bunyi kliking, krepitasi, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, nyeri telinga, telinga berdengung, keterbatasan gerak mandibula, deviasi, dan defleksi. Faktor penyebab terjadinya kelainan TMJ dapat berupa maloklusi seperti crowded, crossbite, edentulus gigi posterior, atau kebiasaan buruk misalnya mengunyah satu sisi, bruksism, dan stres. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi gejala klinis dan faktor-faktor penyebab kelainan TMJ pada klas I oklusi Angle. Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional terhadap 33 penderita kelainan TMJ kelompok umur 18-24 tahun, Klas I Oklusi Angle. Pengumpulan data diperoleh melalui kuesioner berupa anamnesis dan pemeriksaan klinis. Hasil: Gejala tertinggi yang dialami penderita kelainan TMJ klas I oklusi angle berupa kliking (72,7%). Faktor-faktor pendukung terjadinya kelainan TMJ adalah stres (45,5%). Berdasarkan kebiasaan buruk tertinggi yaitu penderita mengunyah satu sisi (48,5%). Tingkat Helkimo’s anamnestic index (Foncesa 1992) diperoleh kelainan TMJ tertinggi berupa kelainan TMJ ringan (72,73 %). Berdasarkan RDC/TMD (1992) diperoleh bentuk kerusakan TMJ tertinggi berupa dislokasi diskus dengan reduksi (42,22%). Simpulan: Gejala klinis kelainan TMJ pada Klas I Oklusi Angle menunjukkan gejala lebih dari satu sampai tujuh gejala dan faktor penyebabnya adalah kondisi gigi crowded, crossbite, edentulus gigi posterior, kebiasaan buruk seperti bruksism, mengunyah satu sisi, menopang dagu, tidur satu sisi, mengunyah makanan keras, kondisi stres, perawatan ortodonti. Kata kunci: Temporomandibular joint (TMJ), kelainan TMJ, oklusi kelas I angle. ABSTRACTIntroduction: The temporomandibular joint (TMJ) is a hinge joint that connects the maxillary bone with the lower jaw between the temporal bone and the head of the mandibular condyle. People with TMJ abnormalities can show one or more symptoms in the form of clicking, crepitations, joint pain, muscle aches, headaches, ear pain, ear buzzing, limitation of mandibular motion, deviation, and deflection. Factors causing TMJ abnormalities can be malocclusions such as crowding, crossbite, posterior dental edentulous, or bad habits such as one side chewing, bruxism, and stress. The purpose of this study was to identify clinical symptoms and factors that cause TMJ abnormalities in class I Angle occlusion. Methods: This study was a descriptive study with cross-sectional design of 33 patients with TMJ abnormalities in the 18-24 years old age group, class I angle occlusion. Data collection was obtained through questionnaires in the form of history taking and clinical examination. Results: The highest symptoms experienced by patients with TMJ class I occlusion angle abnormalities in the form of clicking (72.7%). Supporting factors for TMJ abnormalities are stress (45.5%). Based on the highest bad habit, the sufferers chew one side (48.5%). The level of Helkimo's anamnestic index (Foncesa 1992) obtained the highest TMJ abnormalities in the form of mild TMJ abnormalities (72.73%). Based on RDC / TMD (1992) obtained the highest form of TMJ damage in the form of disc dislocation with reduction (42.22%). Conclusion: Clinical symptoms of TMJ abnormalities in Class I Angle occlusion shows more than one to seven symptoms and the causes are crowded teeth, crossbite, posterior edentulous, bad habits such as bruxism, chewing on one side, supporting the chin, sleeping on one side, chewing hard food, stress conditions, orthodontic treatment.Keywords: Temporomandibular joint (TMJ), TMJ disorder, class I angle occlusion
Background: The normal vertical dimension of occlusion (VDO) results in orofacial and temporomandibular joint (TMJ) biomechanical balance. If the VDO changes due to attrition, full edentulism, accidents involving the lower third of the face and even improper denture manufacturing will result in the disruption of mastication, speech and aesthetic functions. Therefore, the right technique is needed to predict the correct VDO. Purpose: To identify the correlation values and regression equation of the VDO for five distances between facial landmarks among people of Batak Toba ethnicity. Methods: This research is an analytical study with a cross-sectional design. A purposive-sampling technique obtained 30 Batak Toba subjects, consisting of 15 males and 15 females aged 19–24 years. The data were analysed by an independent t-test, one-way ANOVA, the Pearson correlation, and linear regression (p<0.05). Results: A significant difference distance in the VDO (p=0.0001, p<0.05) was observed between male subjects (72.96±3.75mm) and female subjects (65.24±5.12mm). A positive and significant correlation was observed between the VDO distance and the facial landmark distances, where the criteria for significant correlation were the RO–Pu distance being {r male=0.723(p=0.02) and female=0.650(p=0.09)} and the OC–RO distance being {r male=0.689(p=0.004) and female=0.615(p=0.015)}; the moderate correlation criteria were the OC–IC distance being {r male=0.476(p=0.045) and female=0.428(p=0.043)}, the E–E being {r male=0.435(p=0.043) and female=0.458(p=0.047)}, and the EH being {r male=0.398(p=0.051) and female=0.414(p=0.051)}. The regression equation for the VDO distance in males is {[22.694 + 0.673 (RO–Pu)], [24.371 + 0.642 (OC–RO} and in females is {[23.017 + 0.616 (RO–Pu)], [21.795 + 0.632 (OC–RO)]}. Conclusion: The distances of RO–Pu and OC–RO have the strongest correlation with the VDO in people of Batak Toba ethnicity.
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel skuamosa dan merupakansalah satu jenis kanker ditemukan pada mukosa rongga mulut. Insidensi KSS sekitar 90% dari seluruh jeniskeganasan yang terdapat pada rongga mulut dan frekuensi KSS rongga mulut di Indonesia mencapai 3-5%dari seluruh kanker organ tubuh lainnya. KSS dapat diklasifikasi berdasarkan morfologi karakteristikjaringannya, dimana dibagi kepada tiga jenis yaitu KSS berdiferensiasi baik, sedang dan buruk. Tujuanpenelitian ini adalah untuk melihat karakteristik morfologi KSS rongga mulut berdasarkan jenisdiferensiasinya. Rancangan penelitian ini merupakan deskriptif dengan cara cross sectional terhadap 30sampel blok parafin yang terdiagnosa sebagai KSS rongga mulut yang diperoleh dari Laboratorium PatologiAnatomi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2013, dan dilakukan pewarnaanHematoxylin-Eosin (HE). Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya Olympus CX21. Hasil penelitianmenunjukkan KSS berdiferensiasi baik (63%), KSS berdiferensiasi sedang (37%), dan tidak ditemukan KSSberdiferensiasi buruk. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan KSS berdiferensiasi baik lebih banyakdibandingkan KSS berdiferensiasi sedang, dan tidak ditemukan KSS berdiferensiasi buruk.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kadar NO saliva pada perempuan penyirih suku Karo yang menggunakan dan tidak menggunakan pinang dihubungkan dengan perilaku menyirih. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang dilakukan pada 22 orang perempuan penyirih Suku Karo berusia 30-60 tahun di Kecamatan Pancur Batu, terdiri atas 11 kelompok penyirih yang menggunakan pinang dan 11 tanpa pinang. Pengumpulan saliva yaitu saliva yang distimulasi dan pengukuran kadar NO saliva dilakukan dengan spektrofotometer menggunakan metode griess reaction. Data dianalisis dengan uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan kadar NO saliva pada kelompok yang menggunakan dan tidak menggunakan pinang, uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan perilaku menyirih dengan kadar NO saliva dan hubungan berat pinang dengan kadar NO saliva. Sedangkan regresi linear berganda dengan metode stepwise digunakan untuk menganalisis perilaku kebiasaan menyirih yang paling berpengaruh terhadap kadar NO saliva. Rerata kadar NO saliva pada kelompok yang menggunakan pinang 287,61±158,31 µM dan tidak menggunakan pinang 184,87±59,42 µM. Hasil analisis data menunjukkan perbedaan kadar NO saliva yang signifikan antara kelompok yang menggunakan dengan tidak menggunakan pinang (p=0,077). Pada kelompok yang menggunakan pinang, peningkatan kadar NO saliva memiliki korelasi yang kuat terhadap lama kebiasaan (r=0,736), frekuensi (r=0,796) dan lama paparan menyirih (r=0,814). Demikian juga pada kelompok yang tidak mengggunakan pinang, peningkatan kadar NO saliva memiliki korelasi yang kuat terhadap lama kebiasaan (r=0,929), frekuensi (r=0,906) dan lama paparan menyirih (r=0,935). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan kadar NO saliva adalah lama paparan menyirih dengan persamaan y=-30,479+33,009x pada kelompok yang menggunakan pinang dan y=20,949+17,172x tidak menggunakan pinang. Sebagai kesimpulan, peningkatan kadar NO saliva pada kelompok yang menggunakan pinang lebih signifikan dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan pinang.
Tooth eruption is a condition in which the cusp or incisal of the tooth emerges through the gingiva, but not exceeding 3mm above this level after the corona is formed. The first human tooth that erupts is the mandibular primary central incisor, which is the reference for the eruption of others, including the primary and permanent teeth, that support the growth of the jaw, face, mastication, swallowing, speech, and aesthetics. Furthermore, tooth eruption is influenced by the growth and development of the fetus during pregnancy. Maternal conditions during pregnancy such as age, level of education, physical condition, and nutritional intake affect fetal nutrition which indicates the level of growth and development in the form of head circumference, birth weight, and height that affect the eruption time of the mandibular deciduous central incisor. During pregnancy, the maternal preparation to be considered is the age which might range from 20-35 years, adequate nutritional intake of carbohydrates, folic acid, protein, vitamin C, vitamin D, and minerals, prevention of physical fatigue, intelligence in choosing nutrition, and abstaining from alcohol and caffeine consumption. This study aims to provide information/education on the preparation of pregnant women for the eruption of the mandibular primary central incisor which is part of the infant's growth and development.
scite is a Brooklyn-based organization that helps researchers better discover and understand research articles through Smart Citations–citations that display the context of the citation and describe whether the article provides supporting or contrasting evidence. scite is used by students and researchers from around the world and is funded in part by the National Science Foundation and the National Institute on Drug Abuse of the National Institutes of Health.
customersupport@researchsolutions.com
10624 S. Eastern Ave., Ste. A-614
Henderson, NV 89052, USA
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.
Copyright © 2024 scite LLC. All rights reserved.
Made with 💙 for researchers
Part of the Research Solutions Family.